Oleh: Heni Ruslaeni
Kabupaten Bandung menjadi wilayah langganan banjir saat musim penghujan tiba, terutama daerah yang berdekatan dengan sungai citarum seperti Baleendah dan Dayeuh kolot. Ditambah lagi daerah tersebut adalah daerah padat industri, maka tak heran jika genangan air kerap kali merendam jalan dan pemukiman warga setempat.
Banjir tersebut kerap kali mengganggu mobilitas dan tentunya merugikan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini menjadi perhatian pemerintah pusat, oleh karenanya pemerintah berupaya menyolusi permasalahan banjir tersebut dengan membuat kolam Retensi Andir sebagai pengendali banjir di Kabupaten Bandung.
Kolam Retensi Andir ini dibuat oleh presiden jokowi dengan luas daerah tangkapan air hingga 149 hektare (ha) dan dilengkapi dengan pompa 3 unit berkapasitas masing-masing 500 liter/detik. Adapun fungsi pompa tersebut untuk menyerap genangan banjir sehingga genangan air pada jalan raya tidak berlangsung lama. Pembangunan nya dimulai pada bulan Desember 2020 lalu dengan dana sebesar Rp141 miliar.
Kolam retensi hanya sedikit menyelesaikan persoalan banjir, karena faktanya, wilayah Dayeuhkolot masih sering dilanda banjir. Maka perlu diperhatikan wilayah serapan air yang saat ini cenderung terjadi alih fungsi lahan, baik pertanian atau pariwisata. Sehingga kita butuh solusi menyeluruh agar efektif dan efisien, supaya ketika dana yang digelontorkan begitu besar, maka ada penyelesaiannya persoalan atas paradigma kapitalis, tentunya jika menggunakan paradigma Islam dengan konsep Riayah maka akan mampu menyelesaikan semua persoalan.
Dampak-dampak buruk yang telah disebutkan di atas tidak lain karena ulah tangan manusia melalui regulasi alih fungsi lahan. Semua ini menjadi malapetaka bagi alam, manusia, dan kehidupan. Watak rakus penguasa kapitalistik berupaya mengubah lahan-lahan hutan dan pertanian menjadi lahan-lahan yang bernilai ekonomi dan komersial, seperti pembangunan perumahan, hotel, pertambangan, dan sebagainya
Pengelolaan SDA yang bersifat kapitalistik terbukti menjadi penyebab perubahan iklim. Kerusakan lingkungan banyak terjadi akibat pengelolaan SDA yang serampangan oleh swasta. Kapitalisme membolehkan SDA diprivatisasi atau dikelola oleh pihak swasta demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Setiap individu dapat memiliki semua hal, tidak ada larangan dan batasan sama sekali.
Berbeda dengan Islam yang menjadikan SDA yang menentukan hajat hidup orang banyak sebagai kepemilikan milik umum, milik bersama yang tidak boleh diprivatisasi. Misalnya hutan, sumber air yang langka, tambang minyak dan gas maupun tambang lain yang kandungannya cukup banyak, serta hal lain yang sifatnya tidak dapat dimiliki individu, seperti laut, sungai, dan jalan. SDA tersebut harus dikelola negara dan tidak boleh diserahkan kepada individu atau swasta.
Negara memiliki tugas dan fungsi sebagai pelindung dan pelayan bagi rakyatnya. Oleh karenanya, SDA yang ada akan dikelola sebaik-baiknya demi kepentingan rakyat. Hutan misalnya, akan dijaga karena fungsinya sebagai paru-paru bumi, sebagai daerah tangkapan dan cadangan air tanah, serta pencegah bencana banjir dan longsor. Jika ada hutan yang rusak, negara akan melakukan reforestasi dan akan menindak tegas jika ada yang melakukan deforestasi.
Dengan menerapkan ini saja, perubahan iklim dan pemanasan global akan dapat dihindari. Sungguh penerapan sistem Islam akan menjadi solusi dan mendatangkan keberkahan karena datang dari Sang Pencipta Alam yang Maha Sempurna. Demikianlah keseriusan Khilafah dalam melakukan mitigasi komprehensif sejak aspek hulu sehingga bisa mencegah terjadinya bencana dan meminimalkan jumlah korban. Inilah sistem yang layak kita tegakkan. Wallahualam bissawab.