Kamis, Mei 22, 2025

Himpitan Ekonomi Dalam Sistem Kapitalisme Merusak Fitrah Keibuan

OLeh  : Yuli Ummu Shabira (Ibu Rumah Tangga)

Dalam suasana memperingati Hari Ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke- 79, dan meriahnya upacara kemerdekaan Republik Indonesia di ibu kota negara yg baru (IKN), yang menghabiskan dana yang sangat besar, ternyata di sisi lain kehidupan masyarakat Indonesia sedang tidak baik baik saja, terutama bagi masyarakat yang mengalami himpitan ekonomi yang semakin berat. Salah satunya adalah seorang ibu yang telah kehilangan akal sehatnya dan rusak fitrah keibuannya, karena telah menjual bayi yang baru dilahirkannya.

Hal tersebut sebagaimana dilansir dari Media.Tempo.co. Medan, tertanggal 16 Agustus 2024, yang menyatakan, bahwa pelaku penjual bayi yang tertangkap berinisial SS (27), karena telah tega menjual bayi yang baru dilahirkannya seharga Rp. 20 juta melalui seorang perantara di daerah wilayah Medan kota.

Wakil kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort kota Besar Medan, AKP. Madya Yustadi, mengatakan bahwa transaksi jual beli bayi terjadi pada hari Selasa pada tanggal 6 Agustus 2024, di sebuah Rumah Sakit Daerah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Kasus jual beli bayi ini, bukan merupakan kasus yang pertama kali terjadi, banyak kasus- kasus serupa, atau yang tidak kalah mirisnya seperti kasus eksploitasi anak, kasus kekerasan pada anak, kasus perdagangan anak, dan kasus lainnya yang melibatkan anak- anak sebagai korban.

Sebagian besar penyebab utama kejadian- kejadian tersebut adalah karena alasan himpitan ekonomi. Akibat para suami sebagai kepala rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan yang kurang, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya, dan mendorong para istri untuk bisa membantu suami mencari nafkah tambahan. Tanpa keahlian yang memadai, di tengah lapangan kerja yang sulit, sementara kebutuhan hidup tidak dapat ditunda, akhirnya jalan pintas sering diambil untuk memecahkan masalah, yang sering kali mengarah pada kriminalitas.

Inilah bukti dari kegagalan sistem kapitalisme liberalisme yang diterapkan di negeri ini, dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, sehingga tidak mampu menyejahterakan rakyat. Sementara itu, biaya hidup semakin berat karena mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, juga kebutuhan mendasar seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Disis lain, hidup dalam sistem kapitalisme pun nyatanya tidak memberikan keuntungan bagi para perempuan, sekalipun lapangan kerja bagi perempuan terbuka, yaitu di dunia industri sebagai buruh kasar dan murah. Bahkan seringkali perempuan lah justru yang menjadi tulang punggung keluarga demi menopang perekonomian keluarga.

Standar kebahagiaan hidup kapitalisme yang dilandaskan pada banyaknya raihan materi, telah menjadikan perempuan dengan sukarela akhirnya meninggalkan kewajibannya di tengah keluarga, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Bahkan rela bertukar peran dengan para suami, yang tinggal di rumah akibat tidak bekerja.

Inilah yang pada akhirnya menggerus fitrah keibuan para perempuan, apalagi jika mereka tidak mendapatkan kesempatan kerja, suami menganggur, keberadaan anak justru dianggap beban hidup, hingga mengambil jalan pintas, salah satunya dengan menjual anaknya, demi mendapatkan materi. Sungguh sistem ini telah merusak manusia hingga lebih rendah dari binatang sekalipun.

Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita menjadikan Islam sebagai pedoman dalam kehidupan kita. Islam telah menetapkan, bahwa tugas nafkah adalah pada pundak seorang laki-laki dewasa (sudah baligh dan mampu). Sementara perempuan jika sudah menikah, wajib berperan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sebagai ibu dia wajib mengasuh anaknya, dan bersama suami mendidik anak mereka untuk menjadi sebaik-baiknya manusia, yaitu yang berkepribadian Islam.

Namun, semua peran itu dapat berjalan maksimal, jika didukung oleh lingkungan dan negara. Oleh karena itu, Islam telah menetapkan bahwa keberadaan pemimpin berperan sebagai pengatur urusan rakyatnya (raa’in), yang akan memastikan rakyatnya dapat terpenuhi hak-haknya, sehingga mampu menjalankan kewajiban mereka.
Rasulullah Saw bersabda :
” Al imam (khalifah) adalah raa’in atau pengurus rakyatnya dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.
( HR. Bukhari)

Satu tanggung jawab negara adalah menyediakan lapangan pekerjaan dengan seluas- luasnya, bagi para laki laki yang bertanggungjawab atas nafkah keluarganya, sehingga dia mampu memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan.

Selain itu, kebutuhan terhadap layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan, dijamin oleh negara, secara gratis, sehingga rakyat mudah dalam mendapatkannya. Hal tersebut dapat terwujud, ketika pengelolaan sumber daya alam (SDA ) yang melimpah dikelola oleh negara secara amanah sesuai dengan aturan Islam yang shahih. Karena pada hakikatnya, SDA merupakan milik rakyat secara umum, sehingga hasil dari pengelolaannya diberikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan Islam melarang pengelolaan SDA diserahkan kepada individu atau sekelompok orang.

Di samping itu, para perempuan tidak wajib bekerja, sehingga akan fokus dalam menjalankan kewajibannya seorang istri dan ibu yang mengasuh anak- anaknya tanpa pusing memikirkan untuk mencari materi dalam memenuhi kebutuhan hidup, dari pemenuhan pangan hingga biaya kesehatan dan pendidikan, sehingga akan membuat peran atau fungsi ibu dalam keluarga lebih optimal, dan para ayah juga berperan optimal menjadi pemimpin keluarga. Mendidik anak- anaknya secara baik, sehingga fitrah ibu akan terjaga dengan baik, tanpa ada tekanan dari himpitan ekonomi karena kebijakan yang zalim.

Inilah sedikit gambaran tentang pengaturan Islam dalam kehidupan, yang dapat memenuhi kebutuhan manusia, baik kebutuhan jasmani maupun naluri serta akal mereka, karena Islam datang dari Zat yang menciptakan manusia, Yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi manusia dan kehidupannya. Sejarah umat manusia, termasuk sejarah kaum muslimin telah membuktikan hal tersebut, mulai dari kehidupan kota Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad, dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, hingga masa pemerintahan berikutnya dari Bani Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah.

Wallahu’allam bisawwab..

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru