Oleh : Ai Sumiati (Ibu Rumah Tangga)
Berdasarkan OECD, tingkat literasi Indonesia berada di peringkat 74 negara. Lalu berdasarkan UNESCO, Indonesia berada di peringkat 6 dari jumlah 61 negara. Ini membuktikan bahwa angka literasi di Indonesia masih terbilang rendah. Tentu ini menjadi kekhawatiran bagi negara kita karena akan berpengaruh pada peradaban generasi selanjutnya.
Hal ini disikapi oleh pemerintah Kabupaten Bandung sebagaimana dilansir dari WWW.PASJABAR.COM, dimana Pemerintah Kabupaten Bandung berusaha meningkatkan literasi dengan melaksanakan Jambore Literasi tingkat Kabupaten Bandung melalui Dinas Pendidikan yang diadakan di Resort Kecamatan Rancabali, Rabu(22/11/2023). Jamboree Literasi ini diikuti 1.200 peserta dari siswa SD dan SMP di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung.
Diungkapkan oleh bunda literasi Kabupaten Bandung Hj. Emma Dety Dadang Supriatna, bahwa gerakan literasi ini bertujuan untuk meningkatkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat sebagai upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia menuju generasi emas Indonesia tahun 2045.
Kurangnya minat masyarakat terutama generasi muda terhadap literasi dikarenakan mereka lebih tertarik dengan hal yang berbau audio visual daripada sekedar tulisan seperti buku dan media massa. Dunia media sosial dan kemajuan teknologi menyuguhkan berbagai informasi yang mudah. Konten-konten hiburan yang beragam membuat para milenial semakin asik dengan dunia maya ini. Akhirnya mereka lebih suka membuka Instagram, Tiktok, Tweeter dan lain sebagainya, daripada membaca buku yang membuat bosan dan ngantuk.
Disadari atau tidak, gaya hidup milenial hari ini serba liberal. Akhirnya mereka memandang hidup ini hanya mencari kesenangan dengan meraih apapun sebanyak-banyaknya.
Jadi, standar dalam memandang dan menghargai ilmu pun bergeser bahkan hilang. Mereka menganggap buat apa pintar kalau joget-joget saja bisa membuat kaya. Buat apa susah-susah belajar, ilmuwan pun kalah sama selebriti dan selebgram.
Itulah cara pandang orang liberal yang memandang kesenangan hanya seputar diri sendiri bukan kebermanfaatan diri kita bagi orang lain. Padahal salah satu persyaratan penting untuk membangun peradaban adalah buku. Tanpa buku suatu peradaban sulit bangkit. Karena didalam buku-buku itulah segala pengetahuan ditulis oleh pakar di bidangnya masing-masing. Pejabat dan masyarakat bisa mengakses buku untuk kepentingan yang beragam mulai dari hukum, sosial, teknologi dan lain sebagainya. Jadi tatanan masyarakat yang maju dan beradab bisa terwujud.
Liberal dengan Islam memiliki cara pandang yang berbeda dalam memandang ilmu dan berilmu. Islam mewajibkan Muslim/Muslimah untuk menuntut ilmu. Allah SWT akan mengangkat beberapa derajat bagi orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya, yang artinya:
“Niscaya Allah akan mengangkat(derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (TQS. al-Mujadilah [58]:11).
Orang yang berilmu juga akan dimudahkan jalan ke surga. Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang menempuh jalan mencari ilmu maka Allah akan dimudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Karena keutamaan ilmu dan orang yang berilmu sebagaimana ayat dan hadis diatas, Islam melahirkan ilmuwan kelas dunia yang namanya sampai terkenang sampai saat ini. Seperti Fatimah al-Fihri Muslimah pertama yang mendirikan universitas, ar-Razi bapak ilmu pembedahan, al-Khawarizmi, imam Bukhari dan masih banyak yang lainnya.
Pada masa Daulah Islam menyediakan pasilitas berupa gedung-gedung perpustakaan megah, koleksi-koleksi buku lengkap yang tentunya siapa saja boleh menikmatinya secara gratis.
Makanya pantas kaum Muslim pada masa Daulah Islam sangat bersemangat membaca dan belajar sampai menjadi ilmuwan. Dengan ilmu kita bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Wallahu’alam bishshawab