Oleh: Rindi Sartika (Ibu Rumah Tangga)
Pemilihan Umum yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali, sudah selesai digelar. Banyak warga yang begitu antusias berbondong-bondong untuk melakukan pencoblosan demi memilih pemimpin dengan pilihan mereka masing-masing.
Dikatakan Ketua Dewan Mesjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bandung, KH. Shohibul Ali Fadhil, M. sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) berhak untuk melakukan Pemilihan Umum ( Pemilu ) untuk menentukan pemimpin negara dalam lima tahun ke depan.
Pemilu yang digelar serentak pada Rabu, 14 Februari 2024, bukan hanya memilih Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia, tapi juga memilih anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
Pasca Demokrasi Pemilu kemarin, harapan masyarakat begitu tinggi kepada calon pemimpin yang telah mereka pilih. Ini ditandai dengan semangat mereka dalam menyimak hasil quick count, mereka menantikan dan menyaksikan siapa yang jadi pemenang di TPS nya masing-masing, apakah calon yang mereka jagokan menang atau tidak, yang padahal pemilu nyatanya tidak akan pernah bisa lepas dari praktik kecurangan didalamnya. Mulai dari hasil suara yang memang sudah tersistem, istilah serangan fajar pun kerap masih mewarnai, karena tetap saja masyarakat begitu mudah tergiur ketika diberikan lembaran uang oleh para paslon yang nilainya tidak seberapa, belum lagi banyak fakta di beberapa TPS, dimana surat suara tenyata sudah tercoblos oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Maka, apalagi yang bisa kita harapkan dari hasil pemilu jika keadaannya memang seperti demikian, padahal di tengah situasi negara yang masyarakatnya begitu jauh dari kata sejahtera, masyarakat tentu menyimpan harapan baru, mendapatkan pemimpin yang bisa membawa perubahan.
Perubahan untuk kemajuan negara, pemimpin yang lebih pro kepada kepentingan rakyat, juga pemimpin yang adil dan bijaksana yang tidak menyalahgunakan kekuasaan hanya untuk kepentingan pribadi dan partai.
Hidup di negara yang mengemban sistem demokrasi kapitalisme, membuat aturan-aturan yang diterapkan bukan lagi aturan yang datang dari Allah SWT, melainkan hukum atau aturan yang dibuat oleh manusia. Hukum begitu mudah diperjual belikan dan seakan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Alhasil, dengan nyata kita bisa melihat kebobrokannya di negara kita saat ini, masalah demi masalah tak kunjung usai, yang kaya semakin kaya, dan yang miskin justru semakin menderita. Permasalahan yang terjadi di negara kita tidak akan pernah mendapat solusi yang pasti selama memang sistemnya belum diubah menjadi sistem syariat islam. Seperti ibarat mobil yang rusak, tidak akan bisa kembali baik selama yang diganti hanya supirnya saja, bukan mesinnya. Begitupun negara kita, mau berapa kali bergonta-ganti pemimpin tidak akan pernah bisa mewujudkan negara yang maju dan masyarakat yang sejahtera selama sistem yang dipakai adalah tetap sistem kapitalisme. Bukan sistem islam dengan segala kesempurnaannya. Karena Syarat ideal menjadi seorang pemimpin bukanlah dia yang pandai memberikan janji-janji manis kepada rakyatnya, melainkan dia yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), dan mempunyai kemampuan (fathanah). Dan kepemimpinan seperti ini hanya bisa ditemui didalam sistem yang menerapkan sistem syariat islam. Bukan yang lain. Dimana pernah terjadi kesejahteraan mencakup hampir 14 abad lamanya. Dan itu adalah aturan islam.
Wallahualambissawab