Oleh : Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
Saat kecil Saya belajar ngaji pada Ustadz Iki Nasihudin. Ustadz yang sangat soleh dan baik hati. Sambil menunggu sholat isya biasanya Saya memijit kaki dan punggungnya.
Sampai saat ini masih terasa punggung dan kakinya yang lembut, selembut hatinya. Sungguh kisah belajar agama saat kecil dan saat menua tak sama.
Kini Saya haus belajar agama pada ustad yang unik dan memberi pemikiran kebaruan. Sejumlah ustadz atau penceramah populer banyak yang tak menarik hati. Padahal jama’ah mereka jutaan.
Kini Saya belajar pada Sang Hafiz Qur’an dan pembaca injil yang baik, Dr. KH. Syaiful Karim namanya. Secara maya Saya belajar, sunggguh sangat memberi wawasan baru.
Banyak sekali perspektif Beliau yang terasa menyengat dan mungkin sejumlah orang melihatnya menyesatkan. Mengapa? Karena tidak populer. Bahkan Ia pun mengatakan Ia memilih jalan da’wah tak populer.
Ia pun mengatakan saat ini begitu banyak jamaah yang ikut-ikutan, ikut rame dan ikut kebanyakan. Kita umat muslim kurang kritis dan kurang memahami kedalaman dan keistimewaan Al Qur’an dengan baik.
Menurutnya, “Andaikan semua umat muslim mengerti, memahami dan mampu menjalankan pesan-pesan Al Qur’an dengan baik, sungguh sangat luar biasa”. Akan banyak kebaikan, keajaiban.
Ia pun mengatakan, “Bila hidup dijalani dengan ilmu yang baik dan benar, akan sangat indah dan penuh keajaiban yang akan menimpa diri kita”. Sayang menurutnya, kebanyakn kita kurang berilmu dan kurang sadar.
KH Syaiful Karim selain hafiz, Ia pun adalah ilmuwan/scientis. Menurutnya para penebar agama akan lebih baik bila ditopang oleh pengetahuan yang luas tentang manusia dan alam semesta.
Ia sangat menekankan tentang pentingnya kita semua untuk menjadi pribadi muslim yang maindfulness. Pentingnya kita semua sehat beragama, beragama secara holistik, tidak parsial, sepotong dan ikut-ikutan tanpa memahami.
Baginya Tuhan tidak di langit atau di bangunan Ka’bah dan dimana pun. Tuhan yang maha Esa ada dalam diri kita. Mulainya saat kita diciptakan dan ruh_Nya ditiupkan dalam diri kita.
Ia sangat dekat, Ia ada dalam diri kita, dalam pikiran dan terutama dalam nafas kita. Bila diri kita selalu negative thinking, berkata negatif, iri dengki pada sesama dan penganut agama yang lain, pasti dalam diri kita ada yang salah.
Bila Tuhan bersama dalam diri kita maka pikiran, hati, kata dan tindakan akan penuh kasih dan sayang. Allah itu pemberi, penyayang. Bila Ia ada dalam diri kita maka kita akan menjadi pemberi dan penyayang.
Ia pun mengatakan begitu banyak orang “mengesakan” Tuhan tapi tidak “Meng_Esa” bersama_Nya. Manusia harus manunggal bersama ruh Tuhan yang ada dalam diri kita.
Bila pikiran dan hati tertutup, gelap dan jauh dari kesadaran/maindfulness tentang kehadiran ruh Ilahi dalam diri, maka bahaya. Ibarat parasit yang tertutup, tidak terbuka akan mematikan Si Penerjun.
Menurutnya, kebanyakan kita melihat realitas kehidupan dengan mata fisik kita, bukan dengan mata hati, mata batin, mata qolbu. Mata spiritual yang tersambung dengan Tuhan akan lebih ajaib.
Mata batin, mata spiritual yang maindfulness jauh melampaui kemampuan mata fisik yang hanya melihat hal berwujud. Semua yang berwujud akan tiada dan binasa. Hal spiritual, ketuhanan dan maindfulness abadi.
KH Syaiful Karim mengajak kita semua untuk introsfeksi mendalam tentang kemusliman kita. Benarkah kita muslim, muslimkah kita? Muslim esensinya adalah orang yang sadar, terbuka akal pikir dan hatinya untuk memberi manfaat pada semesta.
Ia pun mengatakan bahwa kita terbuat dari pelukan dan cinta kedua orangtua kita. Mengapa saat lahir jadi bertengkar dan senang menghakimi orang lain. Bukankah kita terbentuk karena peluk cinta orangtua dan cinta Allah dengan meniupkan ruh_Nya?
Mari kita semua reflektif, muhasabah dan berbuat terbaik setiap hari. Waspada dengan masa lalu dan masa depan. Jangan sampai gegara masa lalu dan masa depan, hari ini menjadi tidak istimewa.
Baginya manusia adalah makhluk cahaya. Ia (kita) harus bercahaya, terutama pada sesama dan semesta. Ia pun mengatakan bahwa kita harus paham Nurullah, nur Muhammad, dan nur insan.
Diantara ciri bahwa kita muslim yang baik, diantaranya adalah selalu dirindukan orang lain. Bila tidak? Artinya ada yang tidak beres dalam diri kita. Waspada! Apalagi orang lain mendoakan kita segera tiada. Bukan dirindukan.