Sabtu, Maret 22, 2025

Beras Semakin Mahal dan Langka

Oleh : Rukmini

Harga beras di pasaran kian melambung tinggi, semua jenis beras baik medium maupun premium mengalami kenaikan rata-rata di kisaran Rp 16-17 ribu perkilo.
Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan pihaknya melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bandung terus melakukan monitoring ke sejumlah pasar agar kenaikan tidak terlalu melambung, dan memastikan stok cadangan beras masih dalam kondisi aman hingga tiga bulan ke depan.

Kenaikan harga beras ini disebabkan karena produksi padi sedang langka. Menanggapi kenaikan dan kelangkaan beras ini Dicky Anugerah selaku Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bandung bersama jajarannya aktif melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Kementerian Perdagangan, ini dilakukan dengan fokus untuk memastikan ketersediaan dan distribusi beras yang cukup dan menjaga stabilitas pangan masyarakat di wilayah Kabupaten Bandung.
Dengan kelangkaan dan mahalnya komoditas beras, Perum Bulog Kanwil Jabar akan menyalurkan Bantuan Pangan sebanyak 44 ribu ton perbulannya ke pasar tradisional maupun modern.

Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat, harga beras yang mahal tentu akan menyusahkan setiap orang. Kenaikan harga dan kelangkaan beras sudah lama menjadi permasalahan. Bagi masyarakat kenaikan harga beras akan menjadikan mereka tidak bisa membeli beras dalam jumlah yang layak.
Salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras. Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar beromzet triliunan rupiah, mereka mampu mempermainkan harga dan menahan pasokan beras.

Di dalam sistem Kapitalisme, monopoli beras maupun komoditas strategis lainnya merupakan hal yang jamak. Konsep invisible hand dan akumulasi modal dalam liberalisme ekonomi ala Kapitalisme telah melahirkan persaingan bebas yang pada akhirnya dimenangkan para pemilik modal besar. Seperti inilah keburukan pengaturan dari negara berideologi Kapitalisme, negara mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan para pemilik modal dengan memonopoli hajat kebutuhan rakyat.
Sangat berbeda dengan sistem Islam ketika mengatur urusan pangan. Negara dalam paradigma Islam sebagai periayah (pengurus) bukan sebagai regulator sebagaimana pemimpin dalam sistem Kapitalisme. Politik ekonomi Daulah Islam akan menerapkan kebijakan pangan agar petani tidak merugi dan konsumen mampu menjangkau harga pangan yakni beras.
Pemerintah seperti ini digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits beliau :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatya”.
(HR al-Bukhari)

Di dalam negeri sistem Islam berperan sebagai pelaksana syariat Islam serta pengurus bagi urusan rakyatnya. Sementara keluar negeri, negara ini mengemban dakwah dan jihad.
Dalam mengemban fungsi tersebut meniscayakan negara Islam menjadi negara yang mandiri, yang tidak boleh bergantung kepada siapapun ataupun kepada negara lain dalam berbagai urusannya termasuk pemenuhan pangan rakyatnya. Untuk itulah pemerintah didalam sistem Islam akan serius untuk mengupayakan secara maksimal seluruh potensi yang dimiliki supaya kebutuhan pangan bisa disediakan secara mandiri dan optimal.

Langkah optimalisasi pengelolaan dilaksanakan dengan beberapa kebijakan yang sesuai dengan ketetapan hukum syariat. Kebijakan di sektor hulu (produksi) meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian. Sistem Islam akan menerapkan kebijakan pemberian subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan perluasan lahan pertanian yang diolah, untuk itu negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian tersebut, diantaranya adalah bahwa negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan menghidupkan lahan mati (ihyaul mawat), selain itu negara juga memberikan tanah pertanian (iqtha) yang dimiliki negara kepada siapapun saja yang mampu mengolahnya. Sungguh kemandirian pangan bukanlah hal utopis untuk diwujudkan dalam sistem Islam.

Wallahualam bissawab.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru