Oleh : *) Dr. Ir. WAWAN LULUS SETIAWAN, MSc.AD
Minyak Akar Wangi atau Java vetiver oil adalah salah satu bahan pengikat parfum (berbagai hal yang mengandung aroma wangi), baik untuk kecantikan, aroma terapi, sabun, dan lainnya. Saat ini penghasil akar wangi terbesar hanya di tiga negara yaitu Haiti, Indonesia dan sebagian kecil India. Sedangkan di Indonesia saat ini tanaman akar wangi hanya bisa tumbuh berkembang dengan baik di Kabupaten Garut Jawa Barat.
Pada tahun 90an yang lalu Kabupaten Garut adalah eksportir terbesar minyak akar wangi yaitu sekitar 75 ton dari kebutuhan dunia sekitar 100 ton/tahun, tetapi 5 tahun kebelakang terus mengalami kemerosotan dengan hanya memproduksi 40-60 ton/tahun dari kebutuhan dunia saat ini sebesar 250 ton/tahun (resume data Kementerian Perdagangan RI).
Akar wangi merupakan potensi Kabupaten Garut yang menjadi komoditi ekspor untuk diambil minyaknya, Minyak Akar Wangi (Vetiver Oil) atau yang sering disebut sebagai usar (usaha rakyat) oleh orang asli sekitar merupakan tanaman semusim yang dimanfaatkan akarnya untuk diambil minyaknya. usaha ini sudah berjalan secara turun temurun semejak tahun 1918. Pengembangan usaha akar wangi sangat cerah, hal ini terlihat dari tingginya permintaan minyak akar wangi dari luar negeri yang terus meningkat dari tiap negara.
Permintaan tersebut menjadi peluang bagi para petani akar wangi untuk lebih banyak lagi berproduksi akar wangi. Jumlah permintaan akar wangi dari negara pengimpor berbeda – beda jumlahnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Kebutuhan Dunia Akan Minyak Akar Wangi Per Tahun
No | Negara Importir | Volume (Ton) |
1 | Amerika | 80 |
2 | Perancis | 60 |
3 | Jepang | 12 |
4 | Jerman | 4 |
5 | Italia | 2 |
6 | Belanda | 7 |
7 | Spanyol | 2 |
8 | Swiss | 10 |
9 | Inggris | 5 |
10 | Negara-Negara Sosialis | 5 |
11 | Negara- Negara lainnya | 63 |
Total | 250 |
Sumber : Buku Akar wangi Bertanam dan Penyulingan (Ir. Hieronymus Budi Santoso)
Total kebutuhan dunia terhadap minyak akar wangi sebesar 250 ton per tahun. seiring dengan pesatnya perkembangan industri kosmetika dan parfum diduga kebutuhan minyak akar wangi semakin bertambah. Total produksi minyak akar wangi Indonesia selama ini sekitar 60-75 ton per tahun. Jikalau seluruh produk itu diekspor, volumenya baru mencapai pangsa sekitar 24%-30%. Dengan demikian prospek pasar minyak akar wangi ini cukup baik.
Sebagai sebuah industri nyang potensial, industri akar wangi pun tidak terlepas dari permasalahan. Permasalahan yang dihadapi di antaranya adalah pembiayaan dan modal bagi para petani dan penyuling. Modal yang dibutuhkan petani dan penyuling akar wangi cukup besar sehingga menyulitkan kedua pihak yang biasa dilakukan untuk mendapatkan sumber permodalan adalah dengan perjanjian terhadap broker dan pengumpul. Untuk penyuling biasanya mengadakan perjanjian dengan pihak broker tertentu untuk diberikan sejumlah dana untuk modal produksi dan hasil minyak akan dijual kembali kepada broker. Hal ini menjadi masalah bagi penyuling karena antara penyuling dan broker terkadang sistem ini merugikan penyuling. Dengan menerima sejumlah modal dari broker maka penyuling tidak dapat menjual minyak akar wanginya secara bebas dan penentuan harga dilakukan oleh broker terkadang seperti memonopoli sehingga penyuling hanya dapat menerima harga tersebut karena sudah terikat perjanjian peminjaman.
Permasalahan lain yang dihadapi adalah pada aspek pemasaran, yaitu persaingan yang dalam penjualan minyak akar wangi, jumlah broker dan eksportir yang relatif sedikit di daerah Garut, informasi yang cenderung tertutup dalam hal tataniaga minyak akar wangi terutama masalah penentuan harga. Persaingan yang terjadi terlihat dari penjualan yang dilakukan secara individu dari masing-masing penyuling. Setiap penyuling memiliki broker ataupun eksportir yang berbeda dalam menjual produknya. Hal ini menjadi masalah karena setiap broker dan eksportir mempunyai aturan main yang berbeda dalam proses penjualan dan sistem harganya sehingga pendapatan yang diterima dan kesejahteraan setiap penyuling berbeda.
Masalah lainnya yang dihadapi adalah jalur tata niaga komoditas akarwangi masih terlalu panjang, khususnya jika dikaitkan dengan keberadaan para broker (calo), kurangnya kerjasama diantara sesama pemilik/pengelola penyulingan, keterbatasan pemilik modal, dan akses terhadap permodalan, keterbatasan penguasaan teknologi yang memadai, sehingga kualitas minyak akarwangi yang dihasilkan relatif masih rendah.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh para petani akar wangi untuk menghatasi madsalah tersebut adalah pembentukan koperasi atau Kelompok Usaha Bersama (KUB). Para petani akar wangi menyadari bahwa dengan skala usaha yang kecil, mereka tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan terutama dalam memenuhi kebutuhan bahan baku untuk pengolahan minyak akar wangi. Mereka menginginkan adanya peningkatan kesejahteraan bersama seluruh petani akar wangi. Oleh karena itu, terdapat sebuah wadah yang dibentuk berdasarkan kebutuhan yang sama tersebut yaitu koperasi.
Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” merupakan salah satu koperasi produksi yang berlokasi di Jl. Guntur No. 186 Candramerta I Garut, dengan badan hukum : No. 415/BH/KDK 10-14/IX/1999 Tanggal 2 September 1999 No. 9/PAD/BH.XIII.8/DPZ KU/III/2010 26 Maret 2010.
Pendirian koperasi ini didasarkan pada kebutuhan bersama para petani akar wangi dan penyuling yang menginginkan peningkatan kesejahteraan bersama. Peningkatan kesejahteraan ini diwujudkan melalui usaha-usaha yang dimiliki oleh Koperasi . Usaha utama yang menjadi cikal bakal berdirinya Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” ialah usaha pembelian akar wangi secara kolektif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku penyulingan minyak akar wangi.
Untuk mengetahui besarnya tingkat perkembangan pada Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR”, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2 . Tingkat Perkembangan Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR”
Tingkat Perkembangan Koperasi | Tahun | |||
2012 | 2013 | 2014 | 2015 | |
Jumlah Anggota | 33 Orang | 35 Orang | 37 Orang | 39 Orang |
Jumlah Calon Anggota | 400 Orang | 500 Orang | 500 Orang | 500 Orang |
Pertumbuhan Asset | Rp. 2.907.710.000 | Rp. 3.770.698.375 | Rp. 3.421.717.189 | Rp. 4.155.820.627 |
Hasil penjualan | Rp. 1.488.000.000 | Rp. 1.769.500.000 | Rp. 2.426.000.000 | Rp. 2.873.000.000 |
Biaya-biaya | Rp. 1.458.480.000 | Rp. 1.760.005.375 | Rp. 2.418.868.750 | Rp. 2.862.281.250 |
Jumlah SHU | Rp. 29.520.000 | Rp. 9.494.625 | Rp. 7.131.250 | Rp. 10.718.750 |
Sumber:Laporan Tahunan Pengurus Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” Tahun Buku 2012–2015.
Berdasarkan pada data (Tabel 2) menunjukkan tingkat pertumbuhan Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” sangat fluktuatif. Pada tahun 2015 koperasi mengalami kenaikan di Sisa Hasil Usaha (SHU) dari tahun sebelumnya, namun penurunan pada tahun 2012-2014 terjadi dikarenakan Koperasi Produksi Akar Wangi pada tiga tahun tersebut sedang melakukan pembangunan pabrik proses produksi akar wangi serta memperbaharui teknologi dan laboratorium dalam pengolahan minyak akar wangi untuk bersaing dalam proses memaksimalkan kualitas hasil mutu.
