Minggu, Desember 8, 2024

Guru Penggerak Gaji Rp 300 Ribu

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)

Wacana Guru Penggerak lagi menguat semenjak kehadiran Nadiem Makarim. Guru penggerak adalah bagian modal sukses mewujudkan Pendidikan nasional. Guru penggerak adalah guru-guru yang inovatif, kreatif, proaktif dan berprestasi dalam melayani anak didik.

Bagaimanakah guru honorer dengan gaji Rp 300 ribu ? Apakah mampu menjadi guru penggerak ? Rasanya tak mungkin guru penggerak lahir dari guru dengan gaji sangat kecil. Rasanya tak mungkin akan hadir anak didik berprestasi dari gaji guru yang jauh dari UMR?

Hanyalah komedi bila berharap lahir guru penggerak dari upah jauh di bawah UMR. Apalagi gurunya nyinyiran, tidak ikhlas, korban politik, nyinyir pada Presiden dan jauh dari prestasi. Menjadi guru honorer berlatar karena tidak sanggup kerja dibidang lain. Keduanya tak baik.

Bila bekerja menjadi guru bukan panggilan hati dan bila pemerintah belum mampu meng UMR kan para guru honorer. Lengkap sudah “derita” pendidikan kita. Mau dibawa kemana negeri ini. Gurunya pelarian dan pemerintah pun “lari” dari kewajibannya mensejahterakan guru.

Masalah guru honorer adalah masalah paling jelimet di negeri ini. Hampir semua kepala daerah tak mampu mengatasi derita guru honorer. Semua Menteri Pendidikan tak mampu menyelesaikan masalah guru honorer. Masih ingatkan Pak Muhadjir mau “menghonorkan” para pensiunan?

Guru penggerak mungkin hanya cocok pada guru berikut : 1) guru yang bekerja dari panggilan hati dan merasa sangat terhormat menjadi guru, 2) guru PNS yang dapat gaji pokok, TPG, THR, Ke-13, Ke-14 dan sejumlah maslahat lainnya, 3) guru punya 1000 ide dan mimpi, 4) guru cinta organisasi profesi dan 5) guru “provokator” atau politisi pendidikan yang menulis atau ceramah tentang idealitas pendidikan.

Berharap lahirnya guru penggerak dari guru honorer dengan gaji dibawah UMP/UMR adalah komedi. Bahkan sejumlah guru PNS pun yang sudah lebih dari cukup kadang masih ada yang loyo, lambat dan malas. Ke sekolah selalu siang dan tidak bangga menjadi guru. Menjadi guru hanya pekerjaan saja.

Sejumlah sekolah masih ada guru-guru yang selalu hadir terlambat. Namanya guru Sangkuriang. Anak di suruh hadir pagi, jangan terlambat tapi dirinya meloy melenghoy geboy keplok cendol sekitar jam 08.00. Adakah guru seperti ini di sekolah kita?

Sekali lagi guru penggerak adalah harapan ideal sehingga lahir merdeka belajar. Merdeka belajar akan melahirkan anak didik “merdeka”. Merdeka dari tekanan, kebodohan, kemalasan melainkan akan lahir anak didik yang terampil, berani dan kritis.

Guru penggerak selalu ada di setiap sekolah. Ia tidak mainstream dan cenderung berbeda. Ia tidak suka nunggu aba-aba. Ia cenderung terlihat agak “melawan” arus kebijakan internal yang dianggapnya kurang nalar. Ia guru yang beda, agak bebas tapi prestatif.

Menarik saat Saya diskusi bersama Dirjen GTK, Dr, Supriano menjadi tamu undangan untuk mengikuti seremoni Sumpah Profesi Guru yang dihadiri sekitar 1200 lebih guru lulus PPG. Terlontar dari Sang Direjen GTK bahwa “Guru penggerak kadang tidak disukai oleh kepala sekolahnya”. Ini pernyataan menarik. Saat itu disaksikan Rektor UPI. Saya beriga diskusi mendalam.

Dirjen GTK nampaknya cukup paham lapangan dunia Pendidikan. Kagum Saya pada Dr. Supriano yang mengatakan demikian. Ia seolah menjelaskan menjadi guru penggerak itu adalah menjadi guru berbeda, kreatif, inovatif dan dianggap seperti tidak nurut pola manajemen kepala sekolahnya.

Saya jadi ingat sejumlah sahabat Saya yang penggerak di organisasi profesi PGRI. Apakah mereka adalah guru-guru penggerak yang tidak disukai kepala sekolahnya? Atau bahkan para rekan sejawatnya? Itulah risiko Sang Penggerak.

Dalam catatan sejarah dunia bahkan para penggerak itu kadang menjadi korban regim atau musuh publik. Tentu publik yang jumud. Padahal Indonesia bisa merdeka itu adalah buah dari tokoh penggerak. Buah dari pengerak kelompok, pengerak daerah dan akhirnya menjadi pergerakan kebangsaan.

Kesimpulannya guru penggerak hanya lebih cocok pada guru yang sejahtera lahir bathin. Guru yang masih kesulitan hidup untuk internal keluarga akan sangat sulit menjadi guru penggerak. Kecuali guru sejati dan jumlahnya 10,001. Bukan 1001! Ayo Mas Nadiem UMRkan atau UMPkan para guru honorer!

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru