Oleh: SUKADI
(Praktisi Pendidikan, Kepala SMA Bina Dharma 1 Bandung)
Pengantar
Dalam tulisan terdahulu penulis pernah menyinggung persoalan pendidikan dan lingkungan hidup. Secara faktual ditemukan bahwa tingkat pendidikan seseorang tidak korelatif dengan kesalihan diri dan sosial. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang semakin besar kontribusinya terhadap kerusakan lingkungan hidup.
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi pendidikan seseorang semakin banyak keinginannya yang harus dipenuhi, dari mulai keinginan yang sesuai dengan kebutuhan dasarnya maupun keinginan-keinginan lainnya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut, manusia mengeksploitasi lingkungannya (alam semesta). Wajarlah apabila semakin banyak manusia dengan pendidikan tinggi, semakin cepat rusak lingkungannya. Al Quran surat Ar-Ruum ayat 41 telah mengingatkan kita, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Salah satu penyebab utama kenyataan ini ialah karena pelaksanaan dan pencapaian pendidikan kita lebih diorientasikan pada pencapaian kebutuhan hidup di dunia (hubbud dunya), meskipun tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 Tahun 2003 menekankan pada terciptanya manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. Kenyataannya, tujuan mulia itu tidak didukung dengan ikhtiar yang nyata untuk mencapai ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hal ini sangat berbeda dengan output pendidikan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Kala itu, pendidikan yang dilaksanakan Baginda Rasulullah SAW justru melahirkan manusia-manusia pejuang yang hebat untuk kehidupan sosial dan lingkungannya.
Semakin paham mereka dengan ilmu yang diajarkan Rasulullah SAW semakin sederhana hidup mereka dan lebih mengejar pada kehidupan sesudah mati daripada kehidupan dunia. Semua ikhtiar yang dilakukan diusahakan untuk menggapai kehidupan di akhirat.
Meluruskan Kembali Arah Pendidikan Kita
Sebenarnya, output pendidikan nasional yang diharapkan UU No. 20 Tahun 2003 sudah benar dan selaras dengan arah pendidikan yang dicontohkan Baginda Rasulullah SAW, yakni “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Namun, kendatipun tujuan tersebut begitu ideal, dalam pelaksanaannya masih perlu mendapat perhatian dari semua pihak, terutama mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, sehingga penyelenggaraan pendidikan mencapai tujuan nasional. Apa saja yang harus dilakukan agar pendidikan kita mencapai tujuan yang diharapkan?
Pertama, maknai betul fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Fungsi pendidikan nasional ialah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa pelaksanaan pendidikan harus memperhatikan kemampuan peserta didik.
Selanjutnya, potensi tersebut dikembangkan sehingga menjadi manusia yang memiliki watak dan peradaban yang baik. Peradaban yang baik digambarkan pada tujuan pendidikan nasional yakni beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Gungsi dan tujuan pendidikan nasional ini wajib menjadi acuan bagi semua pelaksana pendidikan, baik yang duduk di level pengambilan kebijakan maupun mereka yang duduk di persekolahan. Inilah yang harus menjadi acuan utama pendidikan kita, bukan meniru-niru dari bangsa asing.
Kedua, meniru Rasulullah SAW dalam melaksanakan pendidikan. Pendidikan dimulai dengan membangun tauhid (aqidah) yang benar. Anak-anak dibiasakan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT melalui berbagai cara dan media. Selain itu, anak-anak diajak untuk taat dan berbakti kepada kedua orang tua sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
Selanjutnya, untuk lebih menguatkan tauhid mereka, ke dalam diri anak-anak perlu ditanamkan sikap ihsan, yaitu sikap merasa diri selalu diawasi Allah SWT di mana pun dan kapan pun berada. Dengan sikap ihsan ini, anak-anak diharapkan mampu menjaga diri dari sikap dan perilaku yang bertentangan dengan ajaran Allah SWT.
Dengan sikap ini akan lahir kejujuran, rasa tanggung jawab, kepekaan sosial, takut berbuat maksiat, dan taat kepada segala apa yang diperintahkan Allah SWT. Setelah sikap ihsan tertanam dengan kuat, anak-anak perlu diajari bagaimana caranya beribadah kepada Allah SWT.
Dengan beribadah yang benar akan terpancar kesalihan pribadi dan sosial, sehingga melahirkan anak-anak yang berakhlakul karimah (berakhlak terpuji). Pendidikan gaya Rasulullah melahirkan manusia-manusia yang takut sekaligus taat kepada Allah aja wajalla.
Ketiga, pantau dan evaluasi secara terus-menerus pelaksanaan pendidikan. Pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan wajib terus dipantau secara kontinyu. Apakah pembelajaran yang dilaksanakan di satuan pendidikan mengarah pada tujuan pendidikan atau tidak. Jika tidak, pihak yang berwenang melakukan pelurusan.
Semua guru mata pelajaran wajib mengarahkan proses pembelajarannya pada tujuan nasional. Tidak asal menyelenggarakan pendidikan. Iklim pembelajaran harus diciptakan agar membentuk watak anak yang taat kepada Allah SWT, bukan sekedar mencetak anak-anak yang cerdas belaka.
Pemantauan dan evaluasi ini sangat penting sehingga ruh pendidikan tidak tercerabut dari tujuannya. Jika kita hendak jujur, selama ini ruh pendidikan jauh dari tujuan pendidikan nasional, sebab stressing pendidikan lebih diarahkan pada usaha mencapai keberhasilan/kesuksesan duniawi. Ini sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Keempat, wujudkan hasil pendidikan dalam praktik kehidupan. Kita sering menjumpai praktik kehidupan yang tidak selaras dengan tujuan pendidikan. Dunia pendidikan telah mencetak manusia-manusia yang berakhlak terpuji, namun dalam praktik kehidupan akhlak itu tidak lagi dipertahankan. Justru banyak pengrusakan hasil-hasil pendidikan dalam praktik kehidupan.
Anak yang saat sekolahnya memiliki integritas yang baik, begitu masuk dunia kerja integritas itu secara bertahap terkikis. Jika anak kuat mempertahankan integritasnya ia sering menjadi terasing atau tidak bisa diterima di dunia kerjanya. Di sini dibutuhkan sistem sosial dan sistem dunia kerja yang mendukung integritas yang baik. Peran pemerintah dan masyarakat sosial dalam hal ini sangat dibutuhkan. Hukum harus benar-benar tegak dan tidak memberikan peluang terhadap berkembangnya perilaku buruk dalam kehidupan.
Semoga gagasan ini sedikit memberikan bahan pemikiran bagi kita untuk me-reset upaya pencapaian pendidikan nasional melalui perbaikan langkah dan strategi pembelajaran di lapangan. Kita tidak boleh merasa puas diri dengan keadaan pendidikan yang ada selama ini.
Ikhtiar untuk terus melakukan perbaikan merupakan bagian dari upaya meningkatkan mutu pendidikan kita sehingga sampai pada muaranya, yakni menciptakan manusia-manusia yang taat kepada Dzat Yang Mahakuasa. Wallahu a’lam.