PGRI Menuju Tahun 2023

  • Whatsapp
banner 768x98

Oleh : Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.
(Catatan Akhir Tahun PGRI)

Akhir tahun 2022 menjadi momen reflektif bagi kita semua. Bagi diri, keluarga, pekerjaan, dan segala dinamika di negera kita. Termasuk refleksi catatan akhir tahun bagi organisasi yang Saya cintai, yakni PGRI.

Khusus di refleksi akhir tahun ini ada beberapa catatan yang perlu semua anggota dan pengurus PGRI dari ranting sampai pusat maknai. Pertama pemerintah sangat menghormati PGRI, sebagai organisasi profesi guru yang anggota gurunya paling besar.

Walaupun pemerintah sangat tahu, mulai dari jenjang kota/kabupaten, provinsi dan PB PGRI, guru murninya, yang menjadi pengurus, apalagi menjadi ketua, nyaris tidak ada. Pemerintah sangat menghargai jumlah anggota PGRI_nya bukan Ketua Umum atau pengurusnya.

Kedua, menuju tahun 2023-2024, PGRI akan menghadapi Kongres. Tentu harus ada calon Ketua Umum yang lebih baik dari Ketua Umum sekarang yang dianggap para anggota tidak punya prestasi signifikan. Bila ditanya apa prestasi Ketua Umum PB PGRI sekarang, sulit menjawabnya, kecuali hanya hal biasa-biasa saja.

Ketiga, para Ketua PGRI Kota/Kabupaten/Provinsi harus bersepakat bahwa Kongres PGRI tahun 2024 harus memilih Ketua Umum baru dari pengurus daerah. Bila Ketua Umum sekarang maju lagi dan mencalonkan diri, padahal sudah hampir 8 tahuan, dan tidak ada hal istimewa, artinya tidak move on.

PGRI Provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Yogyakarta, NTB, wilayah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Bali, Papua dan sejumlah provinsi lainnya, sangat potensial bersatu, kolaborasi memilih mempersiapkan Ketua Umum PB PGRI yang baru. Kebaruan kepemimpinan PB PGRI adalah sebuah tuntutan zaman, tuntutan kebatinan guru anggota.

Keempat, PB PGRI saat ini tercatat sebagai organisasi yang “kurang mesra” dengan Pemerintah (Kemdikbud Ristek). Sejumlah catatan ketidakmesaraan itu diantaranya adalah terkait : 1) penolakan POP, 2) penolakan RUU SISDIKNAS, 3) PSP, 4) CGP, 5) penyusunan Kode Etik Guru, 6) dan kebijakan pemerintah lainnya.

Pastikan PB PGRI pengurus baru hasil Kongres tahun 2024 adalah pengurus dan Ketua Umum yang soft kritis dan mesra dengan pemerintah. Pastikan setiap undangan Kemdikbud Ristek hadir dan kolaboratif konstruktif. Pemerintah sangat menghargai PGRI, apalagi bila Ketua Umumnya kooperatif dengan Kemdikbud Ristek.

Kelima, PB PGRI sekarang dikelola “agak aneh”. Keanehan pertama adalah adanya pemecatan guru aktivis PGRI di pengurus BPLP PB PGRI. Karena kritis, tanpa komunikasi dan informasi pada yang bersangkutan, diberhentikan. Teriak hidup guru, bela guru, hidup PGRI, jadi aneh. Bela guru, kok memecat guru tanpa komunikasi?

Keenam, Ketua Umum PB PGRI ke depan wajib dan harus berasal dari pengurus daerah. Mengapa ? Agar kebatinan guru dan penghargaan kepada para pengurus daerah, saat datang ke PB PGRI benar benar dihargai. Tidak formalistik dan rasa kekeluargannya sebagai pengurus organisasi menguat.

Ketujuh, jadikan gedung PB PGRI sebagai rumah guru, menara solidaritas, tempat paling menyenangkan bagi guru anggota. Jangan ada lagi pengurus daerah yang curhat di WAG PGRI daerah, karena begadang di trotoar dan tidak bisa tidur/istirahat di Gedung Guru, PB PGRI.

Siapa saja guru yang “terlantar” di Jakarta, bahkan sekali pun bukan anggota PGRI, mengapa tidak ? Bisa berlindung diri dari hujan dan panas di Gedung Guru PB PGRI. Itulah “kebatinan guru” yang memancar dari Gedung Guru PB PGRI. Namanya juga Gedung Guru, bukan gedung non guru.

Kedelapan, waspada perubahan regulasi. Sesuaikan AD ART dengan “kode etik orprof” yakni UURI No 14 Tahun 2005. Bila dari 70 an orprof di Indonesia, sebagaimana semua hadir di Jiexpo dalam giat HGN Kemdikbud Ristek, sesuaikan dengan tuntutan UURI. Jangan jadi orprof yang melawan hukum/kode etik orprof.

Kesembilan, jangan ada lagi para pengurus dan angota PGRI yang doble KTA. Jangan ada lagi pengurus yang punya KTA PGRI dan KTA partai politik. Dukung anggota dan pengurus PGRI yang mau ke senayan atau nyaleg, atau jadi kepala daerah dan karir lainnya, tapi keluar dari PGRI dan jadi anggota kehormatan saja.

Kesepuluh, ubah paradigma pengurus. Pastikan kedaulatan dan kebatinan PGRI adanya di anggota pembayar iuran. Mereka adanya di daerah, di desa-desa, di ranting-ranting sekolahan. Kekuatan PGRI sebenarnya ada di ranting sekolahan. Iuran yang mengalir ke atas itu dari sekolahan.

Anggota PGRI yang keluar dari PGRI dan memilih orprof lain, terjadinya di wilayah sekolahan. Sekolahan, ranting cabang adalah PGRI yang genuine PGRI. Pastikan mereka meminjam istilah Fajar Sadboy perjuangannya dihargai. Jangan spelekan guru di daerah di era disrupsi, nasib PGRI bisa seperti Ericson, Nokia dan Gedung Bioskop, ditinggalkan perlahan. Ada yang baru, waspadalah.

Selamatkan PGRI di Kongres tahun 2024, Ketua Umum PB PGRI Baru adalah harapan baru, aspirasi kebatinan guru Indonesia, Kami di sekolahan pembayar iuran dan menginginkan Ketua Umum Baru yang membawa kebaruan di PB PGRI, Ketua Umum yang merambat dari bawah, dari daerah yang mewakili kebatinan anggota, bukan orang-orang asing.

banner 728x90

Pos terkait

banner 728x90