Sabtu, Januari 18, 2025

Pelaku Pengeroyokan Ciparay Masih Pelajar

Oleh : Susi Trisnawati

Miris sekali hidup di akhir zaman seperti sekarang ini, yang mana hari ini boleh jadi kita modern, namun di balik kemodern itu bukan tambah ketenangan, atau beban jadi berkurang justru menambah kesedihan, kekhawatiran yang luar biasa.

Dimana tidak miris, sedih dan khawatir, kejahatan semakin banyak dan sadis. Kenakalan remaja berubah menjadi kejahatan yang disertai dengan kekerasan yang bisa melukai sikorban, bahkan menghilangkan nyawa sikorban. Mirisnya lagi saat ini kita bisa saksikan para pelaku kasus-kasus permasalahan kejahatan sadis pelakunya masih berusia muda, masih remaja usia sekolah.

Dan motifnya pun beraneka ragam, macam-macam, ada yang karena urusan balas dendam, hubungan terlarang, saling ejek di media sosial hingga bully atau perundungan. Terbaru ada kasus terjadi di bulan april, ada enam pelaku pengeroyokan di Ciparay Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ditangkap jajaran Satuan Reserse Ktiminal ( Satreskrim) Polresta Bandung. Kepala Kepolisian Resoty Kota ( Kapolresta ) Bandung, Kombes Pol Kusworo mengatakan, keenam pelaku terdiri dari 2 pelaku dewasa AP (19) dan A ( 20), kemudian empat lainnya masih berusia 15 dan 16 tahun berstatus pelajar, aksi mereka terekam kamera CCTV dan viral di media sosial.

Pelakunya masih pelajar, dan yang menjadi korban kebrutalan pengeroyokannya pun masih remaja seusianya. Menurut Kusworo menjelaskan, pengakuan, motif pelaku melakukan pengeroyokan korban lantaran cembur. Sebab korbsn Hamdani Mustofa (22) dan Aldi Ardiansyah (24) pernah bertemu salah satu pasangan pelaku.

Di perjalanan pulang, para pelaku bertemu dengan kedua korban. Salah satu motor pelaku memeoet korban dan menyuruh berhenti. Tiba-tiba salah satu pelaku memukul korban diikuti dengan pelaku lainnya. Bahkan, sambung Kusworo, korban Hamdani dipukul menggunakan batu hingga terluka dibagian tempurung kepala bagian belakang, korban dirawat di Rumah Sakit Al-Ihsan, karena tempurung kepalanya ada yang bolong dihantam benda tumpul dan kondisinya kritis. Atas perbuatannya para pelaku dijerat dengan pasal 170 ayat 2 dengan ancanam hukuman 9 tahun penjara.

Saat ini Kenakalan remaja makin merajalela, kenakalan-kenakalan itu berubah jadi sebuah kejahatan yang di sertai dengan kekerasan, masa muda merupakan fase ketika manusia berada di titik produkivitas yang tinggi. Semangat mereka membara dengan dukungan fisik yang tangguh. Kreativitas pemuda selalu mengundang decak kagum masyarakat. Sayangnya, potensi besar pemuda ini berkelindan dengan berbagai problem akut yang justru membajak potensi mereka.

Ditambah dunia digital yang akrab dengan dunia generasi kita saat ini ibarat dua sisi mata uang. Ada peluang, tetapi jebakannya pun banyak. Dunia maya yang menawarkan banyak kemudahan, tidak sedikit menjebak pemuda dalam berbagai masalah. Ingat kasus kriminal yang terjadi di Makasar dengan motif penjualan organ? Menurut pengakuan pelaku, hal itu dilakukan karena terinspirasi dari dunia maya.

Belum lagi gim maupun film yang membuat remaja mudah banget untuk meniru visualisasi yang mereka saksikan. Sikap dan pikiran mereka seakan terformat untuk mempraktikkan di dunia nyata. Walhasil, begitu tersulut emosi, penyelesaiannya dengan kekerasan.

Untuk eksistensi diri pun tidak sedikit dari remaja yang meraihnya dengan menantang maut. Sobat muslimah tentu masih ingat remaja yang tewas saat membuat konten dengan menabrakkan diri ke truk yang sedang melaju. Berani banget, ya? Padahal itu amat berbahaya.

Membahas setiap sisi kehidupan generasi muda tidak lepas dari arah pandang mengenai kehidupan, berikut sistem yang melingkupi manusia. Tindakan yang manusia lakukan pada dasarnya ditentukan oleh pandangannya mengenai kehidupan.

Pemahamannya mengenai dari mana ia berasal, apa tujuannya di dunia ini, dan hendak ke mana setelah kehidupan dunia akan menuntun setiap tindakan manusia. Ini pula yang bakal mengontrol segala perilaku remaja. Jadi, tidak asal dan tidak berpatokan pada kesenangan semata.

Oleh karenanya, mendiagnosis masalah remaja saat ini harus berawal dari memahami apa yang menjadi landasan berpikir mereka. Setiap hendak melakukan tindakan, pasti akan ada berbagai pertimbangan berdasarkan pemikiran tadi.

Jika kembali pada pembentukan pemikiran yang berdasarkan pada pemahaman mengenai dari mana manusia berasal, apa tujuan hidup di dunia, dan hendak ke mana setelah kehidupan ini, niscaya tidak akan ada manusia yang berbuat dengan mengandalkan perasaan atau bahkan mengedepankan emosi saat bertindak. Sayangnya, sistem sekuler saat ini membuat remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja. Padahal, Allah bakal meminta pertanggungjawaban manusia kelak di akhirat.

Islam memandang berbagai problem remaja saat ini, salah satunya karena mereka tidak memiliki paradigma berpikir yang khas. Khas karena tuntunannya menyentuh tataran akhirat, bukan hanya dunia. Tindak kriminal yang remaja lakukan tetap terkategori sebagai pelanggaran terhadap syariat.

Dalam Islam, siapa pun yang telah balig, maka sudah terbebani hukum syarak. Jika sistem hukum saat ini masih mengategorikan usia remaja sebagai anak-anak, dalam Islam berbeda. Patokannya, ya pada usia balig itu. Dalam beberapa kasus kriminal yang pelakunya berusia remaja, masyarakat mulai kritis terhadap sistem hukum yang berlaku saat ini. Khususnya mengenai kategori hukum untuk usia belasan tahun. Pasalnya, kejahatan yang mereka lakukan levelnya mafia, lo.

Balig adalah fase ketika manusia sudah memahami apa saja yang terkategori baik dan buruk maupun terpuji dan tercela. Fase ini pula yang harusnya membuat seorang hamba menyadari bahwa seluruh amal perbuatannya bakal dihisab kelak pada hari kiamat.

Khalifah Utsman bin Affan pernah memerintahkan untuk memeriksa tanda balig yang ada pada seseorang yang melakukan tindakan kriminal. Saat tahu bahwa ia telah balig, maka Khalifah Utsman memerintahkan untuk memproses sang pelaku. Jadi, dalam Islam, penting banget bagi seseorang untuk memahami sandaran hukum perbuatan ketika ia balig. Aspek personal, keluarga, juga lembaga pendidikan wajib bahu-membahu membingkai pemikiran mengenai syariat pada anak.

Langkah yang tepat agar remaja tidak memandang bahwa hidup di dunia ini adalah akhir dari segalanya yakni dengan memahami tujuan hidup di dunia ini untuk apa. Pemahaman akan tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, bakal menuntun remaja untuk melakukan perbuatan berlandaskan rida Allah SWT.

Pemahaman ini pula yang akan mengontrol tingkah laku remaja dalam kehidupan sosial. Walhasil, cita-cita mewujudkan generasi rabani bukan angan-angan semata. Sistem yang menerapkan agama dalam kehidupan adalah jawaban atas berbagai problem yang melanda remaja saat ini.

Agar kasus kriminal remaja tidak terus berulang, pahami Islam sebagai alternatif hukum yang ideal, yaitu yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menenteramkan jiwa. Wallahu’alam bishshawab.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine

Berita Terbaru