Senin, Januari 20, 2025

Investasi Digenjot, Akankah Mewujudkan Lapangan Kerja Bagi Rakyat ?

Oleh :  Yuli Ummu Shabra (Ibu Rumah Tangga)

Dilansir dari media detik jabar.com.bandung, yang menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung (PemKab) Bandung, akan terus menggenjot para investor untuk melakukan investasi di wilayah Kabupaten Bandung. Pasalnya, wilayah tersebut memiliki potensi wisata dan cita rasa kuliner yang telah melesat ke dunia.

Menurut Pejabat Sementara (PJs)Bupati Bandung, Bapak Diky Ahmad Sidik, mengatakan, bahwa saat ini Pemkab Bandung terus mengupayakan peningkatan investasi, sehingga para pelaku usaha terus didorong untuk melakukan investasi di Kabupaten Bandung. Dia menyatakan, bahwa di awal tahun 2024, investasi di Kabupaten Bandung sudah mencapai angka Rp. 8,1 Triliun, dari target investasi tahun 2024 sebesar  Rp. 8,9 Triliun.

Saat membuka kegiatan Bandung Regency Investment Summit ( BRIS), Di Hotel Sunshine, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Dicky berharap dengan adanya acara tersebut, dapat menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan investasi. Hadirnya para investor ini sering dipandang juga sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, dengan menghadirkan lapangan kerja bagi masyarakat. Benarkah demikian?

Dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekularisme liberal, kehadiran para investor memang sangat disambut baik, agar menanamkan modalnya dalam berbagai bidang, termasuk sektor wisata dan kuliner, yang dipandang masih berpeluang besar untuk memberi keuntungan, selain dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Namun pada kenyataannya, kehadiran para investor tersebut tidak serta -merta menguntungkan bagi masyarakat. Bukti di lapangan menunjukkan, bahwa angka pengangguran dan kemiskinan semakin tinggi, apalagi setelah terjadi badai PHK beberapa bulan yang lalu di Kabupaten Bandung, semakin menambah jumlah pengangguran. keberadaan para investor yang berbisnis di Kabupaten Bandung dapat menghadirkan lapangan pekerjaan, hanyalah dalam jumlah yang minim, sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan. Selain itu, para investor lebih memikirkan keuntungannya sendiri. Sehingga pemerintah seharusnya tidak menyandarkan pada para investor dalam memenuhi masalah lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Belum lagi, penerapan UU Omnibus Law Cipta Kerja, yang menguntungkan para investor yang melakukan investasi, dengan leluasa bisa menjalankan bisnisnya, sementara masyarakat yang menjadi pekerja dalam posisi yang dirugikan. Kalau pun investasi menjanjikan adanya lapangan kerja, tetapi tidak semua rakyat bisa terserap. Investasi hanya menjanjikan pekerjanya dapat gaji, tetapi tidak menjanjikan gajinya itu mampu mencukupi segala kebutuhan sandang, pangan, dan papan, apalagi pemenuhan hak lainnya, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Sistem kapitalisme memang tidak memiliki konsep pemenuhan kebutuhan rakyat individu per individu.Indikator yang dipakai hanya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang dihitung secara general ( umum), sedangkan segala hak itu dibutuhkan oleh masing masing individu rakyat.

Lantas bagaimana mungkin setiap rakyat bahkan pemerintah di negeri ini masih berharap pada investasi bahkan pada sistem kapitalisme?Menggenjot investasi swasta hanya menjadikan pemerintah tidak mandiri, bergantung pada para kapitalis, yang dapat mempengaruhi dalam membuat kebijakan. Pada akhirnya, investasi akan menjadikan negara lepas tangan terhadap urusan-urusan rakyat, dan menyerahkannya kepada swasta, baik dalam maupun luar negeri.

Padahal di dalam Islam, sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di negeri ini, memiliki aturan yang komprehensif, termasuk dalam pengaturan investasi. Kegiatan investasi (permodalan) wajib terikat pada aturan Islam, yaitu bahwa para investor yang ingin melakukan investasinya harus memahami dan mematuhi aturan Islam.

Syariat Islam menetapkan bahwa pengembangan harta, termasuk berinvestasi (menanamkan modal), diatur dalam bentuk syirkah (kerjasama bisnis), antara pihak pemodal (investor) dan pengelola. Perkara yang dibisniskan tentu yang sesuai syariat, tidak boleh dalam hal yang haram, misal terkait miras, judi, dan kemaksiatan lainnya. Kedua pihak harus saling ridha, terkait akad yang ditetapkan.

Adapun terkait investasi asing (luar), Islam membolehkan dalam ranah kerjasama individu, (antara individu asing dan rakyat), itupun individu asing dari negara kafir yang terikat perjanjian damai, bukan yang dalam kondisi memerangi.

Dalam konteks negara, Islam tidak membolehkan bekerja sama investasi dengan investor (kapitalis) asing, apalagi dengan negara asing, karena investasi asing (kufur) dijadikan sebagai alat (utang) penjajahan. Selain itu, karena hubungan luar negeri antara negara Islam dengan negara lain adalah Dakwah Islam. Jikapun ada hubungan ekonomi, hanyalah dalam hal perdagangan, semisal negara Islam boleh mengekspor komoditas dalam negeri yang berlimpah. Kalaupun terpaksa mengimpor komoditas dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan rakyat, sifatnya sementara, hingga negara akhirnya dapat mandiri.

Inilah pengaturan (ri’ayah) urusan rakyat dalam Islam yang menjadi kewajiban negara dalam memenuhi hak-haknya, bukan sekedar terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan atau papan, melainkan juga hak hidup aman, sehat, mendapatkan keadilan, menuntut ilmu, serta hak untuk bahagia berkeluarga, dan untuk menerapkan agama secara menyeluruh ( kaffah), sehingga terpenuhi hak mereka untuk hidup secara manusiawi ( sesuai fitrahnya).
Wallahu’allam Bisawwab

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine

Berita Terbaru