Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah RA, Ia berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi SAW senang mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir dan ketika bersuci bahkan dalam setiap perkara”. [HR Bukhari]
“Pada waktu mandi jangan basahkan kepala dahulu, apa bila basah & dingin darah akan mengalir kesemua kepala untuk memanaskan kepala. Jika ada saluran darah sempit dapat terjadi kondisi saluran darah pecah : Berikut cara mandi yang benar : 1. Pertama siramkan air di telapak kaki 2. Kemudian dilanjutkan dengan segayung dibetis 3. Segayung di paha 4. Segayung di perut 5. Segayung di Bahu 6. Berhentilah sejenak 5 – 10 detik.
Kita akan merasakan seperti uap/angin yang keluar dari ubun – ubun, setelah itu lanjutkan dengan mandi seperti biasa”. Begitulah isi pesan viral di medsos dan sudah banyak dicoba orang. Namun ternyata isi pesan tersebut dinyatakan oleh [health detik com] sebagai info hoaks. Demikian pula ditegaskan oleh [kominfo go id]. Tidak ada bukti secara medis bahwa membasahi kepala lebih dulu saat mandi dapat mengakibatkan stroke.
Ternyata ada juga pesan di medsos yang mengatakan bahwa urutan tatacara mandi di atas sebagai sunnah Nabi. “Disunahkan jangan langsung mandi, Rasulullah kalau mandi kakinya dulu di siram, tidak langsung mengguyur tubuhnya. Sesudah itu dilanjutkan mengguyur air ke pundak yang sebelah kanan”. Benarkah Nabi membasuh kaki terlebih dahulu?
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda :
أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى
“Aku mengambil air sepenuh dua telapak tangan sebanyak tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian aku tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” [HR Ahmad]
Dalam keterangan hadits ini, Rasul SAW malah mendahulukan membasuh kepala bukan kaki beliau. Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Maimunah, Rasul Saw mengakhirkan membasuh kaki ketika mandi besar. Maimunah, Istri Rasul berkata :
فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ صَبَّ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَغَسَلَ فَرْجَهُ وَمَا أَصَابَهُ ثُمَّ مَسَحَ بِيَدِهِ عَلَى الْحَائِطِ أَوْ الْأَرْضِ ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ غَيْرَ رِجْلَيْهِ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى جَسَدِهِ الْمَاءَ ثُمَّ تَنَحَّى فَغَسَلَ قَدَمَيْهِ
“Nabi SAW membasuh kedua tangan kemudian tangan kanan menuangkan air ke tangan kiri lalu membasuh kemaluan dan kotoran lalu mengusapkan tangan ke tembok atau permukaan tanah lalu beliau berwudlu sebagaimana wudlunya untuk shalat, kecuali kedua kakinya. kemudian menyiramkan air ke atas (seluruh badan)nya, kemudian beliau bergeser lalu mencuci kedua kakinya.” [HR Bukhari]
Setelah mengemukakan hal itu, lalu Maimunah berkata :
هَذِهِ غُسْلُهُ مِنَ الْجَنَابَةِ
Inilah mandi beliau dari janabat.” [HR Bukhari]
Dan dalam riwayat An-Nasa’i, Maimunah berkata :
هَذِهِ غِسْلَةٌ لِلْجَنَابَةِ
Inilah cara mandi dari janabat.” [HR An-Nasa’i]
Mengapa membasuh kaki diakhirkan? Al-Qurtubi berkata :
اَلْحِكْمَةُ فِي تَأْخِيْرِ غَسْلِ الرِّجْلَيْنِ لِيَحْصُلَ الْاِفْتِتَاحُ وَالْاِخْتِتَامُ بِأَعْضَاءِ الْوُضُوْءِ
Hikmah mengakhirkan membasuh kedua kaki (dalam Mandi besar) adalah supaya aktifitas mandi itu diawali dan di akhiri dengan anggota wudlu. [Fathul Bari]
Siti Aisyah RA juga menerangkan mandi janabah (besar) beliau. Ia berkata :
بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ
Beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu beliau menyela-nyelai pangkal rambut kepala, setelah itu kemudian beliau menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh permukaan kulit (badan) beliau.” [HR Bukhari]
Mengenai hadits ini, Imam Nawawi berkata : perkataan Aisyah “beliau berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat” ini yang jelas melakukan wudlu termasuk membasuh kaki. Sehingga Imam syafi’i memiliki dua pendapat yaitu (1) membasuh kaki ketika berwudlu dalam rangka mandi besar dan ini adalah pendapat yang lebih masyhur, (2) berwudlu (tanpa membasuh kaki sebagaimana riwayat Maimunah) lalu mandi besar dan diakhiri dengan membasuh kedua kaki. [Syarah Muslim]
Mengenai pernyataan di atas “membasuh badan bagian kanan terlebih dahulu”. Hal ini benar sesuai keterangan hadits utama di atas dan diperjelas lagi oleh Aisyah RA : “Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala,
ثُمَّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَا الأَيْمَنِ ، وَبِيَدِهَا الأُخْرَى عَلَى شِقِّهَا الأَيْسَرِ
lalu mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu mengambil air lagi untuk menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah kiri.” [HR Bukhari]
Dalam hadits mengenai mandi besar Nabi, pada bagian akhir Maimunah berkata :
فَنَاوَلْتُهُ ثَوْبًا فَلَمْ يَأْخُذْهُ فَانْطَلَقَ وَهُوَ يَنْفُضُ يَدَيْهِ
Lalu aku sodorkan kain (handuk) tapi Beliau tidak mengambilnya, lalu Beliau pergi dengan menggerak-gerakkan kedua tangan beliau (untuk mengeringkannya)”. [HR Bukhari]
Ibrahim An-Nakha’i berkata : “Tidak apa-apa (boleh saja) hukumnya menggunakan handuk. Rasul menolak memakai handuk supaya tidak dijadikan kebiasaan (bahkan keharusan)”. At-Taymi berkata : “Hadits tersebut menunjukkan bahwa Nabi terbiasa memakai handuk sebab jika beliau tidak terbiasa niscaya Maimunah tidak akan memberikan handuk kepada Nabi”. Ibnu Daqiqil Id berkata : “Perbuatan nabi mengeringkan air di tangan dengan digerak-gerakkan ini menunjukkan bahwa mengeringkan air (bekas wudlu atau mandi besar) dari anggota badan dengan memakai handuk itu tidaklah makruh, karena menggerak-gerakan kedua tangan dan memakai handuk keduanya adalah sama-sama aktifitas menghilangkan air dari anggota badan”. [Fathul Bari]
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa mengikuti sunnah Nabi dalam semua aktifitas semampu kita dan menyaring informasi supaya tidak tertipu dengan hoaks yang mengatas namakan sunnah nabi.
Penulis: Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!