Koran SINAR PAGI (Bandung)-, Masalah korupsi yang tidak henti-henti di negeri ini menjadi pekerjaan rumah bagi lembaga pendidikan dan para pendidik atau tokoh masyarakat.

Ketua Umum Perkumpulan Pendidik Pancasila dan Civics, Dr. Ida Rohayani, S.Pd, M.Pd, menjelaskan program pendidikan anti korupsi khususnya untuk pelajar dan mahasiswa, berawal dari wacana perubahan karakter, sebab melihat fenomena yang terjadi seputar maraknya korupsi yang dinilai sangat merugikan negara dan masyarakat.

“Prilaku korupsi tumbuh karena hilangnya atau terkikisnya budaya malu, padahal dahulu awalnya bangsa Indonesia termasuk sebagai bangsa yang dikenal pemalu dan jujur. Terkikisnya budaya malu di antaranya disebabkan oleh kebebasan berekpresi di media sosial dan globalisasi atau menularnya budaya asing ke generasi bangsa. Maka peran pemerintah diharapkan mampu memfliter hingga mengantisipasi penyebab permasalahan tersebut. Serta para pendidik berupaya maksimal untuk menguatkan kemampuan pelajar mahasiswa memfliter apa yang tidak baik untuk dirinya” jelasnya saat wawancara bersama jurnalisindependenbersatu.com tentang “Membangun Generasi Nasionalis & Anti Korupsi” (31/8/2024)

Menurutnya hilangnya sifat malu membuka celah berprilaku curang atau kebiasaan mencontek di lingkungan pelajar untuk eskalasi. Selain itu hilangnya kedisiplinan yang dianggap biasa, secara tidak langsung dapat menjadi awal dari korupsi waktu. Sehingga hal itu kedepannya dapat mendorong untuk terbiasa mengambil sesuatu yang bukan haknya atau mencuri uang negara.

Selain dari pengaruh lingkungan sekitar. Seseorang yang terjerumus oleh korupsi juga disebabkan oleh kondisi kepepet atau keadaan yang mendesak untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Dihadapkan dengan adanya godaan uang yang dikelola atau kewenangan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi cara yang ditempuh melalui melanggar aturan.

Selanjutnya Dr. Ida Rohayani, S.Pd, M.Pd, menceritakan masih adanya kebiasaan yang dianggap baik, namun justru itu dapat mengarah kepada korupsi ialah menolong sahabat dengan memberikan jawaban soal dan menolong anggota keluarga untuk memuluskan karir atau masuk dunia kerja yang cenderung seperti memberikan ikannya, bukan kail/pancingannya. Maka untuk menghindarkan kebiasaan itu perlu penguatan proses pendidikan yang dapat menguatkan kepercayaan diri, kemandirian atau tidak tergantung kepada orang lain.

Dr. Ida Rohayani, S.Pd, M.Pd, mengungkapkan untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, saat ini pemerintah menghadirkan program pendidikan yang kontekstual agar mudah dijalankan sebagai praktik  baik di lingkungannya. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) program yang sangat cocok untuk abad ke 21. Melalui pelaksanaan Kurikulum Merdeka lembaga pendidikan dapat memaksimalkan pendekatan saintifik yang didukung IPTEK /  ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengarahkan pelajar atau mahasiswa berpikir kritis serta mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Selain itu memberikan bekal antisipasi terhadap celah terjadinya korupsi di lingkungan kerja bagi para pelajar atau mahasiswa yang akan lulus dari bangku sekolah atau kuliah.

Ada yang namanya Scaffolding metode pembelajaran yang tingkat dukungan pendidik atau orang tua disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa atau mengurangi pertolongan untuk menumbuhkan kemandirian. Maksudnya jika anak mulai dewasa, maka harus ada proses pendidikan yang difokuskan untuk mengurangi ketergantungan kepada orang tua. Dalam konsep tripusat pendidikan peran orang tua itu sangat berpengaruh. Namun karena keterbatasan ilmu untuk mendidik anaknya, justru anak semakin manja, bukan menjadi semakin mandiri ketika bertambah usianya”ucapnya

Misalnya dalam hal penerimaan siswa baru, ada anak yang minta proses pendaftarannya seutuhnya diurus oleh orang tuanya. Karena dorongan itu orang tua melakukan berbagai cara untuk mewujudkan keinginan anaknya. Kadang orang tua meminta bantuan kepada orang dekat atau orang yang berpengaruh, bahkan memanipulasi data diri dan prestasi agar anaknya masuk sekolah yang dituju dengan melanggar aturan.

Padahal masa peralihan dari SMP/MTs ke SMA/MA/SMK merupakan waktu yang tepat untuk menumbuhkan kemandirian. Pada waktu itu orang tua harus tau atau bersikap tepat antara perannya membimbing atau pendampingan yang terbatas, bukan mewakili seutuhnya untuk anaknya. Karena sudah banyak proses-proses yang seharusnya dapat ditempuh oleh siswa secara langsung, tanpa harus diwakili orang tuanya.

Perkumpulan Pendidik Pancasila dan Civics kehadirannya sangat berperan untuk mendukung target pemerintah seputar pencegahan atau pemberantasan korupsi. Seperti melalui advokasi membantu dunia pendidikan untuk mewujudkan keadilan bagi semua pihak. Melalui pembelajaran sadar hukum perihal adanya hukum-hukum di negara yang harus dipatuhi.

Selama ini Perkumpulan Pendidik Pancasila dan Civics juga telah terjalin kolaborasi dengan APH / Aparat Penegak Hukum, BPIP / Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia dan lembaga lainnya yang memiliki peran strategis yang menguatkan nasionalisme dan ideologi Pancasila.

Sebagai guru dan dosen apakah ada pesan atau paradigma yang perlu disampaikan agar dapat menumbuhkan kesadaran anti korupsi bagi semua pihak?….

“Sadar atau anti korupsi dapat muncul ketika adanya komitmen dari semua pihak, mereka yang ada di rumah, lingkungan masyarakat, lembaga pendidikan atau lingkungan kerja. Komitmen kepada 3 hal yaitu patuh kepada aturan, pola kehidupan dan ajeg bermakna kukuh / tidak goyah” ungkapnya

Media Cetak Diprediksi Lebih Menyehatkan Akal Pikiran Dibandingkan Media Sosial