Sabtu, Desember 7, 2024

Dirjen Dan Sesditjen GTK Rasa Guru

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Kepala SMAN1 Parungpanjang Dan Ketua PB PGRI)

Beberapa kali menjadi narasumber webinar bersama Dirjen GTK dan satu kali bersama Sesditjen GTK. Sekilas Saya menangkap pesan kedua pejabat Kemdikbud ini sangat ramah guru. Punya rasa guru. Tutur kata dan setiap pemaparan sangat jelas dan informatif. Semoga nasib guru Indonesia terus lebih baik terutama para guru honorer.

Dr.Iwan Syahril dan Prof.Nunuk Suryani keduanya adalah “mantan” pendidik berprestasi dan terbaik di bidangnya. Orang-orang berprestasi memang punya portofolio yang bisa dipertanggung jawabkan. Terutama keramahan dan daya sapa pada para guru dirasakan berasal dari hati. Sosok pejabat Iwan Syahril dan Nunuk Suryani layak kita apresiasi.

Saya merasa ada kedekatan emosional dengan kedua tokoh penting penentu nasib guru ini. Pertama Bapak Iwan Syahril adalah putra seorang guru bahasa Inggris. Saya dan Beliau sama-sama anak guru. Sesama anak guru tentu “senasib” merasakan bagaimana keluarga guru dan dinamika keterbatasan keluarga guru. Didikan orangtua guru tentu berkarakter pendidik.

Tidaklah heran setiap performa Iwan Syahril selalu terlihat ramah, murah senyum dan serasa bagaikan guru yang sedang menjelaskan materi pada anak didiknya. Rasanya kehadiran Iwan Syahril di Kemdikbud serasa ada perwakilan keluarga guru dalam mengurus guru. Rasa guru, jiwa guru dan darah guru tentu melekat pada sosok Iwan Syahril. Saya selalu berharap Dirjen GTK sangat feka pada aspirasi guru.

Saya pun merasa punya ikatan emosional dengan Sesditjen GTK Nunuk Suryani. Mengapa ? Karena Ia sama-sama dengan Saya sebagai sarjana sejarah. Plus sama-sama sebagai pendidik berprestasi. Bedanya beliau adalah dosen terbaik dan berprestasi dan Saya adalah guru. Seirama Nunuk Suryani dan Iwan Syahril, sama-sama ramah dan dari hati menyapa guru. Sama-sama punya rasa guru sebagai pendidik. Kebatinan rasa guru ini sangat penting !

Semoga Bapak Iwan Syahril dan Ibu Nunuk Suryani selalu sehat dan semangat membenahi dunia pendidikan kita. Semoga keduanya jadi para pembela nasib guru dan dunia layanan pendidikan kita. Ditangan Dirjen dan Sesditjen GTK dunia pendidikan kita terus membaik. Hadirnya Lembaga setingkat Direktorat Jenderal GTK adalah “jasa” almarhum Sulistiyo Ketua Umum PB PGRI. Dahulu Ia meminta pada pemerintah harus ada lembaga khusus yang menangani guru.

Selamat berjuang membela guru dan menyelamatkan nasib para guru honorer Pak Dirjen dan Ibu Sesditjen GTK. Semoga rencana rekrutmen 1 juta lebih guru honorer di PPPKkan dan seratus ribu lebih di PNS kan segera terwujud. Siapa saja yang membela guru dan memuliakan guru akan tercatat dalam memori kolektif guru dan “buku harian” organisasi guru. Setiap pejuang pendidikan adalah pahlawan kebangsaan terbaik. Mengapa ? Karena menyangkut kejayaan generasi bangsa.

Pepatah bijak mengatakan, “Profesi terbaik di muka bumi ini adalah menjadi penda’wah, maka para Nabi mengambil profesi itu”. Para guru pun identik dengan penda’wah. Mereka mengajak, menyampaikan seruan belajar yang hakekatnya perintah Tuhan. Nah para pejabat (GTK) pembela guru adalah pejabat pembela para penda’wah. Tentu mereka punya derajat tinggi dihadapan Tuhan dan peradaban manusia.

Para pejabat GTK dan pejuang organisasi profesi guru mari terus bergerak dan bergerak terus memuliakan guru. Guru mulia anak didik mulia. Guru sejahtera anak didik sejahtera. Guru berprestasi anak didik berprestasi. Nasib dan karekter setiap anak cenderung tergantung orangtua dan gurunya. Mungkinkah pendidikan Indonesia sukses dengan ratusan ribu guru honorer jauh dari sejahtera ? Sulit ! Bahkan tak mungkin !

Saya percaya pada Pak Dirjen dan Ibu Sesditjen Nunuk Suryani pasti akan membela guru. Dalam paparannya Ibu Sesditjen Nunuk Suryani menyatakan selama ini dunia pendidikan kita kekurangan guru sekitar 1 juta orang guru. Faktanya di lapangan kekurangan guru itu sudah dibantu, ditambal, ditolong, diselamatkan, diisi oleh para guru honorer selama puluhan tahun. Mereka sangat berjasa.

Saatnya pemerintah membalas “jasa” para guru honorer. Segera ASN kan mereka dengan seleksi yang humanis, afirmatif dan tidak hanya mengandalkan pilihan ganda kata Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma. Jelasnya Ia mengatakan, “Pengabdian dan rekam jejak adalah alat ukur yang jauh lebih objektif daripada sekedar tes kognitif dengan tipologi soal pilihan ganda. Untuk Guru, terkadang dedikasi jauh lebih bermakna daripada sekedar kompetensi”.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru