Pewarta : Lina
Koran SINAR PAGI, Kabupaten Bandung Barat,- Bisnis di sektor perikanan sepertinya tidak ada matinya, ditambah tingkat konsumsi ikan di masyarakat semakin tinggi, oleh karena itu, berinvestasi di sektor perikanan masih sangat menjanjikan. Salah satu usaha yang bisa dijadikan acuan dalam bisnis perikanan adalah usaha budidaya ikan lele dengan sistem bioflok atau berkolam di pekarangan rumah, dengan usaha ini bisa meraup omzet hingga puluhan juta rupiah dalam sebulan. Sangat menggiurkan bukan ?.
Salah seorang pebisnis sekaligus pembudidaya ikan lele sistem bioflok adalah seorang pengusaha muda yang sukses biasa dipanggil Yudianto (44). Pria asal Cicalengka Desa Mekar Mukti Kec. Cihampelas Kab.Bandung Barat dan ayah dari dua orang putra ini menekuni bisnis budidaya lele sampai pengolahannya sejak 2009 silam.
Dan hingga kini usaha yang ia geluti semakin berkembang pesat. Sekali panen bisa mencapai 5 kwintal. Satu kilogram ikan lele dihargai Rp.14.000. Oleh karena itu, menurutnya usaha di bidang perikanan cukup berpotensi dan menjanjikan. Terlebih lagi produksi sekitar 4.000 per kg sampai 5.000 kg per bulannya itu hanya memanfaatkan media kolam bioflok yang berjejer rapih di perkarangan rumah tanah miliknya dengan jumlah kolam sebanyak 120 kolam. Serta dibantu oleh karyawannya sebanyak 10 orang yang selalu telaten merawat pembibitan ikan lele.
Yudi menjelaskan bahwa usaha budidayanya dengan bioflok tak perlu diragukan lagi karena telah bersertifikat “Good Aquaculture Practice“. Adapun usaha pengolahan perikanannya telah bersertifikat “Good Manufacturing Practices“. Kedua sertifikat ini didapat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk melancarkan bisnis ini, koordinasi dengan dinas terkait sering dilakukan yang berhubungan dengan fasilitas, penyuluhan, pembinaan, pameran, dan promosi. Alat pengolahan serta bak budidaya dibantu oleh Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat,” ujar Yudi.

Berani mencoba alias tidak takut gagal adalah prinsip yang mengantarkan Yudianto sukses menjadi pengusaha lele sekaligus menjadi Ketua POKDAKAN “ Sabilulungan “ Cihampelas – Cililin KBB. Dengan modal terbilang mini, pemilik Sylva Farm Bangun Bangsa ini berhasil mengembangkan bisnis lele hingga meraup omzet ratusan juta sebulan.
Pria kelahiran Cihampelas Kab. Bandung Barat ini memang doyan berbisnis sejak masih remaja. Ketika duduk di bangku SMP di Lampung, Yudianto kerap membantu orang tuanya berjualan kelapa dan beras. Lalu, sejak SMA, dia memberanikan diri membuka bisnis sendiri. Mulai dari berjualan sepatu, kuliner, hingga usaha percetakan, dilakoninya.
Meski bisnis itu tidak pernah bertahan lama, Yudianto tidak kapok mencoba. Pada 2009, pria Sederhana namun pintar ini kembali mencoba bisnis baru yang belum pernah digeluti sebelumnya, yakni membudidayakan lele. “Pengetahuannya saya tentang budidaya lele sangat terbatas waktu itu. Tapi, saya bertekad mencobanya,” ceritanya.
Bermodal Rp.1,5 juta dari kocek sendiri, dia membelanjakan 1.000 bibit lele, pakan lele, dan terpal untuk pembuatan kolam di belakang rumah. Lantaran, belum tahu banyak soal budidaya lele, tingkat kematian lele sangat besar. Ketika itu, hanya 40 persen bibit lele yang mampu bertahan.
Meski begitu, selang tiga bulan, Yudi berhasil menikmati hasil panen pertamanya sebanyak 40 kg lele. Melihat hasil yang cukup menggiurkan, yudi memutuskan untuk serius menggeluti budidaya lele sangkuriang. Tak heran, dia belajar lebih mendalam soal budidaya lele. Apalagi, kata Yudianto, kala itu, lele hasil ternaknya rmerupakan varietas yang unggul. Bahkan, hasil riset pemerintah yang ia baca menyebutkan, masa panen jenis lele ini lebih cepat, yakni hanya dua bulan. Daya tahan terhadap penyakit dan perubahan suhu pun lebih baik dibandingkan jenis lain, seperti lele dumbo.
Yudianto tidak sendiri mengembangkan bisnis lele sangkuriang. Selain mempekerjakan delapan karyawan, dia juga bermitra dengan 10 orang karyawannya merupakan binaan di kolam Budidayanya. “Saya mendampingi mereka, sehingga hasil panen bisa maksimal,” ujarnya. Kini, dalam sebulan bisa memproduksi 600.000 ekor bibit lele.
Harga bibit ditentukan berdasar ukuran. Misal, bibit berukuran 5-6 centimeter (cm) dibanderol Rp 160 per bibit. Sementara, bibit ukuran 7-8 cm dijual Rp 200 per bibit, Tak hanya itu, saban hari, Yudianti juga memproduksi 4- 5 kuintal lele berukuran siap konsumsi seharga Rp 18.000 per kilogram.
Jadi, saban bulan, dia bisa mengantongi omzet sekitar Rp 300 juta. Pelanggannya tak hanya tersebar di wilayah Kabupaten Bandung Barat saja, bahkan sapai ke luar kota se-Jawa Barat bahkan sampai ke kota provinsi lainnya.
Kisah sukses Yudianto berbisnis lele, sejatinya berawal dari hobi. Sejak remaja, dia suka memelihara ikan air tawar. Belakangan, dia juga melihat prospek bisnis lele sangat menjanjikan. Meskipun sudah cukup banyak yang terjun ke usaha pembibitan lele, namun permintaan terus tumbuh. Kala itu, karena tidak puas dengan hasil panen lele perdananya, Yudi berupaya mencari cara supaya ternak lelenya bisa berkembang. Pada November 2009, ia mulai berguru secara otodidak , petani lele asal KBB.
Yudi melihat peluang keuntungan yang lebih besar dari jenis usaha budidaya lele . Supaya lebih mahir memelihara jenis lele ini, dia belajar langsung dari anggotanya serta kawan – kawannya yang berprofesi sama denga dirinya. Banyak hal baru yang diperoleh Yudi dari hasil belajar kepada Riki.
Sudut pandangnya pun berubah. Yang tadinya hanya sekadar menyalurkan hobi beternak, kini ia memandang bisnis dari sudut yang lebih luas. Secara teknis, siklus panennya pun semakin cepat. Kalau dulu, satu siklus panen butuh waktu tiga bulan, kini menjadi dua bulan saja. Tak hanya itu, Yudi juga memiliki visi untuk membantu orang yang menganggur di sekitar rumahnya. “Makanya, saya mulai mengajak mereka terjun ke usaha ini dengan pola kemitraan,” tuturnya.
Dia juga terus berusaha menjaga kualitas produksi lele. Alhasil Yudi juga berupaya meningkatkan pelayanannya kepada pembeli. Dia juga tidak pelit dan bersedia berbagi ilmu mengenai cara budidaya lele pada setiap pembeli, “Saya berpikir, setiap orang yang beli benih lele dari saya, harus bisa membudidayakannya sampai panen,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, cara pemasaran juga dibuat lebih rapih. Yudianto menjual benih lewat internet dan pameran-pameran wirausaha. Dia pun mengaku, tampil di media massa menjadi salah satu cara pemasaran yang ampuh untuk menggenjot penjualan.
Namun, perjalanan mengembangkan bisnis bukan tanpa kendala. Kendala terbesar yang pernah dialami Yudianto adalah kekurangan lahan kolam. Maka Yudianto akan mengembangkan usahanya di wilayah Tasik, Ciamis dan Pangandaran. Meski cukup jauh dari kediamannya, Yudi melihat potensi daerah ini cukup besar.
Kesulitan lainnya yang kerap dialami adalah kondisi cuaca. Pria 44 tahun ini bilang, perubahan suhu atau cuaca yang kerap tak menentu sering merepotkan. Misalnya, saat musim hujan, air hujan membawa kandungan asam.
Ketika air hujan dengan derajat keasaman cukup tinggi itu jatuh ke kolam lele, tingkat keasaman alias pH air pun akan berubah. “Standar keasaman pH air untuk kolam lele itu harus 6 – 8, tapi saat hujan turun, pH-nya bisa turun ke level 5. Ini bisa mengakibatkan kematian pada lele. Kendala lainnya, yaitu karakter pembudidaya.
Menurut Yudianto, tidak semua petani punya perhatian khusus pada lele yang dipeliharanya. “Ini tantangan bagi saya, mengubah petani menjadi pebudidaya yang memiliki rasa kasih sayang terhadap lele sebagai makhluk hidup,” ucapnya.
Menjadi pebudidaya lele sejak tahun 2009, Yudianto kini telah sukses meraup omzet hingga ratusan juta rupiah. Lewat pola kemitraan, usahanya telah membawa dampak sosial yang positif bagi lingkungan sekitarnya. Hingga saat ini, Yudi rajin melakukan pendampingan usaha kepada para petani binaannya itu.
Belakangan ini, ia menyosialisasikan penggunaan teknologi bioflok yang selama ini lebih populer untuk budidaya udang, Namun, ia sedang mencoba menerapkan bioflok untuk budidaya lele. “Kalau berhasil, bioflok bisa meningkatkan produksi lele hingga empat kali lipat,” katanya.
Ke depan, ia merencanakan produksi lelenya, termasuk milik mitra binaan bisa mencapai lima hingga 10 ton per hari. Bila produksi lele sudah berhasil digenjot dalam jumlah itu, Yudianto berniat ekspansi dengan merambah usaha olahan lele. Salah satu komoditas olahan lele yang kini diliriknya adalah sarden lele. Ia tertarik lantaran produk olahan lele ini belum pernah ada dipasaran. Sementara permintaannya sudah ada. “Kami sudah punya peminat di Luar negeri,” ucap Yudianto.
Ia berambisi, rencana ini bisa terealisasi dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang. Untuk mendukung rencana ekspansinya itu, Fauzan pun gencar menggandeng petani sebagai mitra binaan,”Saya mau fokuskan produksi di Bogor, sementara Jakarta pemasaran. Wajar kalau yudianto menargetkan banyak hal ke depan. Soalnya, kinerja usahanya terbilang cukup maju, sebagai buah dari ketekunannya.
Terbukti, ia pernah menyabet beberapa penghargaan. Dari berbagai pemgusaha, pemerintah dan komunitas pengusaha budidaya ikan lele. Setahun kemudian, ia juga mendapat penghargaan Wirausaha Sukses dari Kementerian Koperasi dan UKM.