Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)
Dari jejaring nasional whatsapp PGRI hari ini Saya dapat kabar baik. Sejumlah 6 guru honorer yang dipecat kembali akan bekerja menjadi guru. Rencananya tanggal 1 Mei 2019 mereka akan difungsikan kembali sebagai guru. Honor mereka pada bulan Maret tetap dibayarkan. Keputusan ini muncul setelah PGRI Provinsi Banten beraudiensi dengan Disddik Provinsi Banten.
Sesuai dengan tulisan Saya sebelumnya. Pemecatan adalah tindakan lebay. Mereka tidak menyebar hoaxs dan tidak melakukan tindakan kriminal. Mereka terbawa arus euforia politik yang sangat dahsyat. Bahkan menimpa sebagian besar masyarakat kita saat ini. Guru honorer adalah bagian dari tubuh guru Indonesia yang agak rawan kena pengaruh politik. Emosi mereka rada sensi.
Guru honorer bukan ASN maka mereka berpikir kebebasannya untuk mendukung satu pasangan Capres adalah haknya. Masalahnya ekspresi mereka terlalu lebay. Dengan baju seragam pemda, simbol jari dan sticker Capres. Plus dilakukan di tempat terlarang berpolitik praktis yakni ruang kelas. Apes, foto selfie mereka menyebar dengan cepat.
Pemda Banten dalam hal ini Disdik Provinsi Banten kebakaran kumis. Segera melakukan tindakan cepat sebagai bentuk akuntabilitas netralitas politik di wilayah pendidikan. Disdik Banten sebenarnya berniat baik responsif terhadap aparaturnya yang melanggar dan norak bertingkah dalam berpolitik. Disdik Provinsi Banten cekatan dan proaktif.
Sebaliknya publik melihat apa yang dilakukan Disdik Provinsi Banten dianggap ekstrim. Mungkin kalau kata Rhoma Irama dikatakan terlalu. Terlalu bila karena urusan politik 6 guru honorer harus kehilangan mata pencaharian. Bagaimana keluarga mereka? Status honorer saja masih terkatung-katung, ini malah dipecat. Terlalu. Itu mungkin menurut persepsi publik dan Rhoma Irama.
Beruntung organisasi perjuangan PGRI bertindak cepat. Segera mengadakan berbagai telaah dan melakukan audiensi dengan Disdik Provinsi Banten. Mungkin juga telah membaca tulisan Saya sebelumnya yang sangat tidak setuju dengan pemecatan (hehe lebay). Guru honorer tanpa bantuan organisasi profesi akan sangat sulit membela diri. Beda kalau diurus dan ditangani organisasi profesi. Daya tekannya akan sangat dahsyat.
Disinilah pentingnya masuk organisasi profesi, sebagai organisasi perjuangan terkait martabat guru. Memecat guru secara sewenang-wenang akan berhadapan dengan organisasi profesi guru. Dalam hal ini PGRI Provinsi Banten.
Kasarnya pilih demo ribuan guru atau pilih 6 guru itu dikembalikan? Disdik bertindak cerdas, memilih mengembalikan pekerjaan mereka adalah solusi minus demo.
Mari kita jadikan pelajaran bagi semuanya. Guru honorer jangan lebay. Ingat PGRI adalah mitra pemerintah. PGRI sifatnya dekat dengan pemerintah. Bila guru honorer terlalu lebay memihak kepada selain pemerintah maka agak berseberangan dengan sifat kemitraan PGRI. PGRI selalu dukung pemerintah yang menang atau berkuasa. Idealnya para guru honorer tahu kemana arah PGRI? PGRI berusaha netral dan selalu menempel pada penguasa. Ini sifat PGRI.
Hanya sedikit guru honorer yang tahu bagaimana PGRI terus berjuang bela guru honorer. Berapa kali Presiden ditemui, Kemen PANRB, Mendikbud, Mendagri dan sejumlah pihak birokrasi potensial yang dapat memperjuangkan nasib guru honorer. Sebagian guru honorer yang bukan anggota PGRI dan tidak pernah iuran PGRI malah menghujat dan meragukan perjuangan PGRI. Ini masalah sumbu pendek dalam dunia guru.
Mereka lupa perjuangan PGRI tidak hanya untuk guru honorer. Dua juta lebih guru PNS pun butuh diperjuangkan. Alhamdulillah perjuangan PGRI yang terbaru adalah terkait TPG sudah dipenuhi pemerintah. Umroh, haji yang pertama tidak dipotong hak TPG nya. Sakit pun dahulu hanya tiga hari, kini ditoleransi sampai 14 hari. Masih diperjuangkan adalah TPG harus cair tiap bulan. BOS jangan telat. Pengawas dan kepala sekolah tunjangannya belum jelas.
Kembali ke laptop kasus 6 guru yang dipecat. Bagi Disdik Provinsi Banten jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan untuk memecat guru. Terlalu lebay bila main pecat. Mainannya persuasif saja. Panggil, edukasi dan kasih sanksi yang edukatif. Mereka adalah makhluk edukatif dan berjasa besar sebagai guru honorer. Mereka berkeringat besar tapi kesejahteraannya minus. Kecuali mereka disejahterakan dan sangat dimanja, maka bila dipecat agak mendingan.
Bagi para “pemain politik” jangan jadikan kasus ini sebagai bahan gorengan. Digoreng sampai gosong. Politisi mengambil keuntungan dari derita orang lain. Menggiring opini publik bahwa pemecatan itu dikaitkan dengan regim Jokowi. Seolah Jokowi tak peduli guru honorer. Padahal faktanya itu hanya urusan lokal Banten. Tidak ada kaitannya dengan Presiden Jokowi.
Kasihan rakyat kita harusnya makan empat sehat lima sempurna malah makan empat sesat lima hoaxs. Mari kita jadikan setiap momen sebagai pembelajaran untuk perbaikan semuanya. Jangan sedikit-sedikit salah Jokowi. Sedikit-sedikit salah Prabowo. Sedikit-sedikit politik. Politik kok sedikit-sedikit. Itu kata para komedian.
Andaikan Gus Dur masih ada mungkin dinamika politik saat ini akan lebih cair, Kok repot… Repot kok… Hiihaa.