Oleh : Sri M Awaliyah (Guru SD di Kab. Bandung)
Ketua komisi D DPRD Kabupaten Bandung mengatakan masih banyak PR bagi pemerintah dan Dinas Pendidikan antara lain PR di dunia pendidikan itu mulai dari kurikulum, kualitas lulusannya dan tenaga pengajarnya, fasilitas infrastruktur kemudian administrasinya. Ia pun merasa prihatin dengan fenomena terjadinya bullying di sekolah yang mengarah pada ganti rugi tuntutan kepada guru pengajar yang sudah memberikan hukuman kepada siswa sebagai bentuk kedisiplinan dalam mengajar. Bahkan beliau berkeinginan melakukan mitigasi fenomena anak saling membuly, melakukan kekerasan kepada sesama temannya. (bedanews.com)
PR pemerintah terutama dalam dunia pendidikan sedari awal memang tidak diselesaikan secara tuntas, program-program yang diluncurkan hanya sebatas prioritas tidak menyentuh akar permasalahan sehingga wajar bila kemungkaran-kemungkaran terjadi berulangkali. Jika kita amati, anak-anak saat ini telah dirusak dari segala arah. Mulai dari serangan sekulerisme liberal yang memisahkan agama dari kehidupan hingga kebebasan dalam menjalani kehidupan yang mereka inginkan. Ditambah minimnya peran pemerintah dalam membina moral dan akhlak bangsa.
Negara ini masih saja mengambil solusi-solusi kuratif ketimbang preventif. Tak kapok menjadi pemadam kebakaran daripada mencegah asal usul api. Program-program yang dibuat negarapun tak kunjung menjadi solusi, tak heran kejadian demi kejadianpun terus berulang bahkan kejadian pembullyan sampai menghilangkan nyawa manusia.
Bertambah miris ketika bullying justru terjadi di dunia pendidikan. Sekolah yang seharusnya menghasilkan lulusan cerdas, bertaqwa, dan berbudi pekerti luhur, nyatanya bertabur sekian aksi kekerasan dari bullying hingga klitih. Semua ini tak lepas dari aturan yang ditetapkan negara yang menerapkan sistem sekulerisme liberal Kapitalis yang membentuk masyarakat termasuk anak didik kian jauh dari agama. Perilaku mereka cenderung pada pencapaian kesenangan materiil secara bebas (liar). Bila begini ‘wajar’ kerusakan akan menjadi-jadi, dampak buruknya akan meluas, rusaklah aturan bermasyarakat.
Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam sangat melarang keras dan sangat tidak menganjurkan perilaku merendahkan orang lain. Sebagaimana penjelasan sebuah firman Allah SWT dalam surah Al Hujurat ayat 11.
Saat ini pendidikan terhadap pondasi keimanan sangat rendah pada anak atau generasi. Ejekan, cemoohan sudah biasa dilakukan dan pada akhirnya emosi tak kuasa dibendung dan menelan korban. Maka benteng pertahanan pertama dan utama anak adalah keluarga. Keluarga akan menjadi tempat pendidikan dan pembentukan karakter. Orangtua haruslah memberikan teladan kepada anak-anak mereka dalam berkata dan bersikap. Tak sedikit para pelaku bullying berasal dari keluarga yang rusak dan terjadi komunikasi buruk dari orangtua mereka.
Disisi lain ada anak yang meski sudah mendapatkan pendidikan terbaik dikeluarga, justru menjadi rusak ketika berada di lingkungan luar rumah. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa menjaga anak dan generasi bukan hanya tugas orangtua akan tetapi juga butuh peran dari negara dan masyarakat. Negara memiliki andil yang sangat besar dalam menyaring segala tontonan dimedia apapun yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter generasi.
Selain itu, sistem pendidikan yang dijalankan oleh negara sangat penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian generasi. Sistem pendidikan tersebut haruslah terintegrasi sejak pendidikan di sekolah dasar. Oleh karena itu untuk memutus siklus bullying pada anak dan generasi dibutuhkan sinergitas dari orangtua, masyarakat dan negara dengan penerapan aturan kehidupan yang sesuai dengan aturan Sang Pencipta yakni syariat Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab.