Pewarta : Liputan khusus
Koran SINAR PAGI, Bandung,- Setelah selesai pengambilan sumpah jabatan serta pelantikan anggota DPR dan MPR RI periode 2019 -2024, sebenarnya masih ada agenda besar demokrasi bangsa Indonesia, yaitu pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yang akan dilaksanakan bulan oktober sekarang.
Disinilah, harga diri bangsa Indonesia dipertaruhkan. Presiden terpilih dan Wakilnya akan dilantik untuk menjadi pemimpin bangsa, mencapai cita- cita luhur menuju masyarak adil makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk itu, Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ) dan DPD SBSI 1992 menyatakan, pihaknya bersikap tegas untuk tetap menjaga kondusifitas keamanan dan ketertiban jelang pelantikan presiden dan wakil presiden 2019.
Hal itu di katakan, Ketua Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ), Ajat Sudrajat, saat ditemui di kantor DPD SBSI 1992, di komplek Perumnas Cijerah 1 Blok 3, kelurahan Cijerah kota Bandung. Sabtu (05/10/2019).
Ajat mengatakan, meskipun sejauh ini tuntutan buruh belum terealisasi oleh pemerintah secara Nasional terkait UU No. 13 Tahun 2013 tentang tenaga kerja dan PP. Nomor 78 Tahun 2015 perihal pengupahan, namun pihaknya tetap mengedapankan kepentingan bangsa yang jauh lebih besar dalam lima tahun mendatang.
“Tuntutan demo nasional kemarin di DPR RI membuktikan buruh punya hak suara. Buruh ikut menentukan nasib bangsa Indonesia. Untuk itu, saya himbau jaga kondusifitas jelang pelantikan presiden,” tegas Ajat.
Meski tuntutan isu nasional buruh terus bergejolak, termasuk penolakan kenaikan iuran BPJS, kata dia. Namun pihaknya tetap konsisten mengawal kebijakan pemerintah, seperti halnya mengamankan hasil pesta demokrasi.
“Tidak ada kepentingan politik di dalam buruh, kita netral hanya mensuarakan aspirasi kepentingan buruh. Tidak ada kepentingan lain selain menuntut hak kami,” katanya.
Lanjut dia, pihaknya tetap menuntut pemprov jabar untuk merevisi perda serta menolak Upah Minimun Provinsi (UMP) yang dianggap sangat merugikan buruh.
“Adanya penetapan Upah Minimal Provinsi (UMP), ini bisa dijadikan alasan pengusaha untuk tidak mentaati aturan UMSK. Hal inilah yang bisa menimbulkan disfabilitas upah,” tegasnya.
Mengenai dampak program citarum harum terkait perusahaan yang terkena sanksi, pihaknya meminta pemrov Jawa Barat lebih bijak mensikapi permasalahan, kata dia. Sebab tetap saja buruh yang dikorbankan oleh kepentingan tersebut.
“Intinya pemerintah juga harus mengerti kondisi buruh, jangan selalu di eksploitasi kepentingan seperti halnya rencana relokasi,” imbuh dia.
Namun perlu diketahui, pihaknya tidak akan pernah berhenti untuk menuntut aspirasi buruh, kata dia. Untuk itu, Ajat meminta DPR ikut merealisasikan hak buruh di seluruh Indonesia.
“Tidak menutup kemungkinan, setelah pelantikan presiden, selama tuntutan kami belum diterima, kami buruh akan tetap turun ke jalan. Mensuarakan kepentingan hak buruh di seluruh pelosok tanah air, dan itu pasti !,” pungkas Ajat menutup wawancara khusus pada awak media.***