Pewarta : Tim
Koran SINAR PAGI,- Medan, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan akan tetap melakukan penindakan hukum pidana terkait isu adanya pengembalian dana korupsi oleh koruptor. Prasetyo menjelaskan, sejak ditemukan ada penyimpangan administrasi, diberikan waktu 60 hari untuk memperbaiki.

“Tapi kalau aparat hukum menemukan penyimpangan yang cenderung korupsi dan sudah menimbulkan kerugian negara, ya kami lakukan penindakan hukum represif,” kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (01/03/18).
Sementara itu, untuk pelanggaran administrasi, lanjut Prasetyo, maka akan diselesaikan secara administrasi. “Tapi kalau pidana, kriminal, korupsi kesengajaan, ada yang diuntungkan dan nyata ada yang dirugikan, nah itu yang akan ditindak,” tegasnya.
Pernyataan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Muhammad Prasetyo tersebut sangat diharapkan rakyat Indonesia dalam penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi di daerah, seperti yang terjadi di Sumatera Utara, dimana terjadi kasus dugaan Korupsi rigid beton Sibolga tahun anggaran 2015 senilai Rp.65 milliar sesuai temuan BPK Perwakilan Sumut, dengan nilai kerugian negara Rp.10 milliar yang disengaja dilakukan oleh pihak – pihak terkait pengelolaan proyek tersebut.
Kasus tindak pidana korupsi ini sendiri sudah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sumut, dengan menetapkan 13 orang tersangka, 10 (sepuluh) rekanan sudah di tahan di Tanjung Gusta Medan, demikian juga dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial SN, juga sudah di tahan di rutan yang sama.
Sementa tersangka lainnya yakni, Kadis PU Sibolga, Ir MP, kendati sudah ditetapkankan sebagai tersangka, namun hingga saat ini tidak ditahan dengan alasan sakit.
Pada penyelidikan dan penyidikan terhadap 13 rekanan kontraktor, saksi – saksi menjelaskan kepada penyidik dari Kejaksaan Tinggi Sumut bahwa sebelum proyek ditenderkan rekanan terlebih dahulu diminta untuk menyetor dana sebesar 15 persen dari nilai proyek kepada Kadis PU Sibolga tersebut.
Yang jadi pertanyaan, dengan statusnya sebagai tersangka, kenapa Kejaksaan Tinggi Sumut tidak melakukan penahanan terhadap MP, demikian halnya dengan Walikota Sibolga, Drs.Syarfi Hutauruk, yang sudah dua kali mangkir saat dilakukan pemaanggilan oleh Kejati.
Terkait hal ini, Humas Kejaksaan Tinggi Sumut, Sumanggar mengaku, pihaknya belum menjadwalkan untuk melakukan pemanggilan ke tiga kepada Walikota Sibolga, Syarfi Hutauruk.
Lebih lanjut dikatakan, Kadis PU Sibolga (MP), tidak mesti di tahan seperti tersangka lainnya, tapi kasus ini sudah pada tahap pemberkasan untuk P.21, supaya segera disidangkan, ujar dia kepada wartawan Koran Sinar Pagi via telepon seluler nya.
Bila menyimak pernyataan Jaksa Agung RI H.Muhammad Prasetyo yang mengatakan, Semua pelanggaran, akan ditindak sesuai porsinya masing-masing,”Untuk pelanggaran administrasi akan ditindak secara administrasi, sementara untuk pelanggaran pidana akan dilakukan proses pidana dan masuk ke balik jeruji besi,”
Kemudian, pemerintahan Presiden Joko Widodo pun tengah giat-giatnya memerangi korupsi oleh para penegak hukum, dimana untuk menangani kasus tindak pidana korupsi di daerah, Kemendagri melalui Inspektorat Jenderal menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) dari Polri dan Kejaksaan Agung RI.
Perjanjian itu ditandatangani oleh Irjen Kemendagri Sri Wahyuningsih, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI, Adi Toegarisman dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Ari Dono Sukmanto, dengan disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
Lalu ada apa dengan penanganan kasus dugaan korupsi rigid beton Sibolga ini, orang yang semestinya paling bertanggung jawab kok tidak ditahan walaupun sudah berstatus tersangka dan tetap bebas berkeliaran, bahkan turut hadir dalam acara pelantikan pejabat esselon II Kota Sibolga belum lama ini.
”Seharusnya dengan adanya perjanjian itu, Kasus korupsi proyek rigid beton Sibolga bisa tuntas hingga ke aktor utamanya,” kata Amsar marbun, salah satu warga Sibolga.