Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Kepala SMAN1 Parungpanjang Dan Ketua PB PGRI)
Saya mendapatkan hadiah sepeda dari Presiden RI. Saya pun mendapatkan handphone dari Kapolda Jawa Barat. Ini sebuah pengalaman cukup menarik. Keduanya Saya dapatkan karena saat itu Saya guru dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepada guru. Itulah pengalaman beberapa tahun yang lalu sebagai guru.
Pekan ini Saya mendapatkan kembali hadiah yang luar biasa berharga dan tak ternilai harganya. Saya mendapatkan jam, dasi dan rompi. Ketiga barang ini sangat mahal dan mungkin tak ternilai harganya. Harga jam, dasi dan rompi yang Saya dapatkan sangat bernilai sejarah. Nilainya sejarah bukan nominal.
Sungguh bahagia sekali rasanya ketika Saya mendapatkan hadiah dari para guru honorer. Lima orang guru honorer mewakili guru honorer lainnya secara “simbolis” memberikan sebuah barang yang sangat berharga, bernilai sejarah. Barang itu berupa jam tangan, dasi dan rompi. Insyaallah ketiga barang ini akan menjadi asset pribadi Saya.
Rasanya memang aneh ketika guru honorer yang memberi, idealnya mereka yang diberi. Saya kepala sekolah dan Ketua PB PGRI, harusnya Saya yang memberi kepada mereka. Saya pun malu dan tak kuasa menerima sebuah hadiah yang sangat berharga dari mereka. Saya tanya pada mereka,” Mengapa anda repot-repot memberi sebuah barang pada Saya, malu Saya”.
Mereka menyatakan pemberian itu sebagai wujud tasyakur atas rezeki yang didapatkan dan terima kasih atas motivasi dan dukungan perjuangan nasib guru honorer. Terharu dan ikut bahagia atas nasib mereka yang mulai membaik. Mereka telah mendapatkan upah dari provinsi dan TPG dari pemerintah pusat. Mereka mengajar di sekolah negeri jenjang SMA.
Sungguh “kado istimewa” berupa jam, dasi dan rompi dari guru honorer adalah sebuah barang termahal yang Saya miliki. Rasanya bagaikan melintasi mahalnya sepeda dari Presiden RI dan handphone Samsung dari Kaploda Jawa Barat. Terima kasih para guru honorer Jawa Barat yang sudah memberi hadiah spesial. Padahal sedikit pun Saya tidak berharap pada mereka.
Saya hanya berharap pada pemerintah melalui sejumlah tulisan di media cetak, media sosial dan sejumlah acara keorganisasian. Harapan Saya agar guru dan guru honorer khususnya masuk pada zona “Tri Merdeka”. Merdeka kompetensi, merdeka finansial dan merdeka apresiasi dan perlindungan. Bila guru kompeten, sejahtera dan dihargai maka layanan pendidikan pada anak didik akan lebih baik.
Hanya guru sejahtera yang bisa mensejahterakan anak didiknya. Maka hukumnya wajib setiap guru di negeri ini sejahtera dan disejahterakan oleh semua pihak. Khususnya oleh pemerintah yang diberuntungkan oleh entitas mereka. Bila tidak ada lagi guru honorer yang bergaji dibawah UMR/UMP/UMK maka akan lebih baik. Sedikit sejahtera saja mereka sudah memberi pada Saya.
Bila mayoritas guru honorer sejahtera dan disejahterakan maka mereka akan mensejahterakan bangsa dan negara melalui layanan bermutu pada setiap anak didiknya. Tetap semangat sahabat guru honorer. Anda semua adalah pahlawan pendidikan yang sebenarnya. Entitas guru honorer sudah menjawab pertanyaan “Jangan tanya apa yang bisa didapatkan dari negara tapi tanya apa yang kita berikan pada negara”. Mereka sudah memberi banyak dengan pengabdiannya.