Kamis, Januari 16, 2025

Iwan Hermawan Menyoal Dana Pendidikan

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikian)

Sosok Iwan Hermawan di publik guru Jawa Barat cukup terkenal. Kini di kalangan kepala sekolah pun mulai mengenali. Mengapa ? Karena Ia banyak “memprovokasi” terkait sejumlah kebijakan pendidikan. Hal paling hangat adalah terkait pendanaan pendidikan.

Iwan Hermawan adalah guru murni dan pejuang organisasi guru senior. Ia adalah guru merdeka sebelum jargon Merdeka Belajar versi Nadiem Makarim hadir. Sosok Iwan Hermawan selalu bebas mengaspirasikan sejumlah aspirasi guru dan menyoal dinamika pendidikan.

Terhangat terkait pendanaan pendidikan. Iwan Hermawan mengajak publik orangtua siswa yang mampu “wajib” menyumbang dana pendidikan pada sekolah SMA/SMK. Ia mengacu pada : 1) PP 48 tahun 2008, 2) PP 17 tahun 2010, dan 3) Pergub Jabar No 43 tahun 2020.

Bagi Iwan Hermawan aturan di atas cukup bagi sekolah untuk tidak ragu dan takut untuk menarik sumbangan dari orangtua siswa. Iwan menjelaskan bahwa tanggung jawab pendanaan pendidikan terdapat dalam PP 48 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”.

Selanjutnya Iwan pun menjelasakan bahwa dalam lampiran : Pergub Jabar No 43 tahun 2020 Tentang Pemberian Biaya Oprasional Pendidikan daerah pada SMA, SMK dan SLB Negeri Di Daerah Provinsi Jawa Barat dijelaskan dengan kalimat “Namun demikian, masyarakat yang berkemampuan dapat memberikan kontribusi untuk mewujudkan pendidikan yang lebih optimal’.

Dari narasi Iwan di atas nampaknya Ia hendak memberikan “advokasi” pada para kepala sekolah dan pihak dewan guru bahwa sekolah SMA/SMK/SLB memang dibolehkan untuk menarik sumbangan pendidikan dari para orangtua. Orangtua mampu, apalagi orangtua kaya raya malah “wajib sekali” menyumbang pada sekolah.

Beda antara sekolah pendidikan dasar (SD/SMP) dengan pendidikan menengah atau perguruan tinggi. Pendidikan dasar sepenuhnya dijamin oleh negara. Tidak boleh ada biaya atau iuran wajib. Pendidikan menengah dan tinggi pembiayaan harus “blended” dengan masyarakat atau orangtua.

Faktanya di lapangan, para kepala sekolah dan dewan guru tak mudah untuk mensosialisasikan pentingnya “Sumbangan Dan Pendidikan” dari para orangtua. Kisah oknum LSM, Ormas, Ombusman dan sejumlah pihak lain bisa “menyoal” terkait sumbangan pendidikan.

Di setiap sekolah itu ada Komite Sekolah. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 juga menyebut peran Komite Sekolah dalam memajukan sekolah terkait pendanaan pendidikan. Komite Sekolah “wajib” menggalang dana pendidikan. Tentu tidak dalam bentuk pungutan. Publik harus membedakan antara pungutan dengan sumbangan.

Penggalangan dana oleh komite sekolah itu berbentuk bantuan dan sumbangan, bukan Pungutan. Pasal 10 ayat 2 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menyebutkan bahwa “penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan“.

Sumbangan tidak ditentukan waktunya, tidak rutin, bantuan dan sumbangan berbeda dengan pungutan. Pungutan artinya jumlah uang sudah ditentukan termasuk waktu pembayarannya. Bagaimana bila orangtua siswa sepakat tanggal dan jumlahnya ? Ini bagian dari dinamika terkait sumbangan dana pendidikan.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine

Berita Terbaru