Pewarta : Fitri
Koran SINAR PAGI, Kabupaten Garut,- Bangunan peninggalan tempo dulu kerap banyak digantikan dengan bangunan yang bernuansa modern, tak demikian halnya dengan Stasiun Kereta Api (KA) Cibatu, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Pasalnya, bangunan tersebut nampak berdiri kokoh tak tergoyahkan dengan perkembangan era globalisasi dewasa ini.
Adapun perbaikan/renovasi yang dilakukan hanya penggantian warna cat dan sudut – sudut kecil yang tidak begitu berarti. Begitupun bangunan dipo lokomotif (tempat perbaikan dan pemeliharaan lokomotif uap), keutuhannya masih tertata apik.
Sejak didirikan tahun 1889, kemudian diresmikan sebagai jalur transportasi penghubung Stasiun Cicalengka – Cilacap oleh Staatssspoorwegen (pemilik maskapai Kereta Api kebangsaan Belanda saat itu), kemudian tahun 1926 terjadi pembukaan jalur baru penghubung Stasiun Cibatu- Stasiun Cikajang. Fungsinya tetap sebagai tempat transit sarana transportasi kebanggaan masyarakat Garut.
Namun sayang, akibat pergeseran animo masyarakat yang terjadi, terutama semenjak sarana tranfortasi dibeberapa titik perkotaan marak dibuka dengan kendaraan roda empat. terhitung dari tahun 1967, jalur KA jurusan Cibatu – Cikajang ditutup pihak PJKA (sekarang PT KAI). Dipo lokomotif tidak lagi beroperasi sebagai dipo lokomotif utama, tetapi menjadi sub dipo.
Padahal, di era kolonial Belanda, Stasiun Cibatu merupakan stasiun primadona dengan kereta uapnya yang bernama “ Si Gombar “. Bahkan stasiun itupun kerap jadi transitnya wisatawan mancanegara yang hendak berlibur ke beberapa wilayah di Kabupaten Garut.<
Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger tahun1897-1997 yang ditulis oleh Haryoto Kunto tercatat nyaris setiap hari, antara tahun 1935 – 1940, halaman parkir stasiun Cibatu berjejer sesak oleh kendaraan roda empat berupa taksi dan limousine serta jenis kendaraan mewah lain milik hotel-hotel ternama di Kabupaten Garut.
Diantaranya Hotel Papandayan, Vila Dolce, Hotel Belebedre, Hotel Van Hengel,Hotel Bagendit, Villa Pautine dan Hotel Grand Ngamplang. Saat itu, daerah Garut dengan kondisi alamnya yang indah merupakan daerah favorit wisatawan dari berbagai belahan penjuru dunia.
Bahkan di tahun 1927, komedian legendaris Charlie Chaplin, sempat menginjakan kakinya di stasiun Cibatu. Saat itu, Charlie bersama Artis Mary Pickford dalam perjalanan liburan ke beberapa obyek wisata kabupaten Garut.
Tokoh ternama lain yang sempat singgah adalah Georges Clemenceau, pendiri koran LA Justice (1880), L’Aurore (1897), dan L’homme Libre pada tahun 1913 sekaligus penulis politik terkemuka. Clemenceau sendiri pernah menjadi Perdana Menteri Prancis selama dua periode, yakni antara tahun 1906-1909 dan tahun 1917-1920.
Buku itu pun mencatat, pasca kemerdakaan Republik Indonesia tahun 1946, beberapa tokoh nasional termasuk Presiden pertama,Ir. Soekarno pun sempat berkunjung ke Stasiun Cibatu. Dalam rangkaian perjalanan menggunakan KA luar biasa melalui jalur selatan, beliau singgah stasiun – stasiun kecil, termasuk Stasiun Cibatu memberikan pidato kenegaraan.
Secara geografis, stasiun ini berada persis di ketinggian daratan 612 meter, yang juga merupakan satu-satunya sarana transit KA yang masih beroperasi di daerah Garut.
Namun hingga saat ini pemerintah Kabupaten Garut sendiri, belum mampu mengupayakan agar seluruh KA dari berbagai jurusan bisa berhenti di Stasiun Cibatu. Belakangan malah muncul rencana, pihak PT KAI akan menghentikan KA dari semua jurusan, kecuali KA arah Cibatu – Purwakarta.
Berbeda dengan masa bupati Garut periode lalu, H. Agus Supriadi, yang sempat berencana menjadikan Stasiun Cibatu sebagai stasiun terbesar se-Priangan Timur.
Artinya, semua kereta api mesti berhenti di stasiun tersebut. Kita tentu berharap, siapapun pemimpin Garut sekarang dan ke depan, selalu punya tekad revitalisasi stasiun kebanggaan masyarakat Garut ini! Dengan cara ini, bukan hanya membangkitkan perekonomian lokal, namun juga memudahkan orang berwisata ke Swiss van Java ini.