Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)
Sosok Abdul Rahman Siregar Ketua PGRI Provinsi Sumatra Utara tidaklah asing di PGRI. Mengapa ? Terutama karena perjuangannya dalam membela guru-guru honorer. Ia begitu aktif dan kolaboratif dengan pemerintahan dan birokrasi terkait di Provinsi Sumatra Utara untuk perjuangan kesejahteraan guru honorer. Sering sekali Saya dapat japri perjuangan Beliau dalam membela guru.
Sosok Abdul Rahman Siregar dalam usia 66 tahun masih sangat enerjik. Mungkin yang membuatnya semangat setidaknya dua hal. Pertama di organisasi bahagia bisa memperjuangkan nasib guru dan yang kedua di keluarga besarnya Ia punya cucu laki-laki yang paling Ia sayangi. Ia punya semangat hidup dan perjuangan karena guru dan cucu.
Abdul Rahman Siregar merintis karir sebagai pejuang di PGRI dimulai dari ranting pada tahun 1975, selanjutnya menjadi ketua cabang, ketua Kota Medan dan akhirnya dua kali terpilih sebagai Ketua PGRI Provinsi Sumatra Utara. Dua kali terpilih, bahkan terpilih secara aklamasi adalah sebuah bukti bahwa Ia adalah orang yang paling dipercaya di Suamtra Utara.
Ketua Umum PB PGRI Prof. Dr. Mohamad Surya pernah memanggil beliau ke Jakarta sebagai Tim 7 terkait pembenahan organisasi PGRI di Sumatra Utara. Ia dipercaya Prof. Surya sebagai tokoh di Sumatra Utara yang bisa menyelesaikan konflik organisasi. Kini Abdul Rahman Siregar tetap dipercaya dan terus berjuang untuk guru.
Tentu dalam berjuang untuk guru di PGRI banyak pahit manis dan suka dukanya. Bagi Abdul Rahman Siregar mungkin ini sebagai tantangan dan ujian sebagai seorang pemimpin organisasi yang tidak ada upah finansialnya. Ia sebagai mantan guru SD sejak tahun 1975 tentu sangat mengerti pahit manis dan dinamika derita guru karena Ia mengalami sendiri.
Sebagai Ketua Pengurus Besar PGRI Saya mengapresiasi sosok Abdul Rahman Siregar. Bahkan Saya sendiri merasakan pahit manis berjuang di PGRI yang sama-sama merintis karir dari ketua ranting dan terus menjadi Ketu PB PGRI. Hanya kepercayaan dan “portofolio” perjuangan pada guru yang membuat kita para pejuang PGRI tetap bertahan.
Menjadi pengurus PGRI bisa mendapatkan tantangan dari dalam dan dari luar. Adalah sebuah keniscayaan adanya dinamika bahkan konflik, itulah berorganisasi. Selama niat baik dan tidak khianat kepada para guru sebagai pemilik kedaulatan maka perjuangan jalan terus. Ungkapan bijak mengatakan, “Vox Populi Vox Dei” suara rakyat suara Tuhan. Di rumah PGRI berlaku “Suara guru suara Tuhan”.
Selama kita masih dedikatif untuk guru anggota yang membayar iuran, perjuangan jangan pernah berhenti. Guru-guru TK/SD/SMP/SMA/SMK dan guru lainnya bila masih percaya pada kita perjuangan wajib diteruskan. Hidup guru! Hidup PGRI! Solidaritas Yes! Bukan mencari hidup dari guru. Hidup di PGRI dan solidaritas provokatif verbalistik. Jayalah PGRI sejahteralah para guru!
Sebagai simpulan kejayaan PGRI akan terbangun bila selalu ada sosok-sosok terpercaya menjadi pemimpin guru. Sosok yang mewakafkan diri karena rasa guru dan lillah. Semoga kita bisa belajar pada tokoh-tokoh pejuang guru senior dan pejuang guru sebelumnya yang sangat legended. Plus jangan lupa kita “jerat” guru-guru milenial masuk di PGRI. Bila tidak, bahaya bagi kelangsungan masa depan kaderisasi PGRI.
Puluhan organisasi profesi di luar PGRI bisa jadi pilihan para guru milenial. Waspadalah ! Setidaknya ada dua langkah yang harus dilakukan saat ini dan di masa depan. Pertama jerat guru milenial potensial masuk di PGRI dan ke dua perbanyak guru aktif dalam kepengurusan agar anggota (guru) lebih tertarik dan punya ikatan emosional. Mereka guru milenial punya selera berbeda. Kita harus memahaminya. Zaman selalu berbeda selera, waspadalah!