Pewarta : HI
Koran Sinar Pagi, Jakarta,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pemanggilan kedua kalinya terhadap mantan orang nomer satu di Jawa Timur, dalam hal ini Gubernur Soekarwo. Dasar pemanggilan ini, akan dilakukan pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung tahun anggaran 2018, menurut rencana yang dijadwalkan pada hari, Rabu (21/8).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tersangka Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono (SPR). Belum ada informasi alasan ketidakhadiran Soekarwo,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, seperti dikutip dari Antara. Dengan ketidakhadiran mantan Gubernur Jatim Soekarwo, KPK akan memanggil kembali dan diharapkan dapat memenuhi panggilan penyidik KPK.
“Kami menghimbau agar pihak yang masuk dalam daftar panggilan, agar dapat memenuhi kewajiban hukumnya untuk hadir sesuai panggilan penyidik KPK,” kata Febri.
Seperti diketahui, KPK pada tanggal 13 Mei 2019 telah mengumumkan Supriyono sebagai tersangka terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.Dalam konstruksi perkara kasus tersebut, Supriyono diduga menerima Rp 4,88 miliar terkait proses pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.
Uang tersebut diduga berasal dari Bupati Tulungagung 2013-2018 Syahri Mulyo dan kawan-kawan sebagai syarat pengesahan APBD dan/atau APBD Perubahan.Dalam perkara sebelumnya, Syahri Mulyo terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung.
Dalam persidangan Syahri Mulyo, terungkap adanya uang yang diberikan kepada Ketua DPRD untuk biaya unduh anggaran bantuan provinsi dan praktik uang mahar untuk mendapatkan anggaran, baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun bantuan provinsi yang dikumpulkan dari uang fee para kontraktor untuk diberikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.
Syahri Mulyo dalam persidangan terungkap, bahwa Supriyono menerima Rp 3,75 miliar dengan rincian penerimaan fee proyek APBD Murni dan APBD Perubahan selama empat tahun berturut pada 2014-2017 sebesar Rp500 juta setiap tahunnya atau total sekitar Rp2 miliar.
Selanjutnya, penerimaan yang diduga untuk memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan dana alokasi kusus (DAK) dan bantuan keuangan provinsi sebesar Rp 750 juta sejak 2014-2018.“Kemudian, ‘fee’ proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp 1 miliar,” kata juru bicara KPK itu.