Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua Pengurus Besar PGRI)
Anak pemulung itu bernama Muhammad Ghifari Akbar (16). Ia viral di media sosial dan kini menjadi perbincangan publik. Ia anak yang berasal dari kabupaten Garut Jawa Barat. Ia anak yang terlantar karena terlunta-lunta mencari Ibu kandungnya yang pergi entah kemana. Ia hidup menggelandang dan kalau pun pulang hanya menemui nenek dan kakeknya.
Dalam derita menggelandang Ia tetap setia membaca Al Qur’an dan berusaha tidak tinggal shalat. Ia punya karakter, literatif dan konsisten bersahabat dengan Al Qur’an dan shalatnya. Pertama kali fotonya viral saat Ia membaca Al Qur’an di jalan Braga Kota Bandung. Ia sendiri tidak tahu siapa yang mengambil gambar.
Sahabat pembaca, kita orang dewasa apakah dalam kesantaian, kesenangan dan kesejahteraan masih konsisten membaca kitab suci ? Faktanya hampir semua dari kita sangat konsisten membaca WA. Sungguh dalam derita menggelandang Muhammad Ghifari Akbar masih punya waktu membaca Al Qur’an. Inilah karakter.
Muhammad Ghifari Akbar adalah anak putus sekolah dan “putus” keluarga. Ia ditinggal ibu tercinta dan ayah pun menikah lagi. Ia anak yang membutuhkan kasih sayang ibu dan ayah yang normal. Anak menggelandang dan menjadi pemulung sangatlah banyak. Bahkan ada yang menjadi gelandangan dan tidak membaca kitab suci malah ngelem.
Dunia anak Indonesia memang beragam. Ada yang sekolah dan hidup kaya raya namun narkoba. Ada pula yang hidup menggelandang tapi berkahlak baik. Saya mewawancara seorang pendidik yang pernah bercerita terkait remaja jenjang pendidikan menengah dari sekolah ternama berlabel agama malah saat lulus mengadakan pesta, pesta dewasa.
Ragam dinamika anak didik dan anak remaja kita. Mulai dari yang berprestasi mendunia sampai yang menjadi kriminal. Sosok Muhammad Ghifari Akbar adalah sisi lain anak jalanan yang soleh dan taat pada pesan neneknya. Ia masih bisa terjaga dari sejumlah hal negative yang bisa dijumpainya di liarnya jalanan.
Negara, masyarakat dan orang dewasa harus hadir mengafirmasi dan memberi perhatian lebih pada remaja-remaja jalanan yang masih bisa berakhlak baik. Sungguh tampilan foto Muhammad Ghifari Akbar telah “menampar” semua muka umat muslim yang mayoritas lupa membaca kitab suci karena sibuk “membaca” WA urusan duniawi.
Andaikan Saya jadi Mendikbud yang pernah mengatakan pentingnya pendidikan literasi, numerasi dan karakter. Akan Saya undang Muhammad Ghifari Akbar ke kantor Kemndikbud. Mengapa? Karena Muhammad Ghifari Akbar adalah “Duta LNK”, duta literasi, numerasi dan karakter. Literasi membaca Al Qur’an, numerasi menghitung barang dan uang yang didapat dari rongsoskan dan karakter terkait akhlaknya.
Hayoo Pak Nadiem jadikan Muhammad Ghifari Akbar sebagai duta LNK! Bisa jadi malah anak orang kaya yang sekolah di sekolah mewah malah membaca karena tugas gurunya. Menghitung hanya jumlah uang jajan saja. Plus akhlak mulianya tergerus oleh gaya budaya anak mamah. Bisa jadi demikian adanya. Walu tentu tidak semua.
Semoga Tuhan yang maha kasih lebih melindungi anak-anak terlantar yang soleh dan berhasil melintasi derita hidup. Sungguh anak-anak sejahtera dan keluarga yang normal sangat-sangat beruntung dan diberkati. Mari kita berdoa pada mereka yang bermasalah dan mari kita tasyakur atas segala nikmat yang Tuhan berikan dalam kenormalan hidup kita.