Senin, Februari 10, 2025

Meneguhkan Identitas Islam

Oleh : Juwita (Ibu Rumah Tangga /Pemerhati Sosial)

Pilpres (Pemilihan Presiden) 2024 memang masih jauh, namun demikian kehawatiran bahkan ketakutan kelompok radikal, sekuler dan anti islam terhadap kemenangan tampak
nyata. Trauma kekalahan Ahok dalam pilkada DKI Jakarta tahun 2017 benar-benar membekas dihati mereka. Khawatir jagoan mereka berikutnya yang di duga kuat merupakan boneka oligarki yang selanjutnya bakal kalah pilpres 2024.

Umat islam tentu tidak seharus nya terjebak dalam permainan, istilah yang digunakan oleh
kelompok radikal, sekuler dan anti islam alasannya:
(1) tudingan mereka sesungguhnya hanya membuktikan kemunafikan mereka. Faktanya setiap menjelang pilpres atau pilkada merekalah sebetulnya yang sering memainkan politik identitas atau melakukan politisi agama dengan cara memanipulasi identitas bahkan agama keyakinan mereka.

Aslinya calon-calon yang mereka dukung acap kali berasal dari kalangan radikal, sekuler dan anti islam bahkan dari kalangan nonmuslim.

Calon-calon yang mereka dukung itu sering kali mendadak islami tiba-tiba sering memakai sarung, koko, peci, tiba-tiba berkerudung,berjilbab, berkunjung ke pesantren.

Pesantren sowan kepada para Kyai dan diviralkan seolah-olah ingin menunjukkan kesolehan pribadinya, padahal aslinya ada yang di duga terlibat korupsi zalim terhadap rakyat kecil.
(2) tudingan mereka bertujuan agar umat islam meninggalkan identitas keislaman mereka dan tidak menggunakan kacamata islam dalam memilih pemimpin mereka.

Alloh Swt., telah memerintahkan hambanya agar memeluk islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya saat beribadah, tetapi dalam melakukan kegiatan lain, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, politik pemerintahan dan sebagainya.

Karena itu sejatinya seorang muslim adalah politikus. Sebabnya, politik dalam pandangan islam adalah mengurusi urusan umat dengan syari’ah islam, karena itu setiap politisi muslim wajib menguasai fikih islam dengan baik dan benar karena fikih tidak bisa dipisahkan, fikih solusinya, sedangkan politik cara bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan. Karena itu berpolitik dengan merujuk syari’ah islam hukumnya wajib seperti sholat, puasa, zakat, jihad dan haji dengan demikian fikih islam akan melekat di dalam politik tidak bisa dipisahkan sekaligus menjadikan politik memiliki identitas yang jelas, yakni islam.

Politik islam semacam inilah yang membedakan dirinya dengan politik sekuler, karena itu umat islam para tokoh islam para pemimpin partai islam, tidak perlu ragu lagi menunjukkan
identitas keislamannya. Alhasil tidak boleh seorang muslim meninggalkan syari’ah islam sebagai identitas dalam berpolitik. Selain itu, menampakkan identitas islam merupakan bagian dari syiar islam yang harus diagungkan sebabnya mengagungkan syiar islam adalah bagian dari ketakwaan kepada Allah Swt.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru