Oleh : Sri M Awaliyah (Guru SD di Kab. Bandung)
Sebuah video yang memperlihatkan ratusan karyawan yang berdemo di sebuah pabrik di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ramai di media sosial. Dalam video itu, terlihat ratusan karyawan berkerumun di halaman pabrik. Diduga mereka terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bandung, Rukmana, membenarkan adanya kejadian itu. (bandungkompas.com)
Salah satu penyebab badai PHK yang kerap disorot publik adalah kebijakan impor pemerintah yang tidak berpihak pada industri lokal. Pasalnya, regulasi ini berdampak pada menurunnya daya saing industri lokal, sedangkan pada saat yang sama negara juga memfasilitasi masuknya bahan baku serta barang jadi ke pasar domestik. Akibatnya, banjir produk impor di pasar domestik membuat kinerja industri yang padat karya menjadi lesu dan berimbas pada meningkatnya tren PHK.
Dalam sistem ekonomi Islam, terdapat sejumlah konsep yang mengatur masalah perdagangan maupun ketenagakerjaan secara khas. Kedua masalah ini termasuk dalam pembahasan ekonomi yang memerlukan peran negara untuk menyelesaikannya. Beberapa konsepsi ini antara lain, pertama adalah negara (Khilafah), memiliki wewenang penuh dalam mengelola perdagangan luar negeri. Negara diperbolehkan untuk melakukan impor sejumlah produk atau bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri. Kendati demikian, sebagai negara yang mandiri, Khilafah wajib berusaha untuk memberdayakan para ahli agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan dapat dihasilkan di dalam negeri. Ukuran pertumbuhan ekonomi dilakukan di sektor riil. Pemerintah maupun swasta dilarang mengembangkan sektor nonriil. Peningkatan ekonomi dan bisnis dalam sistem ekonomi Islam fokus pada pengembangan sektor pertanian, perdagangan barang dan jasa (baik domestik maupun internasional), pengembangan sektor nonpertanian, serta kerja sama bisnis yang terbentuk dari berbagai syirkah atau kemitraan untuk membantu para investor yang tidak memiliki keahlian bisnis dengan para pengusaha yang memerlukan dana untuk memperluas usaha mereka.
Negara dapat memaksimalkan pemasukan melalui SDA yang terkategori sebagai kepemilikan umum dan dikelola secara mandiri oleh negara. Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kepemilikan umum tersebut dalam hadis, “Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud). Dalam penuturan Anas ra., hadis tersebut ditambah dengan redaksi “wa tsamanuhu haram” (harganya haram). Artinya, dilarang untuk diperjualbelikan.
Dengan menjalankan perannya sebagai pengelola SDA secara mandiri, negara tentu akan memberikan peluang banyak lapangan kerja. Walhasil, negaralah yang memiliki peran utama dalam mengontrol ketersediaan lapangan kerja, bukan dunia industri (swasta).
Untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan secara menyeluruh, negara harus memberikan perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam rangka menstimulus daya beli masyarakat, negara harus mampu menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas khususnya bagi laki-laki sebagai qawwam dengan berbagai mekanisme. Hal ini bisa saja dengan membuka lapangan kerja di berbagai sektor, memberikan modal bisnis, iqtha’ (pemberian), dan lainnya. Seluruh mekanisme ini dijalankan untuk memastikan agar rakyat mampu memenuhi kebutuhan asasi mereka secara menyeluruh.
Dalam tataran teknis, negara tentu membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mewujudkan kemaslahatan umat sebagai implementasi dari tugasnya sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Dengan kekayaan alam yang dimiliki, negara mampu memberikan pelayanan maksimal dalam memenuhi kebutuhan rakyat, menggaji para pegawai negeri di setiap departemen melalui konsep APBN berbasis baitulmal, alih-alih menerapkan pajak yang mencekik ekonomi rakyat. Paradigma inilah yang menjadi pembeda antara konsep Islam dengan sistem lainnya seperti kapitalisme maupun sosialisme.
Wallahu ‘alam bishowwab