Senin, Desember 9, 2024

Martabat Guru Dijatuhkan, Ditimpa Tangga !

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PB PGRI Dan Dewan Pembina PGRI Kota Sukabumi)

Beberapa hari Saya berpikir dan merenung terkait keputusan pemerintah “meniadakan” harapan guru menjadi PNS. Jalur PPPK menjadi pilihan baru sebagaimana di sejumlah negara maju pun melakukannya. Nampak pemerintah seperti benar dan sah-sah saja.

Namun bila kita dalami secara historis dan dilihat dari kacamata subjektif perasaan kebatinan guru di seluruh Indonesia ini sangat melukai perasaan. Ini namanya “demartabatisasi” profesi guru. Guru sudah jatuh, ditimpa tangga dan disuruh “menelan” tangga.

Guru oh Guru nasibmu. Saat PJJ disebut pemakan gaji buta. Ratusan ribu guru bekerja masih dibawah UMP/UMK/UMR. Masih ada kriminalisasi guru oleh orangtua siswa, oknum tertentu bahkan oknum penegak hukum. Plus politisasi profesi guru terjadi di setiap momen politik.

Guru oh guru nasibmu. Saat ini pemerintah melalui Kemen PAN RB dan Kemdikbud seolah “persepakat” bahwa guru semua akan di PPPK-kan. Rekrutmen guru tidak ada lagi jalur CPNS. Sekali lagi walau pun tujuan pemerintah mau melakukan “perbaikan” para ASN dan melakukan meritokrasi, namun tetap melukai kebatinan para guru. Perbaikan tapi melukai itu bahaya !.

Ketika Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan tidak adanya seleksi CPNS bagi guru sudah disetujui oleh Menpan RB Tjahjo Kumolo dan Mendikbud Nadiem Makarim. Ini nampak melukai perasaan kebatinan para guru. Seolah BKN, Men PAN RB dan Kemdikbud “bersekongkol” jatuhkan martabat guru.

PPPK dalam perspektif sejumlah guru adalah tenaga kontrak. Seolah “ngontrak” di negeri sendiri, bagaikan TKA yang ngontrak bekerja berbatas waktu. Perspektif ini masih kuat dalam entitas guru Indonesia. Kelahiran PPPK awalnya pun pro kontra, ditolak dan di demo. Akhirnya disepakati sebagai jalan tengah penyelesaikan rekrutmen guru.

Namun ketika saat ini semua guru baru mau di PPPK-kan menjadi aneh. Ini bertabrakan dengan UASN No 5 Tahun 2014 dan UURI No 14 Tahun 2005. Dalam UUASN pekerja ada dua jalur PPPK dan PNS. Dalam UURI No 14 dijelaskan bahwa martabat guru harus dilindungi atau dimuliakan. Hal ini bisa dipersepsi ada demartabatisasi profesi guru.

Sebagai pendidik, kepala sekolah, pengurus organisasi profesi guru dan setiap hari bersama guru, Saya tahu persis, apa pun logika pemerintah terkait mem-PPPK- an dirasa ada demartabatisasi guru. UUASN No 5 adalah jalan tengah, ada PPPK ada PNS. Jangan buat jalan baru yang melukai perasaan guru.

Bisa dibayangkan moral para mahasiswa calon guru yang saat ini menuntut ilmu di PT akan jatuh. Lulusan LPTK seolah hanya akan menjadi tenaga kontrak. Kecuali masih ada jalur PNS maka lulusan LPTK dan para guru honorer muda masih merasa ada harapan menjadi PNS. Sebaiknya jalur PNS untuk guru jangan dihilangkan.

Bila pemerintah berencana sejak jaman Muhadjir mau memperbanyak PPPK dalam tubuh ASN silahkan saja. Formasi ASN direncanakan 70 persen PPPK dan 30 persen PNS, tidaklah mengapa. Bila, kuota atau formasi 30 persen PNS hanya untuk profesi guru. Hargai profesi guru di atas profesi lainnya.

Rencana pemerintah bahwa Guru, tenaga kepegawaian lain seperti dokter, perawat, dan penyuluh akan direkrut melalui PPPK adalah sebuah upaya memperbaiki kinerja para ASN. Namun waspada pada profesi guru. Profesi ini sudah terlalu lama entitasnya “bermaslalah”. Iwan Fals sebagai seniman moralis jauh-jauh hari meneriakan, “Oemar Bakriiii, Oemar Bakriii… “.

Guru nasibmu kini. Dalam rekrutmen di PPPK-kan semua bagaikan ngontrak. Di organisasi profesinya pun kuota guru kecuali ditingkat ranting dan kecamatan makin ke atas makin menghilang. Kini rencana mem-PPPK-kan semua calon guru bagaikan dijatuhkan, ditimpa tangga dan disuruh menelan tangga ! Demartabatisasi profesi guru sedang terjadi.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru