Oleh : Sri M Awaliyah (Guru SD di kabupaten Bandung)
Kepala Desa merupakan jabatan pemerintahan yang dipilih oleh warga yang memenuhi syarat sebagai Pemilih melalui proses demokrasi atau Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Sementara pengangkatan dan pelantikannya dilakukan oleh Bupati/Walikota berdasarkan hasil Pilkades. Namun di Desa Cangkuang Kulon Kecamatan Dayeuhkolot untuk jabatan Kepala Desa kini harus diisi oleh Pjs. Pjs Kepala Desa adalah Pegawai Negeri Sipil dari Pemeritahan Daerah Kabupaten yang diangkat oleh Bupati/Wali Kota menjadi Penjabat Kepala Desa, yang melaksankan tugas dan wewenang Kepala Desa. Diketahui Kepala Desa Cangkuang Kulon sebelumnya diisi oleh Cecep Ahmad tetapi Cecep Ahmad mengundurkan diri karena mencalonkan diri sebagai Calon anggota DPRD Kabupaten Bandung dan digantikan oleh Pjs Kades Agus Ali yang menjabat sebagai Kasi Trantib di Kelurahan Pasawahan Kecamatan Dayeuhkolot. Diketahui Bahwa Desa Cangkuang kulon akan melaksanakan Pilkades pada tahun 2027 dan tidak akan ada Pilihan Antar Waktu (PAW) jadi langsung ke Pilkades nanti tahun 2027. Disinggung tentang adanya double jabatan hingga adanya penambahan insentif untuk Agus Ali sebagai Pjs Desa Cangkuang Kulon,menurutnya itu sebuah reward untuk Agus Ali. (www.mediakasi.com)
Fenomena double jabatan dalam sistem demokrasi sekuler adalah suatu kewajaran, karena di sistem ini kebebasan menjadi landasan termasuk tugas memimpin rakyat, dianggap sebagai hal yang biasa tanpa memperhatikan periayahan yang terbaik kepada rakyat sehingga bebas saja apabila di jabat oleh Pjs sekalipun. Sebenarnya bukan masalah reward atau insentif tambahan yang jadi persoalan, melainkan kemampuannya atau keahliannya bisa tidak meriayah umat sekaligus mengerjakan tugasnya yang lain, bukan hanya sekedar memperoleh reward karena alasan pemangku jabatan merangkap dua tugas sekaligus, yaitu sebagai PJs Kades dan Kasi Trantib.
Dalam Sistem Islam, yang terpenting mengurusi urusan umat secara profesional, efektif, dan efisien. Namun tetap memperhatikan jalannya periayahan terhadap warganya. Namun bisa dibayangkan jika double amanah dikerjakan dalam satu waktu. Mengurusi urusan rakyat bukan hanya sekedar masalah teknis. Namun mengaping pemahaman masyarakat serta menjaga agar kemashlahatan mereka tetap berjalan sesuai tuntunan syariat Islam. Dalam sistem Islam pula yang menciptakan masyarakat Islam, yang bergerak dan dinami serta beramal demi kepentingan Islam. Dalam pergerakan ini akan sangat mudah diketahui kemampuannya, keikhlasannya, pengorbanan dan sifat-sifatnya tanpa harus mengkampanyekan dan mempromosikan dirinya kepada saudara-saudaranya. Sehingga, jika ada individu dalam komunitas ini yang terlihat lebih baik dari yang lainnya mereka otomatis akan diminta menjadi pimpinan mereka.
Sedangkan masyarakat sekarang yang dicengkeram oeh sistem kapitalis sekuler liberal, menilai pemimpin dari kekuatan materi dan status sosial. Parameter mereka adalah keduniaan. Sehingga ketika memimpin mereka membangun fisik saja melupakan membangun jiwa. Bukankah kebahagian itu dimulai dari jiwa, baru raganya. Bahkan lagu kebangsaan kita ada lirik yang berbunyi, “Bangunlah Jiwanya, bangunlah raganya untuk Indonesia Raya.” Keadaan seperti ini akan mengakibatkan adanya bisnis kekuasaan. Seorang yang sudah mengeluarkan dana dalam jumlah besar untuk mendapatkan jabatan, terdorong untuk mendapatkan kembali uang tersebut. Kalau bisa lebih. Selain itu, ia akan berusaha mempertahankan jabatannya. Karena ia menganggap itu adalah sumber penghasilan.
Alhasil hanya Islam satu-satunya yang bisa menyelesaikan semua itu, dengan Islam masyarakat diberikan jaminan ketentraman dan penjagaan bukan hanya penjagaan sosial namun juga penjagaan keimanan, serta dalam Islam tidak akan pernah ada pemimpin yang double jabatan atau double posisi karena negara akan memastikan setiap pemimpin meriayah umatnya dengan pelayanan yang terbaik, karena dalam Islam para pemimpin menyadari semua perbuatannya akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.
Wallahu ‘alam bishowwab