Penulis: Nur Fadilah (Putri Inspirasi Banyumas Tahun 2020)
Sering kali aku melihat berita di televisi ataupun membaca berita online maupun di sosial media seperti “Anak petani raih cumlaude dan lulusan terbaik”. Atau anak supir angkot, anak tukang, becak, anak kuli bangunan, anak pedagang, dan masih banyak profesi lainnya yang anaknya bisa kuliah dan bisa menjadi lulusan terbaik.
Sejatinya kalau dipandang dari segi ekonomi dan profesi itu bukanlah satu-satunya yang menjadi tolak ukur. Karena apapun profesinya tidak selalunya menentukan tingginya penghasilan ekonomi seseorang. Jadi meskipun sering kali dipandang sebelah mata, namun realitanya bisa jadi berbeda. Karena gaya hidupnya berbeda. Rumah biasa saja, pakaian itu-itu saja, makan sederhana metik dari pekarangan rumah, tidak ada hutang, tidak ada cicilan, dan segalanya sederhana. Tapi justru biasanya khususnya orang yang tinggal di desa yang paling kaya justru yang hidupnya paling sederhana, paling semangat bekerja, dan tak gengsi bekerja apapun jua. Jadi penampilan tidak selalunya menjadi tolak ukur.
Lalu selain dari segi profesi apa lagi yang membuat orang takjub? Ialah mental dan mindset.
Sepengalamanku dulu waktu mau masuk SMK bareng adikku. Kedua orang tua berbeda pendapat. Yang satu cenderung khawatir tidak sanggup membiayai sekolah kedua anaknya sekaligus. Sedangkan yang satunya justru sangat mendukung. Ia berpikiran pasti bisa dan mampu membiayai, rizki pasti akan ada. Bahkan aku yang kala itu sudah gap year selama dua tahun, lagi kerja di Semarang disuruh pulang katanya sudah didaftarin ke SMK. Aku berpikir sehari semalam, ga bisa tidur uring-uringan. Akhirnya aku terima dan pulang ke rumah. Sampai ditawari gaji 3× lipat sama bos asal tetap bekerja. Namun aku memilih megambil kesempatan untuk sekolah lagi. Tapi berkali-kali bos manggil dan njemput ke rumah karena belum pas mendapatkan orang yang baru, baru sehari atau tiga hari minta pulang. Yah begitulah namanya orang bekerja haruslah niat betul-betul, harus punya jiwa bertanggung jawab sama pekerjaan, patuh sama bos, tulus, rajin, mengikuti aturan bos, sabar dan kuat menghadapi kehidupan selama bekerja. Karena yang bersabarlah yang akan kuat bertahan. Kalau tidak sungguh-sungguh ya tidak betah.
Alasan mama daftarin sekolah karena kasihan adiknya lanjut SMK, masa kakaknya tidak. Karena mama melihat aku kerja bawa dua tas besar. Yang satu tasnya isinya buku, yang satunya isi beberapa baju. Dan akhirnya aku dan adikku sekolah SMK sambil nyari uang saku tambahan dengan sambil berjualan agar mencukupi kebutuhan di luar biaya pendidikan, juga supaya bisa menabung agar tak begitu merepotkan orang tua. Belajar dengan baik, tidak / ora neko-neko.
Selain kekhawatiran tidak bisa membiayai juga berhubungan dengan peran orang tua untuk membimbing dan mengarahkan dalam setiap perjalanan hidup anaknya. Namun tidak semua orang tua mampu dalam hal tersebut, karena keterbatasan ilmu dan berbeda dunia kehidupan dengan dunia yang anak jalani. Jadi ketika memiliki anak yang pintar sekolahnya, anaknya bisa jadi akan gagal karena orang tua tak bisa mengarahkannya. Sehingga untuk dapat sukses di dunianya, anak harus berjuang keras dan begitu berat secara mandiri kuat mental dan mencari informasi dari orang lain yang dapat membimbing dan mengarahkannya. Sedangkan orang tua yang sekolahnya tinggi dan berkarir, bagaimanapun kondisi ekonominya umumnya akan lebih mengutamakan pendidikan anaknya, juga dapat membimbing juga mengarahkannya.
Maka dari itu kadang anak yang pintar di sekolahnya ataupun di perguruan tinggi dengan segudang prestasi, tidak selalunya akan bekerja sesuai jurusan ataupun bekerja sesuai ekspektasi. Sebab tidak kuat mental, kurang bimbingan pula, tidak ada yang mengarahkannya, minim wawasan dan pengalaman. Padahal skillnya pun banyak. Namun kadang tak ia sadari. Sedangkan yang nilainya biasa saja dan juga tak berprestasi justru akan menempati posisi yang tinggi karena bantuan arahan dan dorongan bimbingan orang tuanya mejadikan mentalnya kuat tuk bertahan dan menggapai kesuksesan.
Untuk itu sebagai orang biasa, apapun ku coba di waktu sekolah, meski pernah gagal berkali-kali dalam beberapa hal. Agar ku tahu, agar paham, agar dapat sedikit saja wawasan dan pengalaman. Karena di kehidupanku zaman sudah sangat canggih, apalagi kelak di zaman anakku. Setidaknya kelak aku bisa sedikit mengarahkan dan mengajak diskusi anakku bagaimana untuk mencapai tujuan dan impian diri sendiri. Belajar dari orang-orang yang pernah gagal dan sukses dalam menggapai impiannya.
Pelajar di Jateng Selatan Wilayah Barat Daya Mulai Belajar Mulok Bahasa Ngapak & Sunda