Kamis, September 11, 2025

Seruan Moral Salsa Erwina Hutagalung

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)

Sebagai penulis, saya kutifkan sejumlah rangkuman pikir dari generasi muda. Sang Diaspora di Denmark sana. Ia sangat populer karena mengajak debat pada Sahroni, anggota DPR RI.

Namun, tulisan berikut bukan terkait doxing dan debat antara Sahroni dan Salsa. Tulisan berikut copy paste dari apa yang disampaikan Salsa. Tulisan itu adalah sebagai berikut :

Kapitalisme membuat kita kaya, tapi kehilangan arah. Ketika segalanya dijual, bahkan hati nurani pun ikut ditukar. Kita hidup dalam dunia yang medewakan uang. Seolah nilai manusia ditentukan seberapa banyak Ia bisa membeli.

Yang kaya dipuja, yang miskin disalahkan. Tanpa ditanya, darimana asal kekayaan itu sebenarnya? Segalanya dikomersialisasi. Agama dijual. Air suci diberi harga. Doa pun bisa dipesan. Surga pun dipromosikan layaknya paket perjalanan. Yang sakral berubah jadi transaksi.

Kapitalisme membuat hati kita mati rasa pada penderitaan orang lain. Kita lebih sibuk menatap etalase, daripada menatap mata yang lagi menangis. Yang penting tampil, bukan tulus. Yang penting viral, bukan peduli.

Laki laki dianggap sukses hanya kerena berpenghasilan besar. Padahal yang me_nenangkan bukan gaji. Melainkan kedewasaan emosi, dan itu tidak bisa dibeli.

Perempuan dipuja karena penampilan. Anak anak dibentuk jadi mesin prestasi. Orangtua dibanggakan karena asset. Bukan karena kasih. Kita semua berlomba menjadi “berharga” dengan ukuran yang salah.

Padahal yang paling berharga adalah orang yang menjaga kejujuran, yang tidak menjual nuraninya karena keuntungan. Yang tetap memberi walau dunia sibuk mengambil. Yang percaya pada kesetaraan. Walau hidup terus membangun tembok perbedaan.

Kapitalisme mengajarkan bahwa kebahagiaan bisa dibeli. Padahal itu hanya ilusi. Kebahagiaan sejati datangnya dari hidup yang utuh. Bukan hidup yang penuh barang tapi kosong makna.

Jika hari ini kamu merasa hampa, walau tidak kekurangan secara materi, mungkin jiwa mu sedang meminta pulang. Ke tempat yang lebih jujur. Lebih sederhana, lebih manusiawi.

Karena hidup bukan tentang siapa yang paling kaya. Tapi siapa yang paling mampu mencintai. Mema’afkan, membela yang lemah, dan tetap memilih kebaikan, meski tidak menguntungkan.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru