Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PGRI Kota Sukabumi)
Prinsip dasar PGRI unitaristik, independen dan non partai (partisan), Ini adalah modal politik perjuangan PGRI. Bila PGRI menjadi partisan, terbelah kedalam dua kubu kekuatan politik maka akan ada risiko. Risiko ini akan sangat merugikan PGRI. PGRI sejatinya berada dalam hati semua kekuatan politik di negeri ini.
Dahulu PGRI bersama kekuatan tentara menjadi regim orba. PGRI telah menjadi alat Orba yang efektif. PGRI telah menjadi alat penguasa yang berlatar militer saat itu. PGRI sejatinya adalah kekuatan guru yang identik dengan pendidikan dan mengusung regim civil society. PGRI tidak cocok dengan regim militer yang berpolitik sa’at itu. PGRI lebih cocok dengan regim civil karena ia sipil.
Bahkan lebih getir lagi dahulu PGRI digiring ke dalam kekuatan partai terlarang. PGRI Non Vaksentral membuat PGRI terbelah ke arah kiri. Saat ini memang tidak ada PGRI Non Vaksentral namun PGRI pun tak luput dari tarikan ke arah lain. Arah partai politik yang dapat mengganggu marwah dan kekuatan PGRI. PGRI mulai dari atas (PB PGRI) terseok dalam kekuatan partai politik tertentu.
Idealnya PGRI tetap tegak berdiri dalam karakter non partisan. Bila PB PGRI terbelah, terkotak, tersobek kedalam pilihan politik partisan sama dengan mengulang sejarah masa lalu. Quo Vadis PGRI ? Akan dibawa kemana PGRI ini? PGRI Harus berhulu emas, bukan berhulu kaleng karat, PGRI berhulu emas akan membawa PGRI pada keemasan.
PGRI berhulu kaleng karat akan membawa PGRI kropos dan berkarat. Hulu PGRI adalah PB PGRI, bila di PB PGRI pada nyaleg sungguh sangat mengenaskan, kecuali keluar dari PGRI. Selama PGRI tidak fatsun pada prinsip dasar yang non partisan, maka selama itu pula PGRI akan tetap menjauh dari idealitas sebagai organisasi profesi.
Sahabat pembaca, PB PGRI itu hulu. Bagai kepala pada sebuah badan, bila kepalanya eror, ini sangat bahaya ke badan PGRI. Bila seekor cecak kepalanya luka maka bisa menimbulkan infeksi dan kematian.
“Bila cecak hanya ekornya yang terluka bahkan lepas maka Ia akan tetap hidup dan akan ada ekor baru yang tumbuh. Bila di PGRI Ranting, PC dan PGRI Ko/kab ada eror, konflik masih mendingan, nudah diatasi”.
Walaupun idealnya sebuah badan dari kepala sampai kaki harus sehat. Bagai air pegunungan bila dari hulu airnya jernih sampai ke hilir sungguh sangat bermanfaat. Bila mulai dari PB PGRI sampai ranting dan anggota semuanya yes, maka akan oh yes, bila tidak maka akan oh no! Oh no adalah sebuah realitas resistan yang merugikan bagi organisasi. Usahakan semuanya serba yes…. seirama, kompak dan saling mendukung.
Sa’at ini mulai dari PB sampai ranting sedang di uji rasa cinta pada PGRI. Bila rasa cinta dan bangga pada PGRI melebihi “ras luka” maka cenderung akan baik-baik saja. Bila rasa cinta pada PGRI hanya di mulut dan hanya ikut-ikutan menjadi pengurus PGRI maka saat ada konflik dan hal yang tidak menyenangkan akan mudah meletup.
Toleransi dan saling mema’afkan rendah, justru yang muncul bisa berupa egoisme dan aroganisme. Hal ini akan mengorbankan citra PGRI. Tetangga sebelah akan senang melihat kita didera konflik. Bukankah tetangga sebelah baru saja merencanakan menghilangkan tanggal 25 November sebagai HGN?
Membangun kekompakan di PGRI sangat tidak mudah. Saya sebagai kader PGRI yang mengawali hidup dari seorang guru honorer, guru bantu sementara (GBS), anggota PGRI, Ketua Ranting, Ketua PC dan sekarang sebagai Ketua PGRI setingkat kota. Sangatlah tidak mudah. Pengurus di internal saja banyak yang tidak kompak. Apalagi anggota, jauh akan lebih tidak kompak.
Bahkan tidak sedikit anggota dan pengurus PGRI dihatinya tidak ada rasa PGRI. Ia hanya ada rasa PGRI kalau ada musibah atau ada masalah. PGRI bagai petugas pemadam kebakaran. Bila ada “kebakaran” terkait TPG dll, maka Ia diminta turun. Mari semua “bertobat” agar tetap berkhidmat untuk PGRI. Jauhi khianat. Pepatah bijak mengatakan, “Menahan rasa sakit jauh lebi dewasa daripada teriak-terik sakit membuat gaduh tetangga”
Semua rumah menyimpan sejumlah masalah. Mari kita dewasa dan mengedepankan khidmat bukan khianat. Khidmat dan fatsun pada AD ART dan etika dalam berorganisasi.
Ingat! Ingat! Anggota di bawah mayoritas mentertawakan. Bahkan sejumlah anggota mulai eksodus pada wadah lain yang dianggap lebih elok. Mari dewasa ingat umur. Kubur sudah mendekat jangan terlalu ambisi menduduki kekuasaan. Duduk-duduk di Mesjid atau gereja lebih baik.