Penulis: Dwi Arifin (Duta Baca Dispusida Jabar)
Sejak tahun 1967, perayaan tahunan Hari Literasi Internasional telah berlangsung pada tanggal 8 September di seluruh dunia untuk mengingatkan para pembuat kebijakan, praktisi, dan masyarakat akan pentingnya literasi dalam menciptakan masyarakat yang lebih cerdas, adil, damai dan sejahtera.
Literasi merupakan landasan bagi setiap orang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, dan perilaku yang lebih luas guna menumbuhkan potensi dirinya. Serta membangun budaya perdamaian abadi yang berlandaskan penghormatan terhadap kesetaraan dan non-diskriminasi, supremasi hukum, solidaritas, keadilan, keberagaman, dan toleransi. Serta untuk menguatkan hubungan yang harmonis dengan diri sendiri, orang lain, dan mahluk lainnya yang sama-sama menjadi penghuni ada di bumi.
“Jika kesehatan fisik dipengaruhi oleh apa yang dimakanan, maka kesehatan pikiran dapat dipengaruhi oleh kualitas bahan bacaan yang menjadi sumber landasan berpikirnya”
Tahun ini, Hari Literasi Internasional diperingati dengan tema “Mempromosikan Literasi di Era Digital”.
Digitalisasi telah mengubah cara kita belajar, hidup, bekerja, dan bersosialisasi, baik secara positif maupun negatif, tergantung bagaimana kita berinteraksi dengannya.
Makna dari tema “Mempromosikan Literasi di Era Digital” dapat diartikan ruang digital dijadikan sebagai fasilitas baru untuk mempromosikan literasi yang sebelumnya hanya dipromosikan melalui media cetak. Tema tersebut juga dapat dimaknai dengan mengarahkan para pembaca bahan bacaan berbasis digital, mereka harus juga membaca bahan bacaan berbasis cetak sebagai perbandingan kualitas apa yang dibacanya.
Maka khususnya lembaga pendidikan sebagai sumber ilmu pengetahuan, sudah semestinya. Jika saat ini berupaya memaksimalkan bahan bacaan berbasis digital, seharusnya juga ada langkah yang seimbang untuk mempertahankan bahan bacaan berbasis media cetak.
Misalnya dengan menyediakan bahan bacaan di ruang tamu setiap lembaga pendidikan yang berbasis cetak. Seperti majalah, koran atau tabloid yang saat ini masih eksis dengan ciri khasnya masing-masing. Ada yang terbit dengan utuh memakai bahasa asing/Ingris, bahasa daerah (Sunda/Jawa) sebagai upaya melestarikan bahasa daerahnya dan bahasa Indonesia agar mudah dipahami oleh target pembacanya. Melalui ketersedian bahan bacaan berbasis media cetak itu. Sehingga mereka yang menunggu di ruang tamu tersebut dapat menikmati atau memperoleh informasi terbaru untuk mencukupi kebutuhan informasi hariannya.
Hal itu juga dapat dijadikan upaya promosi lembaga pendidikannya dengan kerjasama publikasi program lembaga pendidikan di berbagai media cetak. Mempromosikan karya ilmiah atau hasil penelitian para dosen, serta karya tulis dari mahasiswanya atau informasi program lainnya untuk diketahui atau bermanfaat jangka panjang bagi publik yang lebih luas.
Media Cetak Diprediksi Lebih Menyehatkan Akal Pikiran Dibandingkan Media Sosial