Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PB PGRI)

Suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz terkesima oleh sikap orang yang sudah tua begitu bersemangat menanam kurma. Padahal memetik buah kurma sejak ditanam butuh waktu bertahun-tahun atau melintasi sepuluh tahun. Realitas ini menjelaskan bahwa Si Penanam begitu bersemangat menanam pohon kurma tak peduli sekali pun buahnya akan dipetik oleh orang lain. Sungguh mulia orang-orang yang melakukan/menanam kebaikan tetapi diperuntukan untuk orang lain.

Pribadi-pribadi visioner yang mengutamakan kesejahteraan orang lain bukan hanya dirinya sangat diperlukan di negeri ini. Inilah dalam istilah penulis sebagai mentalitas menanam. Mentalitas menanam adalah mentalitas berbuat dan berkarya untuk kepentingan masa depan yang berdampak pada keberlanjutan hidup orang lain yang lebih baik.

Di negeri ini spirit pragmatisme masih kuat menyergap egosime setiap pribadi. Motivasi menumpuk harta agar segala apapun dapat dibeli begitu dominan. Budaya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu masih nyata terlihat.

Negeri ini memang aneh, mayoritas beragama bahkan Agama Islam menjadi agama mayoritas. Anehnya agama yang dianut tidak dominan menjadi pengendali bagi kehidupan kolektif masyarakat kita. Narkoba, radikalisme, korupsi dan beragam perilaku yang jauh dari pribadi orang beragama masih banyak terlihat. Tidak sedikit bangunan fasilitas publik belum melintasi dua tahun sudah retak, bocor bahkan ambruk sebagian. Bangunan fasilitas publik ini bisa diduga telah “dibonsai” anggarannya demi keuntungan pribadi.

Perilaku memetik lebih menguat dibanding perilaku menanam di negeri ini. Masih ingatkah dengan kasus Hambalang ? Ratusan kasus penipuan pada publik dengan pura-pura membangun fasilitas yang representatif padahal terlihat indah di muka namun mencuri dibelakang meja. Memetik dan menanam adalah dua hal yang berbeda. Bangsa beradab adalah bangsa penanam bukan pemetik. Orientasi masa depan bagi bangsa beradab akan lebih diutamakan dibanding tuntutan pragmatism karena dinamika sesaat.

Kita semua harus memiliki mentalitas menanam bagai para petani. Bukan mentalitas memetik bagai ulat atau hama. Manusia hama adalah manusia pemetik tanaman orang lain. Pantang menanam namun bernafsu memetik. Manusia mental pemetik berpikir “apa yang bisa Saya ambil sebanyak-banyaknya bukan apa yang Saya bisa beri pada orang lain dan masa depan bangsa.

Beruntung bagi siapa saja yang menjadi guru profesional. Ia adalah penanam SDM bagi masa depan bangsa. Kecuali guru pelarian yang awalnya tidak berniat menjadi guru hanya berniat “memetik” gaji atau TPGnya saja. Minus prestasi dan abai pada organisasi profesi.

Dibutuhkan guru-guru bermental penanam di negeri ini. Bukan guru-guru bermental pemetik dan menjadi “hama” di pendidikan. Guru penenam akan berbeda hasilnya dengan guru-guru pemetik. Guru penanam akan sangat dikenali oleh anak didiknya. Ia akan disanjung sebagai guru terbaik yang sangat kontributif pada masa depan setiap anak didiknya. Say hello atau sapaan hangat dari seorang murid pada gurunya adalah simbol sederhana bahwa seorang guru telah “menanam” dengan baik.

Mungkin ada juga guru yang seumur hidup mejadi guru tidak pernah memberi jajan pada anak didiknya saat bertemu di kantin sekolah. Tidak pernah memuji dengan tulus pada anak didiknya yang telah berprestasi walau pun level lokal. Tidak pernah tersenyum dan menyapa nama anak dengan hangat tulus. Malah sering menyuruh dan ingin disanjung oleh anak didiknya walau ngajarnya tidak menarik. Guru pemetik adalah guru yang egois lupa diri bahwa Ia sedang berhadapan dengan calon penghuni masa depan.

Harimau mati meningalkan belang. Gajah mati meninggalkan gading. Badak mati meninggalkan cula. Kerbau dan rusa mati meningalkan tanduk. Manusia mati meninggalkan apa ? Ia tidak bertanduk. Tidak bercula. Tidak punya gading. Tidak punya kulit belang yang indah seperti harimau. Lalu mau meninggalkan apa? Meninggalkan utang pituang? Atau meningalkan kenangan buruk ? Tidak ! Jangan sama sekali. Mari kita tinggalkan hal terbaik.

Mari tingkatkan amalan terbaik kita. Mulailah “menanam” sesuai dengan profesi kita. Jadilah pekerja terbaik. Serius, focus, ikhlas dan berorientasi masa depan. Hidup sukses bukan mengumpulan materi dan tertipu silaunya duniawi, Hidup sukses adalah siapa yang paling banyak amalnya bagi orang lain dan masa depan bangsa.

Pepatah bijak mengatakan, “Jadilah pelayan orang lain dan pembantu bagi sukses orang lain”. Kita tak perlu bantuan balik dari orang lain. Apa yang kita tanam akan kita tuai. Menanamlah sebaik-baiknya. Tidak peduli orang lain yang memetiknya.

Tuhan maha pengasih dan penyayang pada semua umat manusia. Bahkan Si Pendosa dan Si Baik, tetap Tuhan beri kesempatan untuk hidup lebih baik. Jadilah “imitasi” Tuhan mengasihi siapa pun. Kita mengurus dan menanam kebaikan pada orang lain dan jangan berharap kembali. Hanya bisnis atau berdagang yang berharap kembali.

Tuhan maha pengasih dan penyayang. Ia akan mengembalikan segala kebaikan kita bahkan berlipat. Tak perlu berharap banyak pada manusia. Biarkan Tuhan yang menggerakan. Subhanallah!