Bertambahnya anggota Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” dari setiap tahunnya merupakan hal yang baik bagi koperasi. Akan tetapi jumlah calon anggota yang ada cenderung sama setiap tahunnya, masalah yang terjadi disebabkan karena masih banyaknya petani/penyuling akar wangi yang masih terikat dengan broker. Pola kerjasama yang mengikat antara petani/penyuling dan broker menyebabkan petani/penyuling masih memiliki kewajiban dalam menjual minyak akar wangi dan membayar hutang dari modal yang dipinjamkan oleh broker. Pola kerjasama ini tentu sangat merugikan bagi petani/penyuling minyak akar wangi, karena selain harus menjual kembali kepada broker, harga jual yang ditetapkan broker jauh berbeda dengan biaya operasional yang dikeluarkan oleh petani/penyuling minyak akar wangi.
Di tengah persaingan yang begitu ketat dengan para penyalur minyak akar wangi di Kabupaten Garut, Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” Garut merupakan satu-satunya penyalur minyak akar wangi yang berbentuk koperasi. Bentuk koperasi ini seharusnya merupakan kekuatan tersendiri bagi Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” Garut dalam menjalankan usahanya karena adanya ikatan khusus bagi anggota di dalam mempromosikan ekonomi anggotanya.
Menurut pendapat Ropke (2003), Koperasi akan sangat menarik bila dapat memberikan manfaat ekonomi bagi anggotanya. Oleh karena itu, orang akan tertarik menjadi anggota suatu koperasi hanya karena mereka akan memperoleh manfaat dari koperasi. Sehingga apabila calon anggota bisa menjadi anggota dan ikut berpartisipasi dalam manajemen, permodalan dan pemanfaatan layanan usaha minyak akar wangi di Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” akan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan organisasi koperasi sebagai tempat kesejahteraan petani/penyuling akan tercapai, dan kebutuhan dunia akan pasokan minyak akar wangi dapat terpenuhi.
Koperasi Produksi Akar Wangi “USAR” memiliki peluang pengembangan bisnis yang prospektif karena saat ini besarnya permintaan pasar yang belum terpenuhi oleh koperasi, hal ini bisa dilihat dengan perbandingan antara produksi yang dihasilkan oleh Koperasi Produksi Akar Wangi USAR, sebanyak 1.603.7 Kg (1.6 ton), dari total permintaan ekspor Indonesia sebesar 250 ton per tahun.
Untuk meningkatkan produktivitas, koperasi dapat melakukan beberapa upaya pengembangan baik dari aspek manajemen maupun dari aspek teknologi. Dari aspek manajemen koperasi dapat melakukan upaya pengembangan secara internal mulai dari manajemen produksi, penguatan kompetensi sumberdaya manusia, penguatan manajemen pemasaran, penguatan permodalan terutama dari sisi sumber modal sendiri koperasi agar struktur permodalan koperasi semakin sehat, dan penguatan komunikasi bisnis, baik komunikasi bisnis secara eksternal dengan para mitra bisnis dalam jaringan suply-chain minyak akar wangi, maupun komunikasi bisnis secara internal dengan para anggota koperasi.
Penguatan komunikasi bisnis secara internal dengan para anggota koperasi pun sangat penting guna menyamakan persepsi tentang berbagai aspek dalam kegiatan usaha bersama yang dilakukan para anggota, baik dari segi produksi (menyamakan kualitas produksi dan kuantitas produksi), serta penyamaan persepsi yang berkaitan dengan hak dan kewajiban anggota koperasi, serta hubungan kerja di antara pengurus dan anggota koperasi yang terkait dengan pelaksanaan hubungan bisnis di antara anggota dengan pengelola koperasi.
*) Dr. Ir. Wawan Lulus Setiawan, MSc.AD. Lektor Kepala pada Institut Manajemen Koperasi Indonesia