Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Kepala SMAN 1 Parungpanjang Dan Ketua PB PGRI)
Saya istilahkan “Mendadak Dangdut” bila ada seseorang begitu cepat masuk pada satu dunia yang bukan dunianya. Iihat Norman Kamaru. Ia melejit menjadi artis dadakan karena lagu Chaiya Chaiya. Padahal Ia adalah seorang anggota Pori, bukan artis dan penyannyi. Suatu hal yang dadakan ada positif ada negatifnya.
Begitu pun dalam mengurus organisasi profesi guru. Idealnya tidak ada “artis dadakan” yang ujug-ujug jadi pahlawan guru. Atas pesanan kepala daerah, atas pesanan Menteri atau atas pesanan ketua dari struktur yang lebih tinggi, seseorang dijadikan. Ini nampak akan banyak negatifnya.
Dalam kepengurusan organisasi profesi guru idealnya semua pengurus dan para ketua harus punya rekam jejak perjuangan. Bahkan harus punya rekam administrasi. Tercatat di ranting mana, iuran di ranting mana dan berada di organisasi pendidikan mana ? Apakah Ia GTK atau tidak ada kaitannya dengan GTK? Bila bukan GTK sebaiknya tidak ikut masuk di organisasi guru.
Organisasi guru adalah sebuah organisasi yang “jenis kelaminnya” harus dominan guru. Ini tak dapat dibantah! Profesi selain guru tapi ada kaitan dengan pendidikan jadi pelengkap dan penguat saja. Saling menguatkan dalan visi yang sama. Kolaboratif proporsional bergerak berdasarkan kebatinan para guru anggota.
Dalam UURI No 14 Tahun 2005 pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Siapa guru itu ? Tiada lain adalah pendidik di jenjang pendidikan dasar, menengah dan anak usia dini. Ini definisi entitas guru versi UURI No 14 Tahun 2005. Guru adalah pendidik dengan kualifikasi sarjana dan bersertifikat pendidik. Bila bukan sarjana dan tidak bersertifikat pendidik versi pemerintah belum disebut guru. Bahkan tak bisa dapat tunjangan profesi guru.
Mendadak dangdut dengan menjadi guru karena susah mencari kerja akan sangat tak baik bagi anak didik. Guru pelarian karena mencari kerja tidak akan menjadi guru yang utuh. Guru harus dari panggilan hati. Mendadak dangdut menjadi pengurus organisasi profesi guru pun akan sangat tidak baik bagi kemajuan organisasi guru. Harus dari hati agar tersambung dengan kebatinan guru anggota.
Saya Dudung Nurullah Koswara adalah mantan guru. Kini menjadi kepala sekolah setelah melalui proses berjenjang. Tidak mendadak dangdut atau menyuap pejabat dengan puluhan juta agar jadi kepala sekolah. Saya di PGRI merintis karir dari guru honorer, guru bantu, anggota PGRI, Ketua Ranting Terbaik. Ketua PC terbaik dan Ketua PGRI Kota terbaik. Tidak mendadak dangdut !
Bila menjadi guru karena “mendadak dangdut” tidak mampu bersaing di dunia pekerjaan lain berisiko terhadap kualitas layanan anak didik. Bagi para guru yang awalnya tidak berniat menjadi guru, jadilah guru pembelajar yang lebih baik dari guru yang sejak awal berniat jadi guru. Bagi para pengurus organisasi profesi guru yang mendadak dangdut jadilah pelayan guru yang baik.
Idealnya memang menjadi guru harus dari panggilan hati. Idealnya memang untuk mengurus organisasi profesi guru harus dari para pengurus yang mengurus organisasi profesi guru sebelumnya. Bukan mendadak dangut menclok dari atas. Ini berisiko ketidaktersambungan pimpinan dengan kebatinan guru anggota. Tidak bisa merasakan karena tak punya pengalaman dari bawah.
Basyuni Suriamiharja, Moh. Surya dan Sulistiyo adalah diantara pemimpin organisasi profesi guru yang merintis karir dari guru SD. Merambat ke atas sehingga bisa merasakan dan berpengalaman sebagai guru. Ketiga Pahlawan Guru ini akan dikenang selamanya karena jasa dan hasil perjuangannya. Surga baginya !