9.7 C
New York
Selasa, Oktober 15, 2024

Buy now

spot_img

Guru SD, Oh Guru SD

Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PGRI Kota Sukabumi)

Tulisan saya sebelumnya yang berjudul “PGRI Bukan Milik Guru SD” sebenarnya sudah cukup menjelaskan peran dan sumbangsih besar para guru SD terhadap organisasi PGRI. Tanpa guru SD organisasi PGRI akan sulit besar dan bertahan dalam geliat dinamika perubahan zaman.

Guru-guru SD realitasnya sudah sangat berjasa melebihi guru TK, SMP, SMA, SMK dan para dosen. Mengapa demikian? Karena hanya guru-guru SD lah yang paling setia dan memiliki rasa kebanggaan luar biasa pada organisasi PGRI. Maaf guru-guru SMP, SMA, SMK bahkan para dosen tak mampu melintasi kesetiaan para guru SD dalam membesarkan organisasi PGRI.

Guru guru SD hampir tidak ada yang tergoda, dan migrasi para organisasi profesi selain PGRI. Guru-guru SD aman dari “hama” organisasi baru yang pernah sedikit naik daun karena terlihat menggoda saat HGN, program literasi dan dapat naik pesawat gratis. Nyatanya organisasi profesi “hama” ini kini sedang mengalami krisis kepercayaan.

Beberapa tokoh penting dan guru yang waras sudah mulai pada keluar. Sebut saja sahabat saya yang bernama (maaf saya singkat) OJ, MD, JW sudah mulai berpikir balik lagi ke PGRI. PGRI sebagai “ibu kandung” tentu akan selalu terbuka menerima para guru SMP dan SMA/SMK yang sempat “selingkuh” pada organisasi profesi lain. Kasih Ibu sepanjang masa, begitupun PGRI tentu akan menerima semua anaknya kembali ke rumah besar PGRI.

Prof.Dr.H.Mohamad Surya mengatakan “Organisasi profesi lain selain PGRI adalah organisasi “cangkokan” yang tidak akan bertahan lama, beda dengan PGRI. PGRI akarnya kuat terutama topangan guru-guru SD”. Guru SD, Oh Guru SD sungguh sangat berjasa telah menjadi barisan paling setia. Para guru SD memiliki “rasa” PGRI yang luar biasa.

Saya sebagai Ketua PGRI Kota Sukabumi melihat dan merasakan langsung bagaimana peran guru-guru SD dalam membesarkan citra organisasi PGRI. Siapakah yang sering hadir berjajar upacara panas-panas dilapangan? Siapakah yang paling setia saat ditarik iuran? Siapakah yang masih sangat bangga menggunakan batik uniform PGRI? Siapakah yang tidak ambisius untuk menjadi pengurus organisasi PGRI?

Siapakah yang paling antusias saat ada HGN, Porgur dan Giat ke PGRIan? Siapakah anggota yang paling nurut dan manut pada PGRI? Siapakah yang tidak banyak protes pada kekurangan organisasi PGRI? Siapakah yang mudah diajak demo, mudah diajak berkegiatan organisasi PGRI? Siapakah yang menjadi penentu kuantitas dan kualitas PGRI? Bahkan jenjang yang paling berjasa terhadap penumbuhan karakter anak didik adalah guru-gur SD. Guru SD, Oh Guru SD. Sungguh kontribusinya luar biasa pada PGRI.

Tulisan ini bukan hendak membuat diskriminasi dan memecah para guru dalam jenjang tertentu dalam tubuh PGRI. Namun saya ingin katakan “Mari mengapresiasi para guru SD karena komunitasnya telah menjadi modal kuat bagi PGRI”. Maaf saya sendiri adalah guru SMA, istri saya guru SMP. Mari para guru SMP, SMA, SMK dan para guru di perguruan tinggi untuk lebih berkhidmat pada PGRI seperti khidmatnya guru SD.

Alangkah dahsyatnya bila guru-guru SMP, SMA. SMK dan para guru di perguruan tinggi “sadar” akan pentingnya membesarkan PGRI secara berdama-sama. Sungguh akan jauh lebih dahsyat PGRI ini terutama bila potensi kelas menengah (jenjang pendidikan menengah) secara serius dapat berkhidmat pada PGRI. Dalam lintasan sejarah, warga “kelas menengah” dalam lapisan masyaratat dapat mengguncang sejarah.

Saat ini tidak sedikit guru SMP, SMA, SMK yang pernah “melarikan diri” dari organisasi PGRI, satu-demi satu sudah mulai kecewa dengan organisasi yang awalnya dianggap mampu menjadi rumah baru. Ternyata pelan tapi pasti mengecewakan dan bahkan terjadi kisruh kepentingan pribadi di dalamnya. Hal yang menarik hampir tidak ada guru SD yang masuk tertarik di oraganisasi profesi selain PGRI.

Guru SD adalah komunitas yang “pandai merasa” berbeda dengan komunitas guru SMA/SMK yang identik dengan “merasa pandai.” Namun, dalam “kasus” pindah kelain hati yakni masuk “mencicipi” organisasi profesi baru selain PGRI tidak dilakukan oleh guru-guru SD. Disini nampaknya guru-guru SD justru memperlihatkan kecerdasannya walaupun tidak merasa pandai namun tidak masuk organisasi baru selain PGRI.

Realitasnya banyak guru SMP/SMA/SMK yang kecewa dengan oraganisasi profesi guru baru selain PGRI karena “terhipnotis” saat HGN, program naik pesawat gratis dan program literasi membuat buku. Sementara guru SD tidak ada yang “terhipnotis”, disinilah para guru SD menunjukan kelasnya. Ia telah menunjukan kesetiaannya pada PGRI disaat yang lain tertipu, tergoda dan terbawa arus “hangat-hangat tahi ayam”, kebawa rame.

Guru SD, Oh Guru SD. Love you. Mari sahabat PGRI dimanapun berada untuk mengapresiasi dan hormat pada PGRI. Bila Jokowi mengatakan bangga pada PGRI sebagai warga kehormatan dengan membungkukan badan. Maka (maaf humor) “Saya perintahkan” pada semua pengurus PGRI agar hormat pada guru-guru SD dan “membungkukan” badan. Karena mereka adalah warga kehormatan PGRI yang sebenarnya.

Terakhir simpulan tulisan ini bukan untuk menstigma loyalitas guru SMP/SMA/SMK dan guru di perguruan tinggi (dosen) melainkan mari untuk lebih “waras” dari guru-guru SD dalam berkhidmat pada PGRI karena amanah UUGD No 14 Tahun 2005. Bila guru SD lebih setia pada PGRI dibanding kita maka setinggi apapun gelar akademik anda bila apatis terhadap PGRI namun TPGnya hasil perjuangan PGRI menjadi darah daging keluarga, maka saya katakan “Anda tak waras dan segeralah bertobat”. Subhanallah!

Related Articles

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles