Penulis : Dias Ashari ( Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam STAI Muhammadiyah Bandung)
Ditengah kondisi wabah yang sedang marak di Indonesia mengenai Covid-19 tentunya membuat siapa saja penasaran untuk mencari informasi mengenai perkembangannya. Hampir sejumlah orang setiap harinya selalu membahas topik yang sama dimanapun berada. Tanggapannya pun beragam dari setiap individu, ada yang biasa saja, ada yang menjadi lebih waspada dan yang lebih banyak adalah menjadi panik berlebihan. Bahkan ada pihak-pihak yang terlalu mendramatisir mengenai wabah yang sedang terjadi saat ini.
Semakin pesat perkembangan tekhnologi digital, membuat segala bentuk informasi dengan mudah bisa diakses oleh siapa saja. Mungkin sudah tidak asing lagi jika dari ribuan informasi tersebut tentunya akan banyak pula informasi hoax yang tersebar. Namun meskipun begitu masih saja ada masyarakat yang percaya dengan berita hoax. Apalagi budaya membaca yang terlalu cepat, atau hanya membaca sebagian informasi membuat masyarakat dengan mudah menyebarluaskan informasi tersebut tanpa check and re-check. Terkadang penulis sangat geram dibuatnya.
Jika dilihat dari kacamata penulis sebagai mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, maka dalam menanggapi sebuah informasi kita harus bersikap lebih bijak lagi dan tentunya menjadi pembaca yang cerdas serta yang lebih penting adalah harus bersikap tabayyun. Sebuah informasi hoax biasanya ditandai dengan beberapal hal. Pertama, informasi tersebut biasanya didistribusikan lewat e-mail atau media sosial karena menjadi sasaran empuk untuk penyebaran lebih luas. Kedua, informasi hoax akan berisi pesan yang membuat cemas dan panik bagi para pembacanya. Ketiga, informasi akan disertai himbauan di akhir berita, hal tersebut sengaja digunakan untuk memanfaatkan itikad baik para pembaca untuk memforward pesan tersebut. Keempat, biasanya penyebar hoax tidak akan diketahui identitasnya, jadi pastikan ketika menerima informasi amati nama atau sumber penulisnya.
Berita hoax terbesar biasanya akan kita dapatkan dari sumber media sosial. Mengapa demikian ? karena diranah ini siapapun bebas bisa menjadi wartawan tanpa didasari dengan kode etik yang ada dalam jurnalistik. Sehingga tanpa mempertimbangkan hal tersebut, mereka akan dengan mudahnya membuat atau menyebarkan informasi yang mereka terima tanpa memikirkan efeknya akan seperti apa. Namun tidak menutup kemungkinan bila berita hoax juga dapat muncul dari beberapa media yang sudah memiliki jam terbang yang cukup baik. Tentunya hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya menyangkut kepentingan media atau pemiliknya, kredibilitas dari wartawannya, tuntutan media terhadap wartawan untuk mencari berita dengan cepat. Sehingga hal tersebut membuat media mengabaikan verifikasi terkait data dan sikap skeptis. Padahal sudah jelas skeptis adalah sebuah sikap yang harus menempel dalam benak seorang wartawan.
Ketika informasi mengenai wabah ini semakin berkembang pesat, maka banyak masyarakat berbondong-bondong untuk melakukan pertahanan diri. Misalnya dengan menggunakan masker dan handsanitizer. Tak dapat menutup kemungkinan bahwa kedua barang ini sudah menjadi barang langka dan memiliki nilai ekonomi yang sangat gila dan dibatas wajar. Hal ini membuat beberapa oknum licik untuk membuat produk tiruan dengan bahan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan.
Ada seseorang yang pernah berkata bahwa kita tidak akan bisa menguasai lebih dari satu bidang keilmuan. Namun bagi penulis hal itu tidak berlaku, apalagi ketika seorang mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam memilih untuk menjadi seorang jurnalis. Tentunya pengetahuan ilmu dari berbagai cabang harus ia ketahui. Minimal seorang jurnalis harus memiliki dasar pengetahuan dari cabang ilmu yang lain. Hal tersebut tentunya akan membantu pemahamannya dalam membuat informasi dan yang terpenting dirinya bisa membedakan isi berita yang didasari oleh fakta atau hoax.
Terkait dengan produk handsanitizer yang beredar dipasaran, begitu banyak produk yang tidak memenuhi standar kesehatan. Mayoritas muslim terbanyak membuat paradigma penggunaan handsanitizer non-alkohol adalah produk terbaik dan aman. Padahal jika kita bisa telisik lebih dalam, hal tersebut tidak selalu benar. Apalagi jika kita cross check kedalam salah satu ilmu kimia yang memang berhubungan dengan bahan yang ada dalam produk handsanitizer tersebut.
Pada dasarnya memang produk handsanitizer non-alkohol sejatinya dapat membunuh bakteri maupun virus yang ada dalam tangan kita. Namun perlu kita ketahui ketika alkohol tidak menjadi bahan utama, maka akan ada bahan lain sebagai penggantinya. Bahan non-alkohol akan aman jika berasal dari senyawa organik. Namun bisa menjadi kebalikannya ketika yang digunakan berasal dari senyawa/garam an-organik. Maka untuk itu kita perlu meneliti kembali sebelum membeli sebuah produk.
Senyawa kimia non-alkohol yang populer saat ini digunakan adalah BKC, Peroksida dan Asam Hipokrolit ( HOCL). Beberapa senyawa tersebut adalah golongan senyawa yang memiliki kadar asam yang sangat kuat. Sehingga ketika mengenai kulit dalam jangka waktu yang lama bisa bersifat korosif. Coba kita bayangkan besi saja yang bertekstur sangat kuat jika terus- menerus terpapar oleh asam, maka akan berkarat. Nah sekarang bagaimana kalau terjadi pada kulit ? tentunya akan menimbulkan iritasi. Jika kasusnya seperti ini, maka niat kita sehat terbebas dari bakteri dan virus hanya akan menimbulkan masalah lain.
Perlu kita ketahui bahwa dalam ilmu kimia senyawa-senyawa yang dipaparkan diatas merupakan bahan yang sering digunakan dalam produk pemutih pakaian dan pembersih lantai. Sehingga pemakaian yang berulang di kulit dapat meningkatkan kosentrasi senyawa tersebut. Untuk itu penggunaanya akan lebih baik untuk benda mati ( wc, lantai, gagang pintu, pakaian, kursi, lemari dan sebagainya).
Cara lain untuk menghindari jadi korban produk adalah dengan membuat handsanitizer sendiri di rumah. Bahan yang digunakan cukup alkohol 70 %, lidah buaya dan pewangi bila perlu. Mengapa harus alkohol 70% ? karena ini adalah kosentrasi yang efektif untuk membunuh bakteri dan virus. Jika kadarnya dibawah itu tidak akan berefek (resisten), namun jika melebihi akan menyebabkan iritasi. Namun jika memiliki persediaan alkohol dengan kadar 96% maka bisa diencerkan dengan air untuk menurunkan kosentrasinya. Dengan perbandingan 73 ml akholol 96% dengan air sebanyak 250 ml. Sedangkan penambahan lidah buaya akan berfungsi sebagai bahan pelembab untuk kulit agar terhindar dari iritasi. Jika kalian tidak suka dengan baunya, maka bisa menambahkan pewangi dari baby oil, ekstrak bunga atau kopi. Sangat mudah bukan prosedurnya ? cukup mencapurkan semua bahan hingga merata dan tinggal dipindahkan kedalam botol yang telah disterilkan (dibilas alkohol).
Selamat mencoba !