Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Kepala SMAN1 Parungpanjang Dan Ketua PB PGRI)
Seorang peserta seminar yang diadakan IKA UPI Sejarah bertema “Refleksi Kemerdekaan” bertanya, “Siapakah diantara contoh pemimpin hari ini yang sudah selesai dengan dirinya?”. Pertanyaan ini muncul karena dalam PPT slide terakhir Saya tuliskan simpulan “Saat Ini Kita Butuh Orang-Orang Yang Sudah Selesai Dengan Dirinya (merdeka)”.
Ya, saat ini kita memang makin butuh para pemimpin mulai dari tingkat RT sampai Presiden, pribadi-pribadi yang sudah selesai dengan dirinya. Bila saat ini masih dominan pribadi-pribadi pengempul harta, tahta, wanita maka akan sangat sulit negeri ini untuk bangkit dan membaik. Malah bisa sebaliknya, negeri ini bisa terus larut dalam kesengsaraan.
Pribadi-pribadi yang sudah selesai dengan dirinya minus modus. Ia tidak akan menghalalkan segala cara dan tawar-menawar dengan segala bentuk mudharat. Orang yang sudah selesai dengan dirinya hanya berniat membantu, memberi solusi, melayani dan lillah demi bangsa dan negara. Ia menjalankan falsafah “Apa yang bisa diberikan pada negara bukan apa yang bisa dirampok dari negara”.
Diantara ciri pribadi merdeka yang sudah selesai dengan dirinya adalah hidup sederhana. Hidup jauh dari dendam, munafak dan khianat. Hidup tidak banyak esmosi, emosi maksud Saya. Selalu berpihak pada kepentingan umat. Kepentingan pribadinya minus dan hanya maksmimus kepentingan bangsa. Sosok ini cukup sulit ditemukan di negeri ini. Dalam slide PPT saat seminar virtual Saya berikan contoh sosok Natsir dan Hoegeng.
Natsir dan Hoegeng adalah pribadi yang sudah selesai dengan dirinya. Bahkan di slide awal Saya tampilkan sosok KH Agus Salim. Ia pun adalah pribadi yang sudah selesai dengan dirinya. Bahkan Ia mengatakan dan mengajak para pemimpin untuk “menderita” bukan malah bersenang-senang. Ia mengatakan, “Leiden Is Lijden” memimpin adalah menderita! Bila memimpin senang-senang maka sejatinya Ia bukan tipe pemimpin!
Saat ini pemimpin yang mirip-mirip orang yang sudah selesai dengan dirinya bisa kita contohkan dari sosok Jokowi. Ia pun masuk kategori pribadi yang sudah selesai dengan dirinya Ia pribadi merdeka. Merdeka dari segala modus dan nafsu politik partisan pragmatis. Ia lebih fokus pada politik kebangsaan, kemanusiaan dan penyelamatan nama baik bangsa. Ia hadir dengan segala kekurangannya namun Ia tak butuh banyak hal. Ia sudah selesai!
Sebagai contoh bahwa Jokowi adalah sosok yang sudah selesai dengan dirinya. Ia hanya fokus pada kebangsaan dan masa depan rakyat. Caranya Ia merangkul lawan politik, tidak memukul dan mempermalukan, malah memuliakannya. Faktanya Jusuf Kalla, KH Ma’ruf Amin, Prabowo, La Nyala, Ngabalin, Fadli Zon, Fahri Hamzah dan sejumlah tokoh lain, Ia beri penghargaan.
Jokowi adalah pribadi merdeka yang tidak tertarik untuk memukul lawan. Ia lebih tertarik untuk menariknya sebagai kawan. Jusuf Kalla, KH Ma’ruf Amin dan Prabowo adalah lawan politik, kini menjadi kawan politik. Ini luar biasa, padahal latar belakang Jokowi bukan politisi. Ia hanya pedagang. Mentalitas Jokowi dalam merangkul lawan politik, bisa jadi legacy yang baik bagi rakyat dan para pemimpin selanjutnya. Padahal Ia hanya mantan pedangang.
Pedagang punya prinsip, “Pelanggan adalah raja”. Ia berusaha “merajakan” semua pelangggan. Padahal sejumlah pelanggan itu punya karakter berbeda. Ada yang cerewet, blagu, lebay dan emosian. Nampaknya Jokowi memandang semua warga negara, termasuk lawan politiknya adalah “pelanggan”. Semua pelanggan adalah raja. Apalagi rakyat bangsa Indonesia yang sudah sangat memuliakan dirinya sebagai Presiden dua periode.
Jokowi pribadi yang sudah selesai dengan dirinya. Ciri pribadi yang belum selesai dengan dirinya, diantaranya adalah terindikasi korupsi (harta), mengutamakan dan memuja jabatan (tahta) dan punya istri lebih dari satu (wanita). Harta, tahta dan wanita yang dimiliki para pemimpin adalah diantara indikasi pemimpin sudah selesai dengan dirinya atau tidak! Selama memuja harta, tahta dan wanita maka pemimpin itu dipastikan bermasalah!
Memimpin adalah menderita. Memimpin bukan bersenang-senang atau menyalurkan nafsu duniawi dan birahi karena berkuasa. Jokowi dan satu lagi ada sosok menarik yakni Sri Sultan Hamengku Buwono ke X termasuk diantara pribadi yang setia pada rakyatnya. Harta, tahta dan wanita tidak membuatnya menderita. Ia pantang untuk poligami. Padahal Raja Raja Jawa dan para pemimpin itu biasanya banyak istrinya. Jokowi dan Sri Sultan Hamengku Buwono adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya.
Alasan Jokowi dan Sri Sultan tidak poligami terkait dua hal. Pertama karena syarat dari agama yang dianutnya yakni harus berlaku adil. Secara finansial bisa adil karena mereka penguasa namun secara non finansial pasti tak bisa adil. Kedua, mereka adalah milik publik. Publik akan protes dan memandang negatif. Pemimpin tidak boleh dicitrakan bersenang-senang, Ia harus menderita demi rakyatnya.
Pemimpin pribadi merdeka tidak poligami! Mengapa? Karena istri pertama dari Sang Pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya adalah rakyatnya sendiri. Rakyat bagi pemimpin sejati adalah “Istri Pertama”. Poligami seorang pemimpin sejati adalah saat Ia “menduakan” istri pertamanya dengan rakyat yang dicintainya. Rakyat adalah istri pertamanya. Bahkan istri di rumah tak terlayani dengan baik karena tugas negara “blusukan” demi melayani rakyat!