Pewarta: Mely
Koran SINAR PAGI (Cimahi)-, Sejak ricuh saat eksekusi terdakwa yang sedang sakit. Karena adanya perbedaan antara hasil pemeriksaan dokter dari Rumah Sakit dengan Puskesmas Cipageran. Tim pengacara mendatangi pihak Puskesmas untuk menelusuri hasil yang sebenarnya.
Saat bertemu dengan pihak kepala Puskesmas, drg. Iramawati Puspita Dewi, pengacara terdakwa Cahya Wulandari S.H menjelaskan kami bersama tim datang untuk menemui mempertanyakan dan menelusuri hasil pemeriksaan dokter di rumah terdakwa. Karena waktu itu pihak dokter pulang terlebih dahulu sebelum permasalahan selesai, jelasnya
Dokter yang memeriksa membuat kita kecewa dan geram, sempat kami video saat dokter mengucapkan kata-kata yang tak pantas dan menyakiti pihak keluarga terdakwa. Kami semua berharap sembuh, anak-anak lalu istrinya dan dokter pribadinya berupaya merawat mengobatinya agar terdakwa, jika sembuh nantinya dapat menjalani proses hukumnya. Tapi sang dokter justru mengucapkan, “Pak ini masih di dunia sudah seperti ini, apalagi nanti di Akhirat”. Kurang lebih mengucapkan seperti itu, apakah dibenarkan dokter mengucapkan kalimat itu?… disaat kondisi pasien terbaring sakit dan dalam perawatan dokter lain. Jadi intinya dokter puskesmas dengan dokter dari rumah sakit mengeluarkan pernyataan yang berbeda. Padahal dokter rumah sakit sudah mengeluarkan hasil rekam medis, dokumen berisi riwayat kesehatan, pemeriksaan, dan pengobatan terdakwa. Saat itu terdakwa benar-benar sakit, buktinya untuk berdiri saja tidak bisa, terdakwa berbaring dan tidak mungkin dibawa ke lembaga pemasyarakatan.
Saya minta dari pihak Puskesmas mengeluarkan sikap keputusan tertulis untuk bahan pertimbangan pelaporan kepada Ikatan Dokter Indonesia, Dinas kesehatan dan lainnya. Untuk ditindak lanjuti tentang kasus ini.
“Karena hasil pemeriksaan dokter di lokasi dan belum jelas dasarnya namun menyatakan sehat. Lalu pihak kejaksaan mengeksekusi terdakwa. Jadi menimbulkan kegaduhan di lokasi”
Saat pertemuan itu Kepala Puskesmas, drg. Iramawati Puspita Dewi menyampaikan saya juga tidak tau dasarnya dan baru kali ini dimintai dokter untuk mengecek pasien ke lokasi oleh pihak Kejaksaan. Meraka datang ke sini bertiga meminta bantuan secara lisan. Lalu saya tugaskan dokter Diani ke lokasi secara lisan juga. Apakah tidak ada dokter khusus di Kejaksaan sehingga meminta kepada pihak Puskesmas, kalau di Kepolisian kan ada?… jelasnya sambil bertanya.
Dari laporan dokter Diani, beliau sempat merasa tertekan karena dilokasi banyak orang (wartawan, pengacara & jaksa). Sebelumnya saya menyarankan pasien dibawa ke Puskesmas agar pemeriksaan lebih maksimal dengan dukungan alat medis disini. Dan sebaiknya antara dokter dengan dokter yang memeriksa memiliki keputusan yang sama. Sehingga tidak jadi masalah seperti ini. Saya mohon masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan, karena kami ahli medis sangat terbatas tentang masalah hukum. Saya minta waktu kedepannya untuk ngobrol terbatas dengan tim pengacara.
Kami sebenarnya sedang sibuk dengan penangan covid19. Karena masalah ini jadi beban tambahan pihak puskesmas. Saya akan ngobrol dengan pihak kejaksaan untuk kelanjutan masalah ini. Intinya kami sangat kurang pengetahuan tentang hukum.
Pada kesempatan itu Raja Panjaitan meminta pihak puskesmas mengungkapkan yang sebenarnya. Kita sepakat bahwa profesi kita diatas sumpah dan kode etik. Maka saya minta untuk kejelasan permasalahan ini. Pihak Puskesmas mengeluarkan sikap secara tertulis.
Saat dilokasi wartawan sempat mencoba mewancarai dokter Diani dihalaman Puskesmas. Saat dipanggil-panggil namanya untuk meminta waktu wawancara. Namun sang dokter justru terlihat tidak merespon berupaya menjauh dan pergi menggunakan kendarannya