Minggu, Mei 25, 2025

Terjepit Situasi Pandemi Covid-19, MKI Pinta Mendikbud Perhatikan Nasib Mahasiswa

Pewarta : Fitri

Koran SINAR PAGI, Kab.Garut,- Kisruh pelaksanaan perkuliahan dengan sistem online dilingkungan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dimasa pandemi Covid-19 membuktikan bahwa kemerdekaan belum didapatkan dilingkungan perguruan tinggi.

Pengurus Besar Mahasiswa Keguruan Indonesia (PB MKI), mendapatkan temuan bahwa setelah terbitnya Surat Edaran Mendikbud No 36962/MPK.A/2020 tentang Pembelajaran Daring dan Bekerja Dari Rumah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Desease-19 (Covid-19), yang kemudian disusul dengan surat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud No 302/E/.E2/KR/2020 tentang Masa belajar penyelenggaraan program pendidikan dan surat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag No 697/03/2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Islam No 657/03/2020 tentang Upaya pencegahan penyebaran Covid-19 (Corona) di lingkungan perguruan tinggi keagamaan Islam, berupa keluhan mahasiswa yang ada dilingkungan perguruan tinggi baik yang dibawah Kemendikbud maupun Kemenag terkait teknis pelaksanaan yang dilakukan oleh rektorat atas kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pendidikan Islam dalam pembelajaran dimasa Wabah Covid-19.

Keluhan mahasiswa itu disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Mahasiswa Keguruan Indonesia (PB MKI), Raden Irfan NP, Minggu (05/04/20).

“Menurut pengakuan yang kami terima dari salah satu mahasiswa UIN Bandung Jawa Barat contohnya, dalam surat edaran tersebut, selain perkuliahan semester genap diganti dengan model kuliah online atau dalam jaringan (daring), pimpinan perguruan tinggi Islam melakukan upaya dan kebijakan strategis, terutama dalam penanganan paket kuota atau akses bebas, bagi mahasiswa dan sivitas akademika masing-masing dengan penyedia jasa telekomunikasi. Akan tetapi sampai saat ini, khususnya di UIN Sunan Gunung Djati Bandung belum ada tindaklanjut ataupun langkah strategis dari surat edaran tersebut. Khususnya dalam penanganan paket kuota atau akses bebas bagi mahasiswa.” Ujar Raden Irfan (05/03).

Dikampus yang lain, lanjut Raden mahasiswa dari berbagai universitas serta perguruan tinggi di Kabupaten Garut mengeluhkan mengenai siap biaya perkuliahan dimasa pandemi Covid-19 yang tengah mewabah.

“UTS yang akan segera berlangsung dibeberapa perguruan tinggi, ditemukan soal keuangan menjadi point utama mahasiswa bisa atau tidaknya mengikuti UTS.” Ucapnya.

Yang lebih prihatinnya lagi, sambung Raden, pihak akademik tidak memberi keringanan terhadap mahasiswa yang baru membayar 50%, malah pihak kampus tetap mempertegas bahwa yang bisa mengikuti UTS, adalah mahasiswa yang sudah membayar uang perkuliahan 65%/100%. Padahal sudah jelas, dalam pengakuan mahasiswa itu, menurut Raden, kondisi saat ini sektor ekonomi sedang menurun.

Dikatakannya lagi, pelaksanaan pembelajaran oleh dosen melalui sistem daring, kerap tidak memperhatikan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang semestinya pembelajaran itu harus didekatkan/diarahkan pada upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

“Kita semua ada dalam posisi sulit, ini malah ada laporan dari mahasiswa yang merasa dirinya seperti robot harus nugas ini dan itu tanpa ada take and give keilmuan yang jelas, bahkan materi perkuliahan pun merasa tidak ada yang berubah dengan pola pendekatan pencegahan penyebaran Covid-19 sesuai arahan Kementerian Pendidikan sebagaimana keluhan yang datang sebelumnya dari mahasiswa keguruan kampus kota Cirebon” Ujarnya.

Penggunaan aplikasi satu ke aplikasi lain selama daring, juga dirasa menurut Raden tidak mempertimbangkan beban internet dan kapasitas media yang dimiliki mahasiswa.

Raden berharap Pemerintah melalui Kemendikbud dan Kementerian Agama, harus mempertimbangkan soal biaya perkuliahan yang harus dibayarkan oleh mahasiswa kepihak rektorat ditengah situasi wabah Corona yang sangat menjepit keadaan sosial ekonomi, terlebih, mahasiswa yang berkuliah di Kabupaten Garut Jawa barat contohnya , mungkin saat ini keadaannya akan sedikit lebih sulit lagi setelah diumumkannya secara resmi oleh pemkab Garut adanya pasien yang positif terinfeksi virus Corona.

“Terkait keringanan biaya perkuliahan baik potongan, penangguhan atau pembebasan, itu tidak dimuat atau dibahas dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atau Pendidikan Islam, maka dari itu kami mendesak pihak pemerintah agar dapat memperhatikan soal ini.” Sambungnya.

“Keadaan ditengah pandemi Covid-19 dengan realita teknis pelaksanaan perkuliahan seperti tadi, ini membuktikan bahwa kampus kita belum totalitas merdeka, apa perlu ditengah pandemi Covid-19 ini kami memaksa turun kejalan untuk menyampaikan tuntutan!.” Pungkasnya.

Related Articles

Media Sosial

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
Google search engine
Google search engine
Google search engine
Google search engine

Berita Terbaru