Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Guru SMA Dan Ketua PB PGRI)
Dalam UURI No 14 Tahun 2005, pasal 19 dijelasakan ada maslahat tambahan serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru. Ini amanat undang-undang agar putra-putri guru difasilitasi memperoleh pendidikan sesuai pilihannya.
Mengapa ada maslahat tambahan ? Negara tahu bahwa keluarga guru adalah bagian dari sukses pendidikan. Para guru adalah aparatur pendidikan. Ini amanah undang-undang yang lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah, Permendikbud, Pergub, Perbup, Perwalkot dan peraturan kepala sekolah.
PPDB hakekat dasarnya tidak boleh diskriminatif, harus adil dan transparan. Lebih penting lagi tidak melanggar undang-undang! Bila ada yang hak tidak diterima maka termasuk diskriminatif. Termasuk bila putra-putri guru tidak diterima sama dengan melanggar undang-undang.
Siapa yang wajib diterima di PPDB ? Sebagai pendidik dan pengurus organisasi diantaranya adalah: 1) anak ABK di sekolah inklusif, 2) anak yang sangat dekat dengan sekolah, 3) anak yatim piatu dan anak dari keluarga golekmah, 4) semua anak guru terutama guru honorer, 5) anak berprestasi, 6) anak pindahan. PPDB jangan diskriminatif dan melawan undang-undang.
Saya masih ingat seorang kepala sekolah di Kota Bandung bernama Hj. Epon, Ia menerima semua putra-putri guru di sekolah SMAN yang Ia pimpin. Tidak ada masalah karena memang amanh undang-undang. Istri Saya seorang kepala sekolah. Ia pun melakukan hal yang sama, semua putra putri guru diterima.
Melaksanakan amanah undang-undang itu derajatnya benar di atas PP, Permenddikbud, Pergub, Perbup, Perwalkot dan peraturan internal satuan pendidikan. Bila kita telaah dalam PP No 17 Tahun 2010 dijelaskan bahwa PPDB adalah otoritas sekolah yakni Rapat Dewan Guru dan Kepala Sekeolah. Ini pola MBS yang benar. Kepala sekolah lah yang mewakili negara dalam melayani publik dalam “keadilan” proses PPDB.
Dalam Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010, pasal 19 dalam ayat 3 dijelaskan bahwa “Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.” PPDB dalam amanat PP yang lebih tinggi dari Permendikbud ada di tangan para kepala sekolah.
Anak miskin, yatim piatu, anak yang rumahnya sangat dekat dengan bangunan sekolah, anak ABK, anak guru honorer dan guru PNS, anak berprestasi, anak orang kaya yang mau nyumbang sekolah dengan membiayai anak miskin, harus diutamakan. Dunia layanan pendidikan itu adalah hak anak. Jangan sampai ada anak yang berhak, terdiskriminasi dalam proses PPDB yang jauh dari keadilan.
Saya mengajak semua pihak waras undang-undang, waras aturan. Betapa sadisnya sebuah sistem PPDB bila ada anak guru honorer yang hidupnya pas-pasan karena belum UMR/UMK/UMP. Karena pemerintah belum mampu membayar jasa mereka kemudian dalam PPDB ditolak masuk sekolah negeri. Inikah wajah pendidikan kita?
Ada aturan di atas UURI, apa? Tiada lain adalah perintah Tuhan dalam ajaran agama. Apa kata agama? Bantulah orang paling harus dibantu. Ada tartib, tertib dan etika dalam melayani orang. Mulai dari siapa yang paling hak dan harus dibantu. Siapa? Baca tulisan Saya di atas, mulai dari situ! Sebagai guru dan pengurus organisasi guru, sungguh “terlalu” bila ada anak guru tidak diterima di PPDB. Belajarlah pada sopir angkot dalam solidaritas dan memahami undang-undang jalanan!
Nabi Muhammad berkata, “….. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allâh Azza wa Jalla senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang Muslim, maka Allâh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allâh menutupi (aib)nya pada hari Kiamat”. Tentu membantu sesuai undang-undang, bukan KKN.