Olen: Sari Setiawati (Ibu Rumah Tangga)
Tidak terasa umat Muslim sudah memasuki Tahun Baru 1446 Hijriah. Ada anjuran mulia dari agama ini setiap terjadi pergantian waktu, yakni merenungi kondisi diri, baik secara pribadi maupun sebagai umat: apakah dengan pergantian masa diri kita semakin baik di hadapan Allah SWT? Apakah kita semakin taat dan bersungguh-sungguh menjalankan syariah-Nya? Ataukah kita tidak berkembang, dan malah semakin menjauh dari petunjuk-Nya dan mengulang kesalahan-kesalahan yang sama?
Tahun Baru Hijrah identik dengan peristiwa Hijrah Nabi saw, yakni saat beliau meninggalkan negeri syirik (ardh asy-syirki) yang penuh kejahiliyahan (Mekah) menuju Madinah yang menyatakan kesiapan mereka untuk melindungi Nabi saw dan menerapkan aturan Islam dalam kehidupan mereka. Makkah yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw. dan kaum Muslim adalah negeri yang menjalankan aturan-aturan jahiliah. Masyarakat Arab jahiliah di Makkah saat itu mempertahankan sistem kehidupan mereka; syirik, perdukunan dan takhayul, perjudian, riba, perzinaan, kecurangan dalam perdagangan, ketimpangan ekonomi, penindasan terhadap perempuan dan kaum dhuafa, serta fanatisme kesukuan, dll. Lalu
Rasulullah saw. mendakwahkan Islam untuk mengubah secara total peradaban dan aturan-aturan kehidupan jahiliyah saat itu.
Walhasil, dakwah Rasulullah saw. berbenturan keras dengan kekuasaan kaum musyrik Quraisy yang mempertahankan status quo di Makkah dengan sistem jahiliahnya. Karena itulah Rasulullah saw. mulai mendakwahi berbagai kabilah di luar Makkah dan memohon kepada Allah SWT agar diberi kekuasaan yang dapat mengokohkan dakwah Islam.
Peristiwa Hijrah Nabi saw. bukanlah dalam rangka melarikan diri atau ber-’uzlah, tetapi demi menegakkan penerapan aturan Allah yang menjalankan sistem kehidupan Islam. Madinah akhirnya menjadi masyarakat Islam pertama. Dari Madinahlah kekuasaan dan dakwah Islam tersebar ke seluruh negeri dan kabilah. Hingga wafatnya Baginda Nabi saw., masyarakat Islam telah meliputi Jazirah Arab. Umat manusia pun berbondong-bondong memeluk Islam karena menyaksikan kemuliaan dan keadilan penerapan Islam.
Hal yang patut diperhatikan oleh umat bahwa kondisi jahiliah bukanlah terbatas pada zaman dan kondisi tertentu. Jahiliah adalah sifat yang identik dengan kondisi yang bertentangan dengan ketentuan syariah Islam. Keadaan ini ternyata terjadi pula hari ini sekalipun di negeri yang mayoritas muslim, seperti negeri ini.
Buktinya, hari ini umat hidup dalam sistem jahiliah modern, yakni sistem sekularisme-liberalisme, yang menjauhkan ajaran agama (Islam) dalam kehidupan, dan hanya dibatasi pada ibadah ritual, keluarga dan akhlak. Manusia dibebaskan dalam melakukan apapun, dengan alasan hak asasi manusia (HAM). Akibatnya, tingkat pergaulan dan seks bebas di Tanah Air terus meningkat, bahkan dilakukan sejak usia remaja. Pada tahun 2023, BKKBN mencatat bahwa sebanyak 60 persen remaja usia 16-17 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Lalu pada usia 14-15 tahun ada sebanyak 20 persen dan pada usia 19-20 sebanyak 20 persen.
Selain itu, negeri ini mengalami darurat judol akut akibat tidak tegasnya kebijakan dalam menghentikan operasinya yang masif sejak tahun 2017. Pinjaman online (pinjol) yang berbasis riba, dihalalkan, di sisi lain rakyat terus dibebani dengan kenaikan pajak dan pungutan seperti Tapera. Sementara itu kekayaan alam justru diserahkan kepada swasta dan asing untuk dieksploitasi.
Di tengah masyarakat, kesenjangan ekonomi semakin dalam. Satu persen orang super kaya menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Pada saat yang sama, tahun 2022, menurut FAO ada 16 juta lebih warga Indonesia yang mengalami kelaparan, dan menurut Kemenkes ada 7 juta anak alami gizi buruk.
Dalam ranah politik , demokrasi yang dijalankan saat ini dengan filosofi vox populi, vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) justru sering melahirkan kebijakan yang merugikan rakyat, seperti UU cipta kerja, UU Minerba, UU Omnibus Law, dll yang sangat nyata jauh dari kemaslahatan rakyat dan malah berpihak pada oligarki. Dalam demokrasi rakyat hanya dibutuhkan suaranya di bilik suara, bukan di gedung legislatif.
Oleh karena itu, untuk terjadinya perubahan, umat harus meninggalkan sistem kapitalisme sekularisme liberalisme yang telah menyebabkan keterpurukan rakyat di seluruh bidang kehidupan, dan menerapkan aturan Sang Khalik yang memahami apa yang dibutuhkan oleh manusia. Nabi saw bersabda:
” Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah” (HR al-Bukhari).
Tidak cukup sekadar hijrah secara pribadi, seperti memperbaiki ibadah dan akhlak pribadi. Lebih dari itu, hijrah menuju perbaikan masyarakat yang baru, yang Allah ridhai, dan memberi kebaikan kepada manusia, melalui penerapan aturan Allah saja, dalam seluruh aspek kehidupan.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []