Oleh : Suyud Kusdinar,S.Pd
(Guru Sosiologi SMAN1 Parungpanjang)
Pembelajaran Jarak Jauh selanjutnya disingkat PJJ, merupakan model pembelajaran yang dipakai saat pandemi, sekaligus telah disepakati di sekolah kami untuk dilaksanakan. Sedangkan mekanisme PJJ itu sendiri dilakukan dengan dua cara, yaitu online dan manual. Manual yang disebutkan disini bukan tatap muka antara guru dengan siswa, tetapi memberikan pengecualian kepada siswa yang tidak memiliki akses jaringan internet dalam pengumpulan tugasnya diantar ke sekolah.
Kondisi lokasi sekolah yang berada di perbatasan antara Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Tangerang, juga dengan lokasi tempat tinggal siswa yang beragam sesuai dengan topografi didaerah ini perkampungan, sebagian wilayah perkebunan dan perbukitan. Menyebabkan akses jaringan internet dibeberapa lokasi susah diakses. Bantuan Pemerintah berupa kuota internet ke HP siswa yang disalurkan sejak pertengahan Bulan September yang lalu, sesungguhnya masih kurang optimal ditempat ini. Kuota tanpa tower/sinyal tentu persoalan berikutnya. Barangkali ini pun masukan kepada stakeholder agar mempercepat pengadaan tower kerjasama dengan berbagai provider untuk cepat direalisasikan.
Dibeberapa daerah yang sempat dikunjungi saat home visit ke rumah siswa. Kendala akses internetpun dikeluhkan oleh siswa dan orang tuanya. Ada beberapa siswa yang berjalan menuju Kantor Desa untuk numpang wifi di kantor desa untuk membuka informasi berkaitan dengan materi, tugas dan penyerahan tugas mata pelajaran. Persoalannya kadang karena mungkin Kantor Desa juga terganggu dengan banyaknya yang berkerumun disekitar kantor, tiba-tiba passwordnya diganti.
Atas kondisi ini barangkali pemerintah juga terutama Kemendikbud untuk melakukan kerjasama lintas sektoral bukan hanya dengan Kemendagri, Kemenkes dan Kemenag dalam hal pelaksanaan PJJ. Juga ada hal yang penting lainnya yaitu kerjasama dengan Kementrian Desa agar Bantuan Desa juga dialokasikan untuk penyediaan wifi diwilayahnya masing-masing sebagai usaha untuk ikut mencerdaskan Sumber Daya warganya yang sedang sekolah. Jikalau kerjasama lintas sekotoral itu telah dilakukan barangkali tinggal implementasinya untuk dipercepat.
Dari kondisi real yang terdeskripsikan di atas, maka PJJ online dan manual itu dilakukan. Untuk mengakomodir atau memfasilitasi kegiatan PJJ. Sekolah memfasilitasi siswa dengan mengeluarkan semua buku paket yang ada di perpustakaan kepada siswa. Distribusinya dilakukan dengan pengambilan langsung oleh siswa yang waktu pengambilannya dibedakan hari dan jamnya untuk mencegah kerumunan sesuai dengan protokoler kesehatan covid 19.
Tetapi persoalan lain muncul saat PJJ terutama penyampaian tugas. Apa indikator untuk penilaiannya? Sebelum menjawab pertanyaan itu, penulis sebagai Guru yang mengajar sosiologi kelas X dan XII IPS dalam pelaksanaan PJJ akhirnya memilih Whattsap (WA) untuk media pembelajaran. Awalnya Google Classroom (GC) coba dipakai, akan tetapi saat itu sebagian besar siswa tidak mampu mengakses aplikasi GC, karena mereka hanya mampu membeli kuota internet untuk aplikasi WA. Dengan harga yang variatif, juga durasi (jam) yang terbatas sesuai kuota yang mereka beli.
Ketika penyampaian tugas melalui WA, sebagian besar siswa hampir sama jawabannya, bahkan ada sebagian siswa juga yang meng-copy paste- jawaban temannya yang diedit hanya identitas. Karena tugas ini lebih untuk melihat partisipasi siswa dalm PJJ maka sementara diabaikan kasus itu. Pada saat dilakukan Penilaian tengah Semester (PTS), indikator penilaian, lagi-lagi yang penulis pikirkan. Merujuk pada penyampaian tugas yang dilakukan oleh siswa, dimana hampir sebagian jawaban siswa ada yang meng-copy paste, maka awalnya memang meragukan.
Dugaan penulis ternyata keliru. Dalam PTS Sosiologi, dibuatkan 5 soal berbentuk uraian baik untuk kelas X maupun kelas XII IPS. Untuk soal yang text book (yang bersumber dari buku paket yang dibagikan ke siswa) penulis menanyakan ciri ciri masyarakat sebagai objek kajian sosiologi, jawaban beragam bahkan ada yang tidak menjawab (entah lupa atau tidak berusaha mencari tahu). Apalagi ketika pertanyaan yang menyangkut kehidupan sehari hari.
Penulis menanyakan Perubahan sosial apa yang terjadi ditempat kalian saat Pandemi Covid19?. Jawaban lagi-lagi variatif, ada yang dibumbui curhat karena orang tuanya dan tetangganya di PHK, ada yang kesal kepada temannya yang memilih mewarnai dan memanjangkan rambut karena tidak sekolah ada juga yang normatif menjawab, social distancing atuh pak, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, diimah bae” (dirumah saja).
Atas jawaban dari siswa dalam PTS itu, penulis akhirnya terenyuh, bangga, apresiatif terhadap siswa ini. Ternyata dugaan siswa akan kerjasama / nyontek itu tidak selalu benar. Ada upaya dan usaha siswa untuk mengeksplorasi jawaban, keresahan yang terfasilitasi oleh soal yang mengena dalam kehidupannya, yang ia rasakan. Terima kasih usahamu, terima kasih kejujuranmu.
Akhirnya penulis pun saat ini teringat lagi apa yang disampaikan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Surat Edaran tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid 2019, dalam salah satu butirnya disebutkan bahwa PJJ dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum. Juga disampaikan dalam bagian yang lain bahwa PJJ harus menekankan pendidikan karakter.
Kejujuran adalah bagian dari karakter, kejujuran adalah hal yang mahal saat ini. Terima kasih atas kejujuranmu, Nak. Semoga terus dilakukan saat pengerjaan tugas dan berimbas pada kegiatan yang lain, semoga esok atau lusa akan dituai kenikmatan atas kejujuran ini.