Perang Uhud Di Ruang Kelas

  • Whatsapp
banner 768x98

Oleh : Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.
(Praktisi Pendidikan)

Saat rapat dinas internal dewan guru SMAN 1 Parungpanjang banyak hal yang dinarasikan demi sukses bersama dalam memahami, melayani dan memuliakan anak didik. Terutama sukses melayani memuliakan anak didik di ruang kelas.

Saya sampaikan pada entitas dewan guru bahwa sekali pun ada Nabi Muhammad SAW dalam Perang Uhud, tetap saja kalah dan gagal. Musuh memenangkan peperangan dengan gemilang. Ini satu noktah sejarah para sahabat saat menghadapi pasukan Quraisy.

Mengapa kalah ? Diantara kekalahan itu karena pasukan tidak kompak, terutama pasukan pemanah yang ada di atas bukit turun ke bawah dan tergoda gonimah. Hanya karena hasrat pampasan perang maka peperangan berakhir menyedihkan, korban bergeletakan, termasuk Hamzah paman Nabi Muhammad SAW.

Saya sampaikan pada dewan guru pengajar mata pelajaran bahwa ruang kelas adalah bukit Uhud yang tidak boleh ditinggalkan. Bila ruang kelas sebagai identikasi Bukit Uhud banyak ditinggalkan atau guru sering terlambat masuk ruang kelas dan keluar meninggalkan kelas lebih cepat bahaya, sangat bahaya.

Apa yang akan terjadi bila ruang kelas sebagai Bukit Uhud sering ditinggalkan, sering kosong karena gurunya malas mengajar ? Bukan hanya korban nyawa sebagaimana banyaknya jatuh korban dalam Perang Uhud, melainkan korban masa depan anak didik dan bangsa kita.

Dalam Perang Uhud hanya 700 pasukan Muslimin dalam menghadapi pasukan Musyrikin yang jauh lebih banyak. Saat ini anak didik kita bukan hanya 700an, melainkan puluhan juta se Indonesia. Bila ruang-ruang kelas banyak yang kosong, guru lambat masuk kelas, sangat-sangat bahaya.

Suksesnya Perang Badar karena pasukan muslimin taat pada pimpinan yakni Nabi Muhammad SAW. Gagalnya Perang Uhud karena tidak taat pada pimpinan. Kepala Sekolah adalah pimpinan di satuan pendidikan, mereka adalah imam pendidikan di rumah ibadah pendidikan. Mereka harus ditaati sebagai imam agar “peperangan” dimenangkan.

Sebagai imam pendidikan tentu saja kepala sekolah harus lebih duluan hadir di medan satuan pendidikan dan pulang paling akhir.

Bila kepala sekolah datang terlambat, disusul keterlambatan gurunya maka anak didik akan menjadi korban buruknya layanan.

Proses pendidikan karakter dalam kemasan layanan akademik dan non akademik akan gatot, gagal total bila GTK di satuan pendidikan ada masalah di ruang kelas. Impian hadirnya profile pelajar Pancasila hanya impian halu, bila GTK di setiap satuan pendidikan “meninggalkan ruang kelas”.

Mari kita semua GTK (guru, kepala sekolah) terutama, untuk benar-benar menjaga sakralitas dan strategisnya ruang kelas ibarat strategisnya puncak Uhud dalam Perang Uhud. Sungguh mulia guru dan kepala sekolah yang selalu melayani anak didik dengan penuh semangat. Bekerja melintasi tuntutan formalnya.

Terutama entitas guru, sungguh mulia mereka. Mari kita sukseskan “perang budaya” dengan membentuk pertahanan di ruang kelas yang efektif, edukatif. Perang Badar, Abu Jahal mati dan Perang Uhud, sahabat Hamzah wafat. Risiko peperangan akan ada yang jadi korban. Jangan korbankan anak didik.

banner 728x90

Pos terkait

banner 728x90