Pewarta : Fitri
Koran SINAR PAGI, Kab.Garut,– Bermula dari UU No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal (2) menyatakan bahwa kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas; huruf (f); kelestarian.
Kelestarian pada umumnya pasti memuat didalamnya soal perawatan, pemeliharaan bahkan perlindungan kawasan destinasi wisata baik sektor lingkungan, bentang alam dan unsur-unsur yang memuat nilai kebudayaan dan sejarah sebagai satuan dari kawasan destinasi wisata.
Bekas pelabuhan peninggalan Belanda, contohnya yang berlokasi di pulau Santolo kecamatan Pameungpeuk dan Banker di pesisir teluk Cilauteureun Kecamatan Cikelet sampai saat ini tidak jelas sistem perawatan dan pelestariannya seperti apa mengingat benda tersebut merupakan salah satu benda-benda yang diduga memiliki unsur sejarah penting.
Padahal secara umum, Undang-undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, jelas menyatakan bagaimana seriusnya pemerintah dalam memberikan jaminan perlindungan terhadap unsur-unsur yang memiliki nilai sejarah.
Raden Irfan NP, pengurus cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Kabupaten Garut mempertanyakan soal kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah terkait pemeliharaan, pelestarian, pengembangan dan perlindungan terhadap kawasan yang memiliki unsur sejarah tersebut.
Meski hanya tinggal puing, dikatakan Raden setidaknya peninggalan berharga tersebut dirawat, dilestarikan, dikembangkan dan dilindungi demi kebutuhan daya tarik kepariwisataan serta ilmu pengetahuan.
Berbicara soal legitimasi aset peninggalan sejarah tersebut, ditinjau dari kategorisasi catatan pemerintah melalui putusan menteri pariwisata dan kebudayaan sebagai aset cagar budaya dan situs yang harus dilindungi atau tidak.
“Biar itu menjadi urusan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang menjawabnya, pertanyaan kita justru sudah sejauh mana keseriusan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) kabupaten Garut ikut andil menjaga warisan sejarah ini, yang harus dilestarikan itu peninggalannya bukan sifat Belandanya.” Cetus Raden, Kamis (04/07/19).
Statemen tersebut diungkapkan Raden sebagai bentuk otokritik terhadap oknum Dinas yang diduga perilakunya tidak jauh berbeda seperti kolonialis Belanda yang hanya memikirkan keuntungan tanpa memperdulikan kemajuan nasib daerah yang dikelolanya.
Sementara, Pulau Santolo dan teluk pantai Cilauteureun dalam penilaian Raden merupakan anugerah terbesar yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa kepada masyarakat Garut Selatan dengan segala aset yang memiliki nilai sejarah dan budaya juga bentang alam yang mewarnai estetika kawasan tersebut menjadi lebih menarik sebagai kawasan destinasi wisata.
Sehingga kawasan tersebut merupakan salah satu kebanggaan terbesar yang dimiliki oleh warga Garut Selatan.
“Bagaimanapun juga saya tidak rela daerah kebanggaan masyarakat kita ini terus terpuruk berlarut-larut.” Pungkasnya.