Pewarta : Heri Kusnadi
Koran SINAR PAGI, Indralaya,- Peralatan Medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir yang terletak di Tanjung Senai Kabupaten Ogan Ilir Propinsi Sumatera Selatan Diduga belum steril, pasalnya di rumah sakit tersebut belum ada gedung untuk proses sterilisasi.
Menurut RD, sumber Koran SINAR PAGI di RSUD Ogan Ilir belum ada yang namanya CSST (Central Sistem sterilisasi Departemen),”Gedung untuk proses Sterilisasi terdiri dari 3 ruangan, ruangan pertama untuk yang kotor (wonder), ruangan kedua untuk yang bersih (stip), dan ruangan yang ketiga untuk alat media yang sudah steril (steam lotem),” terangnya.
Anehnya, lanjut dia, belum ada gedung untuk tempat proses sterilisasi, pihak rumah sakit sudah membeli peralatan sterilisasi berupa steam 300 liter, yang menggunakan Dana DAK Tahun 2017, seharga Rp.2,3M.
“Untuk alat yang namanya Steam 300 liter itu sudah ada pembayaran dari BKAD di tahun 2017 senilai Rp.2,3 Milyar, sampai sekarang barang tersebut hanya di taruh di gudang penyimpanan barang, sehingga barang yang di beli dengan harga yang tidak murah tersebut jadi mubazir, dan indikasi merugikan negara,” ungkapnya.
Seandainya PPK (Pejabat pembuat Komitmen) dari Dinas kesehatan yang bernama RD, hanya membeli alat sterilisasi berupa Auto Klap seharga Rp.200 juta, sisa dana dari Rp.2,3 M itukan bisa digunakan untuk pembangunan gedung tempat proses sterilisasi, terangnya.
Ia berharap Pemerintah Kabupaten dan DPRD Ogan Ilir untuk mengusut tuntas masalah ini, kenapa bisa terjadi kelalaian seperti ini ditubuh manajemen RSUD Ogan Ilir ?.
Ditemui terpisah Aprijal,SH. Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir mengatakan, sekitar tiga bulan yang lalu Komisi IV DPRD Ogan Ilir pernah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD Ogan Ilir untuk mengecek pembelian alat Sterilisasi senilai Rp.2,6 M, karena dinilai belum pantas untuk dibeli, mengingat anggaran masih diperlukan untuk menghadapi akreditasi, katanya.
Namun karena Dr.Irma, Direktur RSUD Ogan Ilir tidak mau mendengar masukan yang diberikan, sehingga pembelian alat yang seharga Rp.2,6 M tetap terjadi, padahal lanjutnya, membeli alat yang seharga Rp.500 juta saja sudah cukup.
“Seandainya barang tersebut masih di gudang dan tidak terpakai, maka kuat dugaan ada potensi kerugian negara disana, dan yang bertanggung jawab adalah Dr.Irma selaku pejabat Direktur RSUD waktu itu,” pungkasnya.