Oleh : Amanah Tya (Ibu Rumah Tangga)
Sebagaimana kita Ketahui.. rumah tangga di Indonesia yang menempati rumah kumuh berdasarkan laporan Badan pusat Statistik (BPS), terdapat 7,94% menempati rumah kumuh.
BPS Mengategorikan sebagai rumah kumuh jika sebuah hunian tidak memenuhi komponen ketahanan bangunan, kecukupan luas tempat tinggal, serta kepemilikan akses akses terhadap layanan sumber air minum dan sanitasi yang layak.
“penomena rumah kumuh menunjukan bahwa dalam realitasnya, masyarakat miskin sulit mengakses rumah layak huni yang sesuai kebutuhan nya.
” Alhasil masyarakat miskin mencari hunian yang murah berlokasi dekat pusat kegiatan, tetapi kondisinya tidak layak alias tinggal di rumah kumuh.
“Alih alih fenomena rumah kumuh ini hilang, justru terus berlanjut, bahkan penguasa mengklaim dengan program dengan program yang dijalankan telah terjadi penurunan jumlah rumah kumuh, tetapi mirisnya, penurunan tersebut blum menihilkan rumah kumuh, kondisi semacam ini seharusnya tidak boleh ada.
Seharusnya seluruh masyarakat dapat tinggal di rumah layak huni,
Sejatinya ketika tata kola perumahan diserahkan kepada oowrator, maka targetnya adalah bisnis, yaitu mendapatkan ke untungan sebesar – besarnya, bukan untuk membantu rakyat miskin. “sudah tentu hal ini akan memicu tingginya harga rumah yang makin memberatkan rakyat miskin.
Dengan demikian, berbeda dengan sistem islam memiliki konsep tata kola perumahan yang jika di terapkan secara kaffah mampu menjamin rakyat mengakses rumah layak huni, nyaman, harga terjangkau, dan syar,
“Ketika ada rakyat miskin yang membutuhkan rumah layak huni, negara harus mengupayakan dana yang di butuhkan untuk menjamin akses rumah yang dibutuhkan tersebut. Bahkan penguasa bisa memberikan gratis rumah layak huni kepada rakyat miskin tanpa syarat.
Oleh karena itu berbagai kemudahan yang di berikan negara dalam sistem kehidupan islam meniscayakan terwujudnya pengentasan rumah kumuh.
Wallahu’alam bishwaab.