Senin, Februari 10, 2025

Itu Perintah Saya !

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PB PGRI)

Ungkapan, “Itu perintah Saya !”. Ini adalah ungkapan sangat tegas, jelas dan laki! Tidak ambigu, diplomatis dan terkesan cari aman. Orang-orang yang melawan arus itu jumlahnya tidak banyak. Biasanya hanya satu dua saja. Kebanyakan orang ikut arus, cari aman bahkan cari makan.

Ungkapan bijak mengatakan, “Hanya sampah, bangkai ikan dan ranting rapuh yang larut ikut arus”. Faktanya mayoritas manusia cenderung ikut arus, apalagi para politisi dan para pencari jabatan. Ikut arus itu aman dan nyaris minus resistensi publik.

Saat ratusan ribu arus massa dan simpatisan mengelu-elukan seorang tokoh. Unik malah ada yang menurunkan baliho tokoh “idola” tersebut. Ini dinamika kehidupan sosial kita. Lebih unik lagi ada seorang Jenderal berani mengakui prosesi penurunan baliho tokoh nasional itu adalah perintahnya.

Sebelumnya malah ada jenderal yang berbicara diplomatis cari aman dan cari adem. Ini wajar mengingat stabilitas sosial politik mesti dihitung sebagai prioritas. Banyak pejabat bahkan sejumlah jenderal “cari aman” demi stabilitas dan karir diri. Hanya sedikit orang yang berani ambil risiko dan ambil bagian dalam melawan arus.

Betapa tegas, keras dan lugas sosok Mayjen Dudung Abdurachman terkait penurunan baliho. Ia tegas mengatakan, “Itu perintah Saya”. Artinya tidak ada anak buah yang liar dan harus menjadi korban buli dan caci maki publik di media. Mayjen Dudung ambil alih risiko perundungan publik pada dirinya.

Mayjen Dudung sangat tegas membela anak buah yang menurunkan baliho, bahkan mengatakan terkait pentingnya pembubaran ormas yang banyak memasang baliho tersebut. Mayjen Dudung menjadi tokoh TNI yang kontroversial dan viral saat ini. Seolah Panglima TNI pun “kalah” pamor saat ini. Inilah dinamika.

Menurunkan baliho seorang tokoh ulama, seorang imam besar dan memiliki jutaan pengagum tentu tak mudah. Diperlukan keberanian di atas rata-rata. Ketika sejumlah tokoh politik dan pimpinan politik mendatangi sosok ulama yang dikagumi itu, malah Mayjen Agus memerintahan menurunkan balihonya. Ini unik !

Orang yang cari aman biasanya “diem-diem bae” dalam melihat arus kuat dari sebuah realitas sosial politik. Mayjen Dudung tidak mencari aman demi mengamankan NKRI yang wajahnya ada di Jakarta. Ia punya hitungan sendiri. Ia punya visi tersendiri bagaimana menciptakan iklim DKI Jakarta agar lebih sehat dan nyaman. Terutama saat pandemi.

Mayjen Dudung tidak mengharapkan ada sejumah pengumpulan masa dan pemasangan baliho tanpa ijin dan tanpa bayar pajak. Mayjen Dudung sangat memahami “ketakuatan” Satpol PP dan bahkan Polisi dalam mengamankan masyarakat yang antusias dan euphoria dengan bergerombol dan memasang baliho. Polisi dan Satpol PP sangat hati-hati. Salah bertindak bisa bahaya.

Fenomena pemimpin ormas yang satu ini memang wow. Orasinya selalu dipenuhi jama’ah. Ia adalah tokoh nasional dan menjadi rujukan politik para calon pemimpin. Pilpres dan Pilkada DKI Jakarta sangat terkait suksesnya dengan sosok pemimpin ormas ini. Inilah dinamika politik dan unikasi masyarakat kita. Selalu hangat bahkan memanas.

Sosok Mayjen Dudung telah “melawan arus”. Disaat sebagian kecil masyarakat Indonesia memuja tokoh yang satu ini dan sejumlah tokoh politik butuh suaranya dalam meraih kekuasaan dan jabatan, malah Mayjen Dudung berbenturan. Mayjen Dudung memang beda. Ia melawan arus dan mengambil risiko dibuli.

Ada seorang Undang Supriatna, guru salah satu SMA di Jawa Barat mengatakan, “Saat ini orang mulai meragukan kepercayaan pada siapa pun, kecuali pada TNI, masyarakat kita masih percaya”. Ungkapan ini mungkin ada benarnya atau banyak benarnya. Nama Lembaga TNI di hati rakyat Indonesia masih baik dan diandalkan.

Nah, apakah tindakan Mayjen Dudung adalah sebuah tindakan yang disetujui sebagian besar rakyat Indonesia atau sebagian kecil saja ? Apakah dengan tindakan Mayjen Dudung yang “menentang” arus politik identitas akan banyak dihujat? Dudung telah ambil risiko. Ia saat ini menerima buli dan apresiasi. Itulah dunia, memang bermuka dua arus. Mendukung dan tak mendukung, bahkan ada yang netral.

Mayjen Dudung dan tokoh pemimpin ormas yang diidolakan sebagian masyarakat Indonesia keduanya adalah potensi bangsa. Keduanya adalah tokoh dan orang hebat. Satu oposisi pada pemerintah yang tugasnya adalah mengkritik bahkan menghujat. Satu lagi sebagai aparatur di pemerintahan yang tugasnya menyelamatkan kedaulatan NKRI. Duo “hebat” dalam dua peranan

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru