Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)
Semakin tinggi sebuah pohon maka angin akan semakin keras menghantam. Itu pun berlaku dalam kehidupan manusia. Selalu Saya katakan, “Bila kita berjalan maka akan ada yang terinjak”. Pohon tinggi dihantam angin, berjalan pasti menginjak. Itulah sebuah prposes kehidupan.
Apalagi para tokoh, pemimpin dan pemikir, terkadang kepemimpinan dan pikirannya bisa “menginjak” pemahaman orang lain. Pikiran, langkah dan tindakan yang tidak “mainstream” atau out of the box kadang bisa dianggap publik sebagai pemikiran yang sesat. Orang karena berbeda bisa distigma!
Gus Dur adalah orang yang punya pemikiran melompat. Ia suka berbeda dengan pemikiran orang pada umumnya. Ada sebuah kelakar yang mengatakan, “Pemikiran Gus Dur baru akan bisa dipahami publik sekian tahun kemudian”. Artinya pemikiran Gus Dur pasti kontroversial karena publik belum paham.
Pemikiran Gus Dur tidak seirama dengan zamannya. Ia akan selalau mengagetkan publik. Hanya ada dua kemungkinan mengapa terjadi kontroversial. Gus Dur yang salah atau publik yang benar, atau publik yang salah Gus Dur yang benar. Karena kontroversi inilah Gus Dur mendapatkan stigma dari sejumlah orang.
Memahami Gus Dur harus lebih jeli. Bukan diksi dan kata yang harus lebih dilihat. Melainkan substansi apa yang mau disampaikan Gus Dur. Dalam kontroversinya Gus Dur mau menyampaikan pesan apa? Gus Dur adalah pemikir “tak lajim” Ia akan selalu punya persepsi berbeda dengan publik yang pada umumnya berpemikiran standar. Sengatan pemikiran Gus Dur bisa jadi adalah pancingan agar intelektual kita lebih bangkit.
Mulai dari “melindungi” Inul Daratista sampai gagasan membangun hubungan diplomatik dengan Israel Yahudi adalah hal yang sangat-sangat tak lajim. Seolah mendukung tebar aurat dan mendukung kebiadaban Israel Yahudi. Ini tentu akan sangat bertabrakan dengan persepsi publik Indonesia yang menganggap keduanya sebagai pembawa mudharat.
Gus Dur pun pernah dianggap menistakan Al Qur’an dengan menyebut kitab paling porno. Sehingga voa-islam.com pada 29 November 2012 sempat menuliskan judul “Gus Dur Dihina Marah, Dulu Gus Dur Hina Al-Qur’an Kenapa Tidak Marah ? Tulisan ini menyentil tentang joke Gus Dur yang menimbulkan kontroversi. Namun banyak yang bela!
Kisah ini mengingatkan Saya pada ucapan Rocky Gerung yang mengatakan “Kitab Suci Adalah Fiksi”. Namun kasusnya adem ayem saja karena saat itu Rocky Gerung sedang di idolakan sejumlah kelompok yang biasanya amukan. Sama dengan GP Ansor versi voa Islam com tak mungkin menyerang Gus Dur, sekali pun publik menganggap Gus Dur salah!
Di lapangan terjadi ragam persepsi terhadap pemikiran Gus Dur. Sebuah kejadian di Jawa Barat. Pasca rapat perlombaan PAI, seseorang berkata-kata yang menghinakan Gus Dur dan Kyai Said Aqil Siradj dengan menyebut “Kyai Dajjal”. Penghinaan pada Gus Dur dan Said Aqil Siradj sampai diadukan ke Polsek Padaherang Padalarang Jawa Barat. Begitu mudah orang memberi stigma!
Bila kita buka fanspage yang bertitel “Dokter Spesialis Bedah” kita akan mendapatlan satu tulisan berjudul “Gus Dur is De Young DAJJAL”. Dalam fanspage ini Gus Dur benar-benar distigama sebagai tokoh yang jahat. Ia disebut sebagai Dajjal. Paradigma Dajjal dalam pemikiran publik memang terus hidup. Apalagi ada sejumlah penceramah yang sering membahas Dajjal.
Saya masih ingat seorang penceramah muda yang menganggap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil distigma sebagai arsitek bergaya Dajjal. Mesjid Al Safar yang megah dan unik bangunannya menjadi masjid kontroversial. Tudingan iluminasi pada Ridwan Kamil dan Gus Dur adalah bagian dari dinamika pemikiran pubik. Itulah tokoh yang punya lompatan pemikiran dan lompatan karya, dapat menimbulkan reaksi negatif di sisi lain.
Sebagai praktisi pendidikan Saya meyakini Gus Dur, Said Aqil, Gus Miftah, Ridwan Kamil dan sejumlah tokoh muslim lainnya tidak ada niatan buruk pada bangsa ini. Malah sebaliknya mereka punya niatan baik yang belum bisa diterjemahkan oleh sekelompok orang karena keterbatasan informasi atau terlanjur benci. Kebencian tidak akan mendatangkan manfaat. Berkarya salah lebih baik dari nyinyir minus karya